Nakita.id - Banyak pertanyaan mengenai kenapa suami bisa melakukan KDRT kepada sang istri? Ini berbagai penyebabnya.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah masalah serius yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
KDRT bisa mengambil banyak bentuk, mulai dari kekerasan fisik, emosional, hingga psikologis.
Salah satu bentuk KDRT yang paling umum adalah kekerasan suami terhadap istri.
Meskipun tindakan ini tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun, memahami penyebabnya bisa membantu mencegah dan mengatasi masalah ini lebih efektif.
Melansir dari berbaai sumber, ini adalah beberapa penyebab mengapa suami bisa melakukan KDRT pada istri.
1. Lingkungan dan Pola Asuh yang Keras
Salah satu penyebab utama KDRT adalah lingkungan dan pola asuh yang keras.
Suami yang tumbuh dalam lingkungan di mana kekerasan dianggap sebagai cara yang wajar untuk menyelesaikan masalah mungkin lebih cenderung melakukan hal yang sama dalam rumah tangganya.
Anak-anak yang sering melihat orang tua atau orang dewasa lain menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan cenderung meniru perilaku tersebut ketika dewasa.
Selain itu, laki-laki yang mengalami atau menyaksikan kekerasan dalam keluarga saat masih anak-anak dapat menganggap kekerasan sebagai sesuatu yang normal.
Baca Juga: Mulan Jameela pada Kasus KDRT Cut Intan Nabila, Ternyata Ini Tugas Jabatan di DPR RI
Ketika menghadapi konflik dalam pernikahan, mereka mungkin merasa bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk mengendalikan situasi atau menunjukkan kekuasaan.
2. Masalah Psikologis dan Gangguan Mental
Masalah psikologis seperti gangguan kepribadian, depresi, atau kecemasan juga dapat menjadi pemicu KDRT.
Suami yang memiliki gangguan psikologis mungkin mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi mereka, termasuk kemarahan.
Mereka mungkin merasa bahwa menggunakan kekerasan adalah satu-satunya cara untuk mengatasi perasaan mereka yang tidak terkendali.
Gangguan seperti gangguan kepribadian narsistik, di mana seseorang merasa superior dan berhak mendapatkan apa pun yang mereka inginkan tanpa memikirkan perasaan orang lain, dapat menyebabkan perilaku kekerasan.
Suami dengan gangguan seperti ini mungkin merasa bahwa istri mereka harus tunduk dan patuh pada semua keinginan mereka, dan jika tidak, kekerasan dianggap sebagai alat untuk memaksakan kehendak.
3. Pengaruh Alkohol dan Narkoba
Penggunaan alkohol dan narkoba sering dikaitkan dengan KDRT. Zat-zat ini dapat mempengaruhi otak dan mengurangi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih atau mengendalikan diri.
Suami yang berada di bawah pengaruh alkohol atau narkoba mungkin lebih mudah merasa marah dan melakukan kekerasan terhadap istri.
Selain itu, kecanduan alkohol atau narkoba sering kali menyebabkan masalah keuangan dan stres yang tinggi dalam keluarga, yang dapat memperburuk situasi dan meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.
Dalam keadaan mabuk atau berada di bawah pengaruh narkoba, suami mungkin tidak menyadari atau tidak peduli dengan dampak dari tindakan mereka.
4. Tekanan Ekonomi dan Sosial
Tekanan ekonomi sering menjadi faktor pemicu terjadinya KDRT.
Suami yang mengalami kesulitan keuangan mungkin merasa frustrasi dan tidak berdaya, dan kekerasan bisa menjadi cara mereka mengekspresikan kemarahan atau kekecewaan.
Ketika seorang suami merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya, dia mungkin merasa kehilangan kendali atas hidupnya, yang kemudian memicu perilaku kekerasan terhadap istri sebagai bentuk kompensasi.
Selain itu, tekanan sosial, seperti harapan masyarakat tentang peran gender, juga bisa berkontribusi.
Beberapa pria mungkin merasa bahwa mereka harus selalu menjadi pemimpin atau dominan dalam hubungan, dan ketika mereka merasa peran ini terancam, mereka mungkin menggunakan kekerasan untuk mempertahankan status quo.
5. Ketidakseimbangan Kekuasaan dalam Hubungan
Ketidakseimbangan kekuasaan dalam hubungan adalah faktor lain yang dapat menyebabkan KDRT.
Dalam banyak kasus, suami yang melakukan kekerasan merasa memiliki kendali penuh atas istri mereka.
Mereka mungkin merasa berhak untuk mengatur, mengontrol, dan memutuskan segala hal dalam rumah tangga tanpa mempertimbangkan keinginan atau pendapat istri.
Ketidakseimbangan kekuasaan ini sering kali didukung oleh norma-norma budaya yang menganggap bahwa laki-laki memiliki otoritas lebih besar dalam rumah tangga.
Ketika istri mencoba untuk menegaskan hak atau kebebasan mereka, suami yang merasa terancam mungkin menggunakan kekerasan sebagai cara untuk mempertahankan dominasi mereka.
6. Kurangnya Kemampuan Mengelola Emosi
Kemampuan mengelola emosi adalah keterampilan penting dalam setiap hubungan.
Suami yang tidak memiliki keterampilan ini mungkin mudah marah atau frustrasi dalam situasi konflik.
Alih-alih mencari solusi yang damai, mereka mungkin beralih pada kekerasan sebagai cara untuk melampiaskan emosi mereka.
Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan menangani stres adalah kunci dalam mencegah konflik bereskalasi menjadi kekerasan.
Suami yang tidak dapat mengendalikan emosi mereka atau tidak tahu cara mengatasi masalah dengan cara yang sehat cenderung lebih mudah melakukan KDRT.
KDRT adalah masalah yang kompleks dengan berbagai penyebab.
Meskipun alasan-alasan ini dapat membantu memahami mengapa suami bisa melakukan kekerasan terhadap istri, tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan ini.
Penting bagi masyarakat untuk terus mengedukasi tentang bahaya KDRT dan menyediakan dukungan bagi korban.
Untuk mencegah KDRT, dibutuhkan upaya bersama dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua pihak.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR