Kekurangan Gizi: Anak yang tidak mendapatkan cukup asupan nutrisi, terutama selama 1.000 hari pertama, berisiko tinggi mengalami stunting.
Infeksi Berulang: Penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak-anak seperti diare dan infeksi saluran pernapasan dapat mengganggu penyerapan nutrisi dan menyebabkan kekurangan gizi.
Kurangnya Asupan Makanan Bergizi: Makanan yang rendah kandungan zat besi, protein, vitamin, dan mineral lainnya bisa menyebabkan anak tidak mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh dengan optimal.
Sanitasi dan Kebersihan yang Buruk: Kondisi lingkungan yang tidak sehat, seperti air yang terkontaminasi dan sanitasi yang buruk, juga berperan dalam terjadinya stunting.
Anak yang mengalami stunting berisiko menghadapi berbagai dampak jangka panjang, termasuk:
Keterlambatan Perkembangan Kognitif: Anak yang stunting cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah dan kesulitan dalam memahami pelajaran di sekolah.
Penurunan Produktivitas: Saat dewasa, anak yang stunting mungkin mengalami penurunan produktivitas kerja karena fisik yang tidak optimal.
Risiko Penyakit Kronis: Stunting juga meningkatkan risiko penyakit kronis di kemudian hari, seperti diabetes dan penyakit jantung.
Pemantauan berat badan dan tinggi badan anak secara rutin sangat penting untuk mendeteksi adanya tanda-tanda stunting sedini mungkin.
Orang tua dan tenaga kesehatan perlu bekerja sama dalam mengukur dan memantau pertumbuhan anak.
Dengan memantau berat dan tinggi badan secara berkala, langkah-langkah intervensi dapat segera diambil untuk mengatasi masalah gizi sebelum berkembang menjadi lebih serius.
Baca Juga: Jadi Tempat Strategis, Begini Upaya Pencegahan Stunting yang Dilakukan di PAUD
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR