Nakita.id - Sering, kan, kita lihat anak usia batita mengemut makanan? Mengemut makanan mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk makan jadi sangat lama sehingga jadwal makan berikutnya pun mundur. Parahnya lagi, anak bisa mengalami gizi buruk lantaran mengemut secara otomatis menyebabkan porsi makanan per hari menjadi berkurang. Tak hanya itu, gigi-geligi anak pun bisa rusak karena mengemut mengakibatkan peluang terjadinya proses pembusukan lebih tinggi.
Menurut psikolog Pertiwi Anggraeni, MPsi, perilaku mengemut makanan sebenarnya tidak muncul begitu saja terjadi, tetapi berkaitan dengan perjalanan sejarah makan si anak. Jadi, untuk mengetahui penyebab si batita ngemut, kata psikolog anak dan pengajar pada Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, ini, orangtua hendaknya melakukan kilas balik mengingat sejarah perkembangan makan si anak.
Di usia 0—6 bulan, anak hanya menerima asupan berupa ASI. Masuk usia 6—9 bulan, anak mulai dapat menerima asupan berupa sereal bayi, sayur atau buah saring. Selanjutnya di usia 9—12 bulan, anak mulai mengonsumsi makanan padat yang bersifat lunak seperti potongan buah, sayur, roti, krakers, dan sebagainya.
Nah, mengacu pada riwayat perkembangan makan tersebut, orangtua dapat menelusuri: apakah sejak awal anak sudah dikenalkan dengan rasa atau jenis makanan yang bervariasi; bagaimanakah reaksi anak terhadap makanan yang diperkenalkan kepadanya; bagaimana pula proses makan anak, apakah dengan waktu yang teratur. Jika orangtua tidak mengajarkan cara makan yang benar seperti tidak mengikuti tahapan memberikan makanan, hanya makanan cair atau susu, maka anak tidak pernah belajar mengunyah dengan baik dan kemampuan oromotornya pun tidak pernah terstimulasi.
Tak kalah penting, bagaimana pola emosi Mama atau pengasuh ketika memberikan makan. Apakah makan merupakan situasi yang menyenangkan bagi anak, atau sebaliknya merupakan situasi yang menekan bagi anak, dapat berupa pemaksaan atau ada banyak bentakan kepada anak selama proses makan?
Mengemut makanan juga dapat sebagai bentuk protes lantaran dipaksa makan. Akibat pemaksaan yang tidak menyenangkan, acara makan pun diidentikkan oleh anak sebagai aktivitas yang tidak menyenangkan, sehingga ia lebih senang mengemutnya.
Faktor lain yang memunculkan perilaku mengemut makanan adalah anak terlalu asyik dengan aktivitas selain makan, sehingga “lupa” kalau di mulutnya masih ada makanan.
Mengatasi anak yang suka ngemut
Untuk mengatasi perilaku anak yang suka mengemut makanan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan orangtua, ini dia:
1. Berikan contoh cara makan yang benar; tunjukkan di depan anak cara menggerak-gerakkan mulut dan gigi ketika makanan masuk ke dalam mulutnya.
2. Berikan makanan bertekstur secara bertahap, mulai yang halus atau cair dan berangsur kasar atau padat.
3. Acara makan dibuat menyenangkan, tidak memaksa anak untuk makan. Lakukan pendekatan positif, seperti membujuk sambil bercerita tentang makanan yang sedang dimakannya.
4. Berhenti bermain sampai acara makan selesai dan minta anak mengunyah makanannya lebih dulu. Bisa juga membagi makanannya menjadi beberapa porsi kecil. Kalau porsi kecil itu sudah habis, anak boleh main sebentar sekitar lima menit, kemudian menghabiskan porsi kecil selanjutnya.
5. Biasakan anak makan di meja makan, televisi dimatikan, tidak sambil bermain atau berjalan-jalan. Orangtua bisa menjadikan acara menonton televisi atau bermain sebagai hadiah kalau ia sudah menyelesaikan makannya.
6. Tentukan jadwal makan dan jadwal bermain yang relatif tetap setiap hari sehingga anak tahu dan bisa bersiap makan pada waktunya serta melakukan aktivitas selain makan di waktu lain.
7. Variasikan rasa dan bentuk makanan setiap harinya, bisa juga dihias dan dibuat dalam bentuk menarik supaya selera makan anak tergugah dan ia pun bersemangat untuk mengunyah.
Semoga dengan cara-cara tersebut, masalah makan yang satu ini dapat teratasi ya, Mam.
Narasumber: Pertiwi Anggraeni, MPsi, psikolog anak dan pengajar pada Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
Penulis | : | Utami Sri Rahayu |
Editor | : | Ipoel |
KOMENTAR