Nakita.id.- Kalau dengar ada anak dilecehkan oleh siapa pun, rasanya miris ya, Moms. Apalagi kalau sampai menimbulkan korban jiwa. Misalnya anak itu jadi bunuh diri.
Pastinya kita akan bertanya-tanya, sambil mengatakan “amit-amit” jangan sampai anak sendiri di-bully, gimana perasaan orangtua korban aksi bullying? Marah dan sedih sudah pasti.
Tapi apakah Moms pernah terpikir, kok bisa anak itu sampai di-bully, adakah faktor pengaruhnya dari lingkungan atau dari cara pengasuhan mereka sejak kecil?
BACA JUGA: Yang Perlu Orangtua Lakukan Agar Anak Tak Jadi Pelaku Bullying
Umumnya karakter khas anak yang rentan menjadi korban bullying memiliki sifat tertutup, pemalu, penakut dan cenderung memiliki bentuk fisik berbeda dari ukuran teman seusianya.
Entah berbadan kecil atau malah lebih besar dari umumnya.
Ternyata, menurut sebagian besar ahli pendidikan dan psikologi anak, karakteristik orangtua termasuk pola asuhnya punya peranan cukup besar anaknya rentan menjadi korban bullying.
Lalu tipe orangtua seperti apa yang memicu anaknya jadi korban bullying?
1. Orangtua yang jarang meluangkan waktu bersama anak
Setiap orangtua memiliki kewajiban-kewajiban yang membuat mereka sibuk, tetapi beda cerita saat orangtua tidak mampu membagi porsi yang seimbang antara urusan kerjaan dan rumah tangga.
BACA JUGA: Patut Ditiru Moms, Ternyata Ini Kebiasaan Orang-orang Bahagia!
Akibatnya, waktu berkualitas berkurang sehingga si anak merasa tak ada keharusan untuk berbagi dan bercerita pada orangtuanya.
Padahal, jika orangtua mau berusaha meluangkan waktu dan memosisikan diri sebagai pendengar yang baik, kasus bullying dapat lebih mudah ditangani.
2. Orangtua yang terlalu cuek dan menganggap sepele
Walaupun kedengarannya aneh, tapi ada saja orangtua dengan sifat seperti ini. Kembali lagi, mungkin ada pengaruhnya dari cara asuh orangtua mereka dulu.
BACA JUGA: Cara Lain Bakar Kalori Setara Jogging 15 Menit, Tontonlah Film Horor!
Biasanya mereka hanya menenangkan tanpa memberi solusi. Paling banter hanya mengeluarkan kata-kata seperti, “diamkan saja”, “cuek saja, nanti juga berhenti sendiri”.
Anak pun merasa digantungkan dan kehilangan sosok orangtua yang seharusnya menjadi sosok tempat mengadu dan mencari perlindungan.
3. Orangtua yang terlalu ikut campur
Kebalikan dari poin 2, tipe orangtua ini justru memiliki kekhawatiran yang berlebihan.
Contoh, mungkin anaknya hanya dibercandai ringan, belum menjurus bullying tetapi orangtua sudah kalang kabut, bahkan mengambil tindakan ekstrem seperti mendatangi sekolah dan marah-marah.
BACA JUGA: Dads Susah Diajak Foto Berdua, Trik Cerdik Ayu Dewi Ini Bisa Ditiru!
Untuk itu, sangat penting untuk mengenali dan memahami betul karakter anak.
Dengan begitu, orangtua paham apa yang harus dilakukan dan bagaimana menanganinya. Jadilah sahabat si anak, dengarkan seremeh apa pun curhatan mereka. Jangan pernah biarkan mereka merasa sendiri. (*)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | WebMD,AXA Indonesia |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR