Nakita.id - Mengajarkan sopan santun pada anak merupakan salah satu tanggung jawab orangtua. Banyak cara untuk menanamkan norma baik itu. Namun pastinya, menanamkan kebiasaan bersopan santun memerlukan proses yang panjang, membutuh konsistensi dan kesinambungan.
Jangan pernah berpikir, perilaku santun datang dengan sendirinya pada anak seiring pertambahan usianya. Kebiasaan si kecil yang berteriak-teriak setiap meminta sesuatu, tanpa disertai kata “tolong”, akan terus terbawa hingga besar bila tidak segera diluruskan.
Baca Juga: Membentuk Pribadi yang Sopan, Tata Krama Dasar Ini Wajib Orangtua Ajarkan pada Anak
Sama halnya kala ia tidak mengucapkan terima kasih sewaktu menerima pemberian atau tak mau bersalaman saat bertemu kakek nenek. Untuk itulah norma sopan santun sejak dini perlu dikenalkan orangtua kepada anak. Jangan menyerahkan tanggung jawab ini kepada pihak sekolah.
Menjadi contoh
Menjadi contoh sosok yang santun (role model) merupakan salah satu cara efektif dalam menanamkan sopan santun pada anak. Anak 3-5 tahun masih belajar dari contoh yang ia lihat untuk kemudian diserap dan ditirunya. Dengan memberi panutan yang baik, anak dengan mudah meniru sopan santun yang orangtua lakukan. Hal penting lainnya adalah konsistensi dan sadar kensekuensi dalam berperilaku santun.
Kiatnya, jangan pernah lupa mengucapkan 3 kata ajaib “tolong”, “maaf”, dan “terima kasih” pada situasi yang tepat. “Nak, sekalian dong tolong ambilkan sepatu Ayah di rak,” atau “Maaf, tadi Mama menjatuhkan buku Kakak,” atau “Terima kasih ya Mbak Sum sudah mengambilkan piring.” Terkadang meski kita sudah berusaha menjadi role model yang baik, anak tetap saja berlaku kasar. Untuk kasus ini pertimbangkan apakah ada pengaruh dari luar, seperti dari teman ataupun media seperti televisi.
Yang pasti perilaku tak santun tak boleh didiamkan. Jelaskan langsung pada saat kejadian, bahwa apa yang anak lakukan tidak baik. “Kok minta diambilin susunya teriak-teriak gitu? Kakak lupa kata tolongnya ya?”
Jaga emosi
Saat meluruskan perilaku sang buah hati, jaga emosi untuk tidak memarahinya. Selain tidak efektif, dengan marah-marah tanpa sengaja kita malah menunjukkan perilaku yang tak santun padanya. Pesan kita soal sopan santun bisa-bisa berlalu begitu saja, sedangkan perilaku marah-marah justru dicontoh oleh anak. Lebih jauh, anak pun membutuhkan penjelasan mengapa ia harus bersikap sopan.
Beri alasan dalam kalimat sederhana mengapa ia harus mengucapkan terima kasih, mengucap salam, meminta maaf, meminta tolong, dan sebagainya. “Kakak perlu bersalaman setiap bertemu Kakek karena kita harus menghormati orang yang lebih tua.
Kalau Kakak hormat pada Kakek, Kakek juga tambah sayang pada Kakak.” Konsistensi dibutuhkan dengan langsung meluruskan sikap anak yang tidak sopan agar perilaku ini tidak telanjur mengakar kuat pada dirinya. Gunakanlah kata yang lemah lembut setiap menegurnya dan ucapkan dengan penuh kasih sayang sehingga anak bisa menangkapnya dengan baik.
Waktu mengajarkan
Kapan sebenarnya anak sudah bisa diajarkan dengan norma-norma sopan satun ini? Sebenarnya sejak bayi pun, norma ini bisa diperkenalkan dengan cara orangtua memberi contoh-contoh berperilaku. Bedanya, di usia prasekolah anak sudah bisa diajak bekerja sama untuk mempraktikkan perilaku santun.
Pengajaran sopan santun sejak dini akan mengakar kuat dan menjadi bekal bersosialisasinya dengan kalangan mana pun. Bertanyalah pada diri sendiri, bukankah kita lebih nyaman bergaul dengan orang-orang yang santun dan mengerti tata krama ketimbang yang tidak?
Penanaman norma-norma kesopanan sejak dini pada akhirnya membentuk kebiasaan pada sang buah hati untuk mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan bersedia mematuhinya.
Ini jugalah yang akan mempermudahnya menyesuaikan diri dengan lingkungan mana pun. Pada prinsipnya, apa pun yang anak terima di usia dini akan meresap dengan cepat untuk kemudian menjadi rule dalam berperilaku saat ia menginjak dewasa.
Bobo Fun Fair dan Jelajah Kuliner Bintang Jadi Ajang Nostalgia di Uptown Mall BSBCity Semarang
KOMENTAR