Nakita.id - 32% merupakan angka ibu yang memberikan makanan tambahan kepada bayi berumur 2–-3 bulan, seperti bubur nasi, pisang, dan 69% terhadap bayi berumur 4–-5 bulan.
Ini merupakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2002.
Bahkan dalam sebuah penelitian di pedesaan Provinsi Jawa Tengah ditemukan praktik pemberian makan pada bayi sebelum usia 1 bulan mencapai 32,4% dan pada usia tersebut didapatkan 66,7% jenis makanan yang diberikan adalah pisang (Litbangkes, 2003).
Adat atau kebiasaan memberikan makanan padat sebelum waktunya ini tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, namun juga di berbagai daerah di seluruh Nusantara.
Sebuah penelitian di Sumatera beberapa tahun lalu menemukan lebih dari 25% bayi mengalami susah buang air besar dan lebih dari 15% mengalami diare akibat pemberian makanan tambahan di bawah usia kurang enam bulan.
Baca Juga: Masih Keliru, Yuk Kenali Ciri-ciri Bayi yang Sudah Siap Diberikan MPASI
Berikut risiko bila MPASI Diberikan Terlalu Dini
* Kuman mudah masuk sehingga peluang sakit lebih besar.
Pada usia di bawah 6 bulan, daya imunitas bayi belum sempurna. Dengan memberikan makanan sebelum usia 6 bulan, berarti membuka kesempatan bagi kuman-kuman untuk masuk ke dalam tubuh si kecil.
Apalagi bila makanan yang diberikan tidak terjamin kebersihannya. Begitu pun dengan alat-alat makan yang digunakan, bila tidak disterilisasi dengan benar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada bayi.
Berbagai penelitian menunjukkan, bayi yang mendapatkan makanan sebelum usianya 6 bulan ternyata banyak mengalami diare, batuk-pilek, sembelit, demam, ketimbang bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Sebaliknya, ASI yang diberikan hingga usia 6 bulan justru memberikan perlindungan bagi si kecil terhadap penyakit, mulai penyakit yang disebutkan di atas sampai penyakit infeksi telinga dan sebagainya.
Dengan ASI eksklusif, imunitas atau kekebalan tubuh bayi meningkat, otomatis dapat melindungi si kecil dari berbagai penyakit. Selain itu, bayi yang diberi ASI eksklusif, kemungkinannya mengalami penyakit pernapasan akan lebih rendah.
ASI eksklusif menghindari si kecil dari anemia akibat kekurangan zat besi. Ini karena, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, dalam tubuhnya menunjukkan kecukupan hemoglobin dan zat besi.
Suatu studi pada 1995 yang dilakukan Dr. Alfredo Pisacane dari Universita Federico II di Napoli, Italia, menyimpulkan, bayi yang diberikan ASI eksklusif namun tidak diberikan suplemen zat besi atau sereal yang mengandung zat besi, menunjukkan level hemoglobin yang secara signifikan lebih tinggi dalam waktu satu tahun, dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI tapi menerima makanan padat.
Peneliti tidak menemukan adanya kasus anemia di tahun pertama pada bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, sehingga disimpulkan bahwa memberikan ASI eksklusif mengurangi risiko terjadinya anemia pada bayi.
Memang, kadar zat besi di dalam ASI tidak tinggi namun penyerapan zat besi dari ASI lebih tinggi dibandingkan dari susu lainnya. Dengan pemberian MPASI yang tepat dan ASI diteruskan sampai minimal 2 tahun, maka kejadian anemia dapat dihindari.
Baca Juga: Orangtua Harus Paham, Ini Penyebab Bayi Menolak MPASI Pertama dan Cara Mengatasinya
* Berpeluang alami alergi makanan.
Sel-sel di sekitar usus pada bayi berusia di bawah 6 bulan belum siap untuk menghadapi unsur-unsur atau zat makanan yang dikonsumsinya.
Alhasil, makanan tersebut dapat menimbulkan reaksi imun, sehingga dapat terjadi alergi akibat makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya, bayi yang diberi MPASI setelah 6 bulan, risikonya untuk mengalami alergi akibat makanan lebih rendah.
Selain itu, bayi usia 4—6 bulan, lapisan ususnya masih “terbuka”, sehingga memudahkan protein-protein dari MPASI—yang kemungkinan dapat mengakibatkan bayi mengalami alergi—serta bakteri patogen yang menyebabkan berbagai penyakit masuk ke dalam aliran darah.
Umumnya, produksi antibodi dan terjadinya penutupan usus berlangsung pada usia sekitar 6 bulan.
Nah, dengan pemberian ASI eksklusif, zat antibodi yang terdapat di dalam ASI (slgA) dapat masuk langsung melalui aliran darah bayi, melapisi organ pencernaan bayi, menyediakan kekebalan pasif, dan mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus terjadi.
* Berpeluang obesitas.
Proses pemecahan sari-sari makanan dalam tubuh bayi belum sempurna, sehingga bila bayi diberi MPASI sebelum usia 6 bulan, ia berpeluang mengalami obesitas. Pemberian MPASI sebelum usia 6 bulan sering dihubungkan dengan meningkatnya kandungan lemak dan berat badan.
Karena itulah, menunda pemberian MPASI sampai usia 6 bulan dapat melindunginya dari obesitas di kemudian hari. Perlu diketahui, beberapa enzim pemecah protein seperti pepsin, lipase, dan amilase, serta asam lambung, baru akan diproduksi sempurna pada saat bayi berusia 6 bulan.
* Sulit dicerna dengan baik.
Bayi di bawah 6 bulan memiliki sistem pencernaan yang belum sempurna. Asupan lain disamping ASI membuat organ ini terpaksa bekerja ekstra keras demi mengolah dan memecah makanan yang masuk.
Nah, karena dipaksa bekerja keras, makanan pun tak dapat dicerna dengan baik.
Ujung-ujungnya, timbul reaksi/gangguan pencernaan seperti konstipasi atau timbulnya gas. Sementara, sistem pencernaan relatif sempurna dan siap menerima MPASI pada usia 6 bulan ke atas.
Karena itulah, menunda memberikan MPASI hingga usia bayi 6 bulan justru memberi kesempatan kepada sistem pencernaan agar dapat berkembang matang terlebih dahulu. Secara psikologis pun, umumnya bayi siap mendapatkan MPASI pada usia sekitar 6 bulanan.
Baca Juga: Bolehkah MPASI Bayi Pakai Kuning Telur? Awas Perhatikan Hal Ini
Perempuan Inovasi 2024 Demo Day, Dorong Perempuan Aktif dalam Kegiatan Ekonomi Digital dan Industri Teknologi
KOMENTAR