Tabloid-Nakita.com - Bawel di rumah, tapi pendiam di sekolah. Perilaku yang berbeda di dua tempat yang berbeda ini perlu disikapi dan tidak boleh didiamkan. Ketahuilah, apa-apa yang terjadi dan dialami anak adalah sebuah proses yang akan menjadi pelajaran dan bekalnya saat dia dewasa. Jadi, kondisi ini bisa berlanjut hingga dewasa, meski juga bisa tidak bila cepat ditangani.
Baca: Berapa Kali Seminggu Sebaiknya Waktu Sekolah Anak Preschool?
Jika hal ini berlanjut, bisa saja anak menjadi tidak termotivasi dan tidak suka dengan sekolah. Akibatnya, prestasi akademik anak bisa jadi tidak secemerlang anak lain yang aktif di kelas/sekolah, karena bagaimanapun keaktifan anak akan mendapat poin tersendiri bagi guru di sekolah.
Selain itu, hubungan sosial anak dengan teman-temannya di sekolah juga berisiko terhambat, karena perilaku diam atau tidak mau berbicara akan memberi kesan anak menutup diri, sehingga membuat temannya yang lain enggan bergaul dengannya. Efek dominonya, motivasi anak untuk bersekolah pun akan menurun.
Baca: 5 Kebiasaan Agar Anak Senang Belajar di Sekolah
Perlu dipahami, dalam proses perjalanan interaksi dan sosialisasi anak, di rentang usia ini eksplorasi anak meningkat dari sekadar tahu siapa saja anggota keluarganya sampai menjalin hubungan yang dekat dengan anggota keluarga, bahkan masuk ke lingkungan sosial di luar keluarga. Jadi, sungguh sayang bila tahap sosialisasi ini terhambat lantaran anak pasif.
Patut diwaspadai juga, jika anak tidak mau bicara hampir ke semua teman-temannya. Apalagi jika ia menjauh dari pergaulan teman-temannya. Mengapa? Karena hal ini bisa menyebabkan anak tak terlatih untuk mengungkapkan masalah, keluhan, dan ide-ide pikirannya.
Baca: Anak yang Sudah Pintar Bicara Lebih Jarang Nangis Saat Mulai Sekolah
Efeknya, selain apatis, anak jadi malas dalam beraktivitas, termasuk belajar. Efek lainnya, bisa saja anak akan sulit mengendalikan emosinya. Tak seperti anak lainnya yang jika kesal langsung ngomong, anak ini akan memendam seluruh kekesalannya. Kondisi ini ditakutkan menjadi bom waktu, suatu saat bisa meledak hebat dan anak menumpahkan kekesalannya dengan cara-cara tak baik, semisal mengurung diri. Tentunya ini kurang bagus bagi perkembangan mentalnya.
Memang, tidak menutup kemungkinan sifat atau aksi tutup mulut di sekolah seperti ini bisa hilang dengan sendirinya. Hanya saja, butuh waktu dan proses yang panjang. Pasalnya, anak bisa berubah kalau dirinya menyadari apa yang dilakukan itu kurang baik dan dia bersedia untuk berubah. Itu bukanlah hal mudah. Belum lagi bila penyebabnya adalah lingkungan, karena mengubah lingkungan tidaklah gampang.
Baca: Trik Meninggalkan Anak Di Sekolah Tanpa Menangis
Untuk mengatasinya, orangtua perlu bertanya lebih lanjut kepada anak, apa yang membuatnya lebih memilih diam di sekolah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bila ada kesalahpahaman dalam memersepsikan situasi/kondisi yang dihadapinya. Jika benar, tugas orangtua adalah meluruskannya, selain juga memberi pengertian kepada anak tentang sekolah.
Bila anak pasif karena sering disoraki saat berbicara, jelaskan, “Kamu disoraki itu berarti kamu didukung. Kamu pernah lihat konser, saat naik panggung bandnya juga disoraki, mereka jadi tambah semangat mainnya.”
Baca: Anak Sering BAB di Celana Saat di Sekolah
Jika anak mengerem bicara karena alasan takut, kita perlu waspada. Hal ini dapat berdampak buruk bagi perkembangan mentalnya, karena anak jadi mudah didikte. Anak juga bisa kehilangan percaya diri karena selalu ingin diatur orang lain. Ia pun enggan mengemukakan pendapat pribadinya kepada orang lain karena takut.
Untuk mengatasinya, orangtua harus aktif mengajak anaknya berbicara. Buatlah anak nyaman berkomunikasi, sehingga anak terbiasa mengeluarkan pikirannya secara verbal. Jalinlah komunikasi yang hangat dan akrab dengan anak, dengarkanlah semua keluhan dan obrolannya.
Baca: Kok Anak Jadi Suka Memukul Teman? Ternyata Ini Penyebabnya
Bisa juga, sesekali masuk ke kamar anak, tanyakan perkembangan sekolahnya, teman-temannya atau hobi favoritnya. Ajak dia berkomunikasi dari sesuatu yang menyenangkannya. Hindari pertanyaan-pertanyaan serius. Perlu diperhatikan, awalnya di sini mungkin anak akan cuek, tapi lambat laun anak akan sadar dan tentunya ia akan menjawab pertanyaan orangtuanya dengan senang hati. Dengan begitu, anak belajar mengungkapkan pendapatnya tanpa rasa takut.
Peran guru di sekolah tak kalah pentingnya. Guru harus menciptakan suasana belajar yang nyaman dan ramah, dimana setiap anak diberi kebebasan berekspresi dan berpendapat, selain juga tidak gampang memberi hukuman. Guru juga tak boleh membatasi komunikasi hanya kepada anak-anak aktif, tapi juga kepada si pasif.
Baca: Trenyuh! Ini Penyebab Stres pada Anak Generasi Z
Berikanlah dia penghargaan yang sepadan dengan prestasinya, sehingga kepercayaan diri anak akan bangkit. Penting, jangan diolok-olok supaya anak tidak malu dan minder. Guru harus berani menegur anak yang senang mengolok-olok orang lain. Dengan begitu harapannya anak tidak hanya bawel di rumah tapi pendiam di sekolah.
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Ipoel |
KOMENTAR