* Teliti maksud pertanyaan anak dan tingkat pengetahuannya.
Setiap mendengar pertanyaan anak, coba pastikan (recheck) maksud pertanyaannya, “Maksud kamu dari mana itu apa, ya? Mama kok agak kurang jelas?” Selain itu, pancing juga informasi apa yang sudah dimilikinya. Sering kali orangtua memberikan jawaban yang berlebihan, padahal sebenarnya tingkat pemahaman anak masih sangat sederhana. Jawaban simpel ini juga bermanfaat untuk memancing anak bertanya lebih lanjut. Seandainya semua hal langsung dijelaskan orangtua melalui satu pertanyaan, anak tidak terkondisikan untuk berpikir kritis/bertanya lebih mendalam. Jangan khawatir terlihat tidak kompeten di hadapan anak kalau tidak memberikan penjelasan panjang lebar. Bisa jadi kebutuhan informasinya saat itu memang hanya sebatas itu. Contoh, saat si batita bertanya, “Aku datang dari mana?” Cukup jawab dengan, “Dari perut Mama.” Kalau anak tidak bertanya lebih lanjut, berarti informasi yang dibutuhkan memang hanya itu.
* Selalu gunakan istilah yang benar.
Meski sekilas tampak sederhana, sebenarnya implikasinya bisa panjang bagi anak. Penggunaan istilah yang salah ini paling sering digunakan saat anak bertanya masalah seksual. Contoh, orangtua menggunakan kata “burung” untuk mengganti penis. Bukan tak mungkin anak akan kebingungan saat belajar nama-nama hewan, karena penisnya memang tidak mirip dengan hewan bernama burung yang sedang dipelajarinya.
* Berikan contoh pengalaman yang dekat dengan kehidupan anak.
Ini akan memudahkan anak menyerap informasi yang disampaikan. Saat anak bertanya, “Kenapa aku harus sekolah?”, orangtua bisa menjawab, “Kalau Adek sekolah nanti jadi anak pintar dan bisa bekerja di kantor bagus seperti Papa (Mama).
* Selalu kaitkan dengan nilai-nilai yang dianut keluarga.
Ibarat pepatah, sekali menempuh dayung dua tiga pulau terlampaui. Orangtua bisa sekaligus menyelipkan pesan moral saat menjawab pertanyaan anak. Ketika anak bertanya, “Aku takut hantu. Hantu itu bentuknya seperti apa?”, orangtua bisa memberikan jawaban, “Hantu itu tidak ada. Adek hanya boleh takut pada Tuhan. Yuk, kita berdoa bersama supaya rasa takutnya hilang.”
* Gunakan alat bantu, seperti situasi, film atau buku.
Akan lebih mudah bila penjelasan disertai alat bantu, entah dengan membaca buku atau nonton film bersama. Apalagi saat ini banyak sekali buku/film pendidikan yang bisa membantu orangtua menjawab pertanyaan anak. Bisa juga dikaitkan dengan situasi yang pernah atau sedang dialaminya.
* Jangan sok tahu.
Jangan pernah bersikap sok tahu saat menjawab pertanyaan anak, apalagi kalau kemudian terbukti jawabannya salah/kurang tepat. Bila hal itu sering terjadi, lama-lama anak akan hilang rasa percaya dan bukan tidak mungkin malah “melecehkan” orangtua yang dinilainya sering salah memberikan informasi. Kalau memang belum bisa menjawab, katakan dengan jujur, “Mama (Papa) belum tahu jawabannya, bagaimana kalau kita cari bersama di internet?” Atau katakan, “Mama (Papa) coba tanyakan dulu pada teman Mama (Papa) yang tahu ya. Besok Mama (Papa) janji akan kasih jawabannya.” Tapi jangan mengumbar janji palsu, kalau menjanjikan besok memberikan jawaban, harus ditepati.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR