- Ekspresi wajah, postur tubuh, perkataan, atau perilaku yang menandakan anak hendak buang air kecil atau besar, meringis, mendengus, atau berjongkok saat ingin buang air besar, memegang selangkangan, menarik popok, atau menyilangkan kaki saat ingin buang air kecil (75% mencapainya pada usia 26-29 bulan)
- Meniru perilaku orang tua
- Pergerakan usus yang teratur dan dapat diprediksi serta kontrol usus di malam hari
- Menunjukkan ketidaknyamanan dengan popok kotor dan ingin diganti
- Menunjukkan minat menggunakan toilet, keinginan untuk belajar mengendalikan fungsi kandung kemih dan usus (75% mencapainya pada usia 24-26 bulan)
- Postur tubuh stabil saat duduk di toilet
- Tetap kering selama 2 jam setiap kali atau saat tidur siang (75% mencapainya saat usia 24-26 bulan)
- Memiliki keterampilan bahasa ekspresif yang memadai untuk mengomunikasikan kebutuhan untuk berkemih dengan kata-kata atau gerak tubuh yang disepakati
- Memiliki keterampilan bahasa reseptif yang memadai untuk mengikuti perintah sederhana (satu dan dua langkah)
Lebih lanjut, dr. Meitha mengatakan keberhasilan toilet training pada anak juga perlu memerhatikan waktu penerapannya.
“Sebaiknya orang tua tidak melakukan toilet training disaat anak dalam keadaan sakit atau tegang. Misalnya baru pindah rumah atau day care, atau ketika adiknya baru lahir. Toilet training juga harus dilakukan dalam kondisi anak senang, sehingga Si Kecil dengan sukarela akan belajar untuk kemandirian.” jelas dr. Meitha.
Baca Juga: Dampak Anak Telat Toilet Training, Kapan Waktu Tepat Mengajarkannya?
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR