Nakita.id - Revand Narya mengaku memiliki kebiasaan silent treatment yang akhirnya membuat sang istri mengajukan gugatan cerai.
Aktor Revand Narya digugat cerai oleh sang istri, Faby Marcelia.
Pernikahan mereka yang berjalan 10 terancam tidak bisa utuh kembali.
Kini, Revand hanya bisa menyesal karena membuat sang istri ingin mengakhiri pernikahan mereka,
Melansir Tribun Seleb, Revand mengungkap kebiasaan buruknya yang selalu memilih diam ketika menghadapi konflik.
Bertahun-tahun mendapatkan silent treatment dari Revand inilah yang disebut menjadi alasan Faby Marcelia menggugat cerai.
"Kesalahanku adalah, kesalaha kita juga itu silent treatment sih," kata Revand.
Revand mengaku dirinya tidak suka berdebat dan bertengkar dengan pasangan.
Ini membuat Faby juga lebih pilih memendam perasaannya ketika menghadapi konflik.
"Aku nggak suka ribut orangnya, dia tau aku nggak suka ribut karena itu dia nggak mau ribut, akhirnya dia memendam," sambungnya.
Karena terus menampung uneg-uneg tersebut, Revand menyebut Faby akhirnya tak mampu lagi bertahan.
Baca Juga: Siti Septi Ariyanti Gugat Cerai Bimo Aryo Batal? 'Kata Pengadilan'
Berkaca dari rumah tangga Revand Nayra dan Faby Marcelia, apa itu silent treatment dan dampaknya pada hubungan?
Silent treatment adalah salah satu bentuk perilaku yang sering muncul dalam hubungan toksik dan dikenal sebagai taktik manipulasi emosional yang dapat merusak dinamika pasangan.
Secara sederhana, silent treatment terjadi ketika seseorang sengaja mengabaikan atau menolak berbicara dengan pasangannya sebagai bentuk hukuman atau untuk menghindari konfrontasi.
Meskipun terlihat pasif, silent treatment sebenarnya memiliki dampak besar pada kesejahteraan emosional dan kesehatan hubungan secara keseluruhan.
Dalam hubungan sehat, komunikasi adalah fondasi yang penting untuk menyelesaikan konflik dan mengatasi perbedaan.
Sebaliknya, silent treatment justru memutus komunikasi dan menciptakan jarak emosional antara pasangan.
Ketika seseorang menolak berbicara atau bahkan sekadar mengakui keberadaan pasangannya, ini membuat pihak yang diabaikan merasa tidak dihargai dan kebingungan tentang alasan di balik perlakuan tersebut.
Dalam jangka panjang, silent treatment dapat menurunkan kepercayaan diri dan memicu perasaan tidak aman dalam diri korban.
1. Menghambat Resolusi Masalah
Silent treatment tidak memberikan kesempatan bagi kedua pihak untuk saling memahami atau menyelesaikan masalah.
Sebaliknya, tindakan ini justru memperpanjang konflik yang ada tanpa adanya solusi. Akibatnya, masalah kecil dapat semakin membesar karena tidak pernah dibicarakan secara terbuka.
Ketika salah satu pihak menutup diri dan enggan untuk berkomunikasi, pihak lainnya sering kali merasa frustrasi dan terjebak dalam situasi yang tidak jelas.
2. Merusak Kepercayaan dan Kedekatan Emosional
Hubungan yang sehat dibangun dari rasa saling percaya dan kedekatan emosional. Namun, silent treatment secara perlahan dapat mengikis kedua hal ini.
Korban mungkin mulai merasa bahwa pasangannya tidak peduli dengan perasaannya atau tidak menghargai usahanya untuk memperbaiki hubungan.
Pada akhirnya, ini dapat menimbulkan perasaan terisolasi dan menjauhkan kedua belah pihak secara emosional.
Ketika kepercayaan dan kedekatan terkikis, sulit bagi pasangan untuk saling terbuka atau merasa nyaman satu sama lain.
3. Menimbulkan Stres dan Kecemasan
Silent treatment sering kali meninggalkan korban dalam kebingungan dan ketidakpastian. Mereka mungkin merasa bersalah atau terus berpikir bahwa ada sesuatu yang salah dengan diri mereka.
Ketidakpastian ini dapat menyebabkan stres dan kecemasan, terutama jika korban tidak tahu apa yang menyebabkan pasangan mereka bersikap dingin.
Ketika silent treatment berulang, korban mungkin mengalami penurunan kepercayaan diri dan merasakan tekanan emosional yang signifikan.
4. Memicu Pola Manipulasi dalam Hubungan
Baca Juga: Sifat Asli Paula Verhoeven Terbongkar, Beda dengan Pernyataan Baim?
Silent treatment bisa menjadi bentuk manipulasi yang digunakan oleh satu pihak untuk mengendalikan pihak lain.
Ketika pelaku silent treatment ingin mencapai sesuatu, mereka bisa menggunakan taktik ini agar korban merasa bersalah atau tertekan untuk memenuhi keinginannya.
Pada akhirnya, ini menciptakan dinamika hubungan yang tidak sehat, di mana korban merasa perlu mengalah atau menyerah demi menghindari perlakuan dingin dari pasangannya.
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR