Orangtua pasti kesal sekali ketika mendapati si kecil berbohong. Kita tahu, berbohong adalah sikap sengaja dengan mengatakan/menceritakan sesuatu yang tidak benar/tak sesuai dengan kenyataan untuk tujuan tertentu. Mengapa kecil-kecil sudah berbohong? Mari kita kenali lebih jauh beberapa penyebabnya:
* Keinginan yang tidak terpenuhi.
Sikap iri dan ingin segera permintaannya dipenuhi merupakan salah satu ciri yang menonjol pada anak-anak usia dini. Hal ini mendorong anak untuk memiliki sesuatu yang sama seperti teman-temannya. Sering kali bila orangtua tidak memenuhinya tanpa ada penjelasan, dapat mendorong anak mengambil barang yang bukan miliknya. Kemudahan mengambil barang, seperti uang yang tergeletak dimana-mana (di rumah), dompet, ataupun barang yang menarik hati anak, semakin kuat mendorong anak untuk memilikinya. Walaupun anak mengetahui bahwa mencuri tidak boleh, namun keinginan kuat yang dilandasi sikap iri dan harus segera dipenuhi membuat anak mencari strategi dalam mengatasi perilakunya. Biasanya dengan perilaku berbohong, anak merasa "aman".
* Takut dihukum
secara verbal (dimarahi) atau secara fisik (dicubit, dipukul, dan lain-lain)
Daripada mengatakan yang sebenarnya lalu dihukum anak memilih berbohong supaya "selamat" dari bentakan, cubitan atau amarah orangtua. Jadi, kebohongan ia lakukan demi melindungi diri dari "hukuman".
Dari pengalamannya, anak tahu dihukum orangtua tidaklah menyenangkan. Saat tanpa sengaja memecahkan gelas, ia pernah dibentak oleh orangtuanya. Maka, sewaktu menyenggol guci di ruang tamu dan membuat benda itu pecah, ketimbang kena semprot, ia pun berbohong bahwa yang memecahkannya si kucing. Dengan cara begitu, si prasekolah berharap dapat selamat dari hukuman orangtuanya.
* Menarik perhatian
Alasannya berbohong lantaran caper alias cari perhatian. Anak melontarkan cerita (bombastis atau hiperbola) supaya orang lain tertarik dan memberi perhatian. Umpama, dirinya berhasil mengalahkan monster melalui pergulatan seru. Memang anak usia prasekolah belum bisa membedakan antara realita dan angan-angan/fantasi.
* Meniru perilaku
Hati-hati perilaku kita (yang tak sengaja berbohong) dijadikan contoh oleh anak. Misal, ibu sedang enggan mengangkat telepon, meminta kepada anak untuk mengatakan bahwa ibu sedang pergi. Hal ini memberi kesan pada anak bahwa berbohong bukanlah hal yang salah. Tanpa disadari orangtualah yang justru menanamkan kebiasaan berbohong pada anak.
Bisa juga orangtua ingkar janji. Misal, berjanji jalan-jalan di hari Minggu, kemudian dibatalkan tanpa penjelasan yang bisa dipahaminya. Anak akan berpikir bahwa berbohong seperti itu sah-sah saja.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR