Tabloid-Nakita.com - Trimester 1 bisa dibilang masa yang penuh emosional. Ini fase yang cukup krusial dalam kehamilan. Dukungan Papa sangat dibutuhkan Ibu agar dapat menjalani kehamilannya dengan happy.
Pengaruh hormon sangat besar di trimester 1 ini. Selain terjadi perubahan pada tubuh Ibu, emosinya pun naik turun. Ibu juga jadi lebih sensitif. Ditambah dengan morning sickness yang Ibu alami, tugas-tugas rumah tangga yang tidak berkurang, belum lagi beban di tempat kerja, sehingga makin terasa beratlah kehamilan yang Mama jalani.
Di masa-masa seperti ini, Ibu hamil membutuhkan seseorang yang bisa memberikan kenyamanan, dukungan, baik fisik maupun mental dan tentu saja bisa diandalkan. Ya, siapa lagi yang bisa memberikan itu semua, selain suami? Sayangnya, masih banyak suami yang tidak menyadari perannya di masa-masa penting ini. Sementara Ibu pun terkadang enggan untuk meminta dukungan suami lebih jauh. Akhirnya, semua hal yang menyangkut kehamilan, Ibu tangani dan rasakan sendiri. Capek? Pasti, Bu! Pada akhirnya, Ibu akan merasa “sendirian” dan lelah sendiri.
Dukungan Papa kepada Ibu yang sedang hamil, bukan semata-mata karena kewajiban moral, tapi juga dapat memengaruhi masa depan bayi nantinya. Sebuah studi ilmiah di Amerika Serikat yang dimuat dalam majalah Psychology Today akhir 2012 menyebutkan, perempuan hamil yang merasa puas dengan dukungan suaminya lebih kecil berisiko mengalami baby blues syndrome (emosi labil, sedih, dan depresi setelah melahirkan).
Kondisi emosi tersebut sangat memengaruhi kemampuan Ibu dalam mengurus bayinya. Dengan kata lain, Ibu yang bahagia karena didukung suami, lebih mampu merawat dengan baik bayi yang dilahirkannya. Selain itu, sesuai dengan temuan para ilmuwan di Norwegia yang melibatkan 50 ribu mamil dan dimuat dalam jurnal BioMed Central Public Health mengatakan, depresi pada Ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran prematur dan berat badan bayi rendah.
Nah, penelitian terbaru di Norwegia itu mengungkapkan, salah satu penyebab terbanyak depresi pada mamil adalah pasangan yang tidak suportif, tidak sabar, dan perkelahian antar mereka. Penelitian itu juga menyebutkan, Ibu hamil lebih bisa mengatasi gejolak emosi akibat stres di tempat kerja atau karena faktor keuangan ketika pasangannya menunjukkan pengertian dan dukungan kepadanya.
Dijelaskan oleh dr. Kristiyan, SPOG dari RSUD Singkawang, stres bisa memicu terjadinya perdarahan yang berpengaruh terhadap suplai oksigen ke janin. Hormon stres itu bernama corticotrophin-releasing hormone (CRH). Salah satu dampak negatif CRH bagi janin adalah memicu kelahiran kurang bulan atau prematur, bahkan keguguran. Secara tak langsung CRH juga merangsang tingginya produksi hormon stres lainnya yang dikenal dengan kortisol. Kortisol ini dapat menyebabkan gangguan perkembangan saraf pada janin yang dapat memengaruhi kondisi psikis janin bahkan hingga setelah dilahirkan.
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
KOMENTAR