Nakita.id - Perubahan anak dari seorang pemberani menjadi penakut bukannya tanpa alasan.
Sebenarnya rasa takut adalah hal wajar dan perlu dimiliki oleh semua manusia di setiap golongan umur.
Rasa takut adalah bagian dari sistem pertahanan diri alami yang dimiliki manusia.
Di usia batita, rasa takut yang kemudian muncul menandakan perkembangan kognitif, emosi, serta sosial anak.
Dilihat dari sisi kognitif, rasa takut disebabkan oleh pola pikir anak yang telah dapat mengimajinasikan sesuatu.
Batita telah memiliki kemajuan dalam pemikiran simbolis diiringi dengan tumbuhnya pemahaman mengenai hubungan sebab akibat.
Kalau dulu si kecil tampak tidak takut melakukan apa pun, sikap itu menunjukkan dorongan insting bereksplorasinya yang kuat.
Namun sekarang, karena mulai paham hubungan sebab-akibat, si batita jadi berpikir, “Jika aku melakukan ini, akibatnya begitu. Jika aku naik ke atas meja, aku bisa jatuh.”
Pemahaman akan hubungan sebab-akibat diperoleh anak dari pengalaman langsung, melihat orang lain, atau mendengar penjelasan tentang risiko suatu perilaku yang diulang-ulang dari orang yang lebih tua.
Baca Juga: Anak Tersiksa karena Batuk Terus-terusan, Pertolongan Pertamanya Ada Pada Air Rebusan Daun Saga
Ditambah lagi, menurut Heidy Murkoff dalam bukunya What to Expect the Toddler Years (Workman Publishing Company; London,1996), rasa takut pada anak batita terlihat karena ia sudah dapat berekspresi lewat kata disertai bahasa tubuh.
Menurut teori pakar psikologi Erik Erikson, di usia batita, anak memperkuat apa yang dibawanya sejak bayi, yakni membangun rasa percaya atau tidak percaya pada lingkungan.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR