Tekanan teman sebaya (peer pressure) memainkan peran besar dalam perilaku bullying di kalangan anak-anak.
Seorang anak mungkin merasa terdorong untuk ikut-ikutan membully agar bisa diterima oleh kelompok teman sebayanya, merasa lebih populer, atau untuk menghindari menjadi korban bullying sendiri.
Budaya kompetisi di kalangan anak-anak juga dapat mendorong perilaku membully.
Di sekolah, misalnya, anak-anak yang merasa perlu menonjolkan diri atau memperkuat status sosial mereka bisa menggunakan bullying sebagai cara untuk mendapatkan perhatian atau menunjukkan kekuasaan atas orang lain.
Mereka mungkin merasa bahwa dengan merendahkan orang lain, mereka bisa dianggap lebih kuat atau lebih superior oleh teman-teman mereka.
Anak-anak yang suka membully sering kali tidak memiliki rasa empati yang cukup terhadap perasaan orang lain.
Empati, yaitu kemampuan untuk memahami dan merasakan apa yang dialami orang lain, adalah keterampilan yang sangat penting dalam interaksi sosial.
Ketika seorang anak tidak diajarkan untuk memahami dan menghormati perasaan orang lain, mereka cenderung mengabaikan dampak negatif yang bisa mereka timbulkan melalui perilaku mereka.
Dalam beberapa kasus, anak-anak yang membully sebenarnya tidak sepenuhnya memahami betapa menyakitkannya tindakan mereka bagi korban.
Kurangnya pendidikan tentang empati dari orang tua, guru, atau orang dewasa lain di sekitar anak bisa menjadi salah satu faktor utama mengapa anak-anak tidak memiliki kesadaran terhadap dampak perbuatan mereka.
Penting untuk mengajarkan empati sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah, agar anak-anak memahami bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi terhadap perasaan dan kehidupan orang lain.
Serunya Van Houten Baking Competition 2024, dari Online Challenge Jadi Final Offline
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Aullia Rachma Puteri |
KOMENTAR