Nakita.id - Dikenal sebagai destinasi liburan favorit hingga internasional, ternyata Provinsi Bali ada di peringkat keempat jumlah penderita gangguan jiwa berat.
Dari sebanyak 4 juta warga Bali, sebanyak 0,23% merupakan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Hal ini disampaikan oleh Dr. Bambang Daryanto Putro, dosen Antropologi Universitas Udayana (Unud), dalam orasinya berjudul "Konstruksi Stigma Gangguan Jiwa" di Universitas Udayana, Kamis (20/9), melansir dari Tribun Bali.
"Dari data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, Provinsi Bali masuk daftar 5 besar gangguan jiwa berat," ujarnya.
Baca Juga : Usai Jalani Proses Pengobatan Suaminya yang Hilang Ingatan, Kaditha Ayu Unggah Pesan Mengharukan
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan, provinsi yang memiliki gangguan jiwa terbesar adalah Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 0,27 persen.
Pada posisi kedua ditempati Aceh dengan jumlah 0,27 persen, ketiga adalah Sulawesi Selatan dengan 0,26 persen, dan di posisi keempat yaitu Bali dan Jawa Tengah sebanyak 0,23 persen.
Jika penduduk Bali per tahun 2017 berjumlah 4.230.051 jiwa, maka ada sebanyak 9.729 warga Bali mengalami gangguan jiwa berat (ODGJ).
Sementara itu, World Health Organization (WHO) mencatat bahwa ada 540 juta penduduk di dunia menderita gangguan jiwa.
Sedangkan angka kekambuhan pada pasien gangguan jiwa yaitu 50-92 persen.
Hal ini diakibatkan karena kurangnya dukungan sosial dari keluarga maupun masyarakat.
Menurut Bambang, saat ini masih banyak orang yang beranggapan bahwa gangguan jiwa adalah 'noda' akibat dosa yang dilakukannya.
Akibatnya, masyarakat menjadi takut dan menghindar.
Baca Juga : Tak Memangsanya, Buaya Ini Malah Mengantar Jenazah ke Tepian Sungai
Anggapan ini menyebabkan orang yang mengalami gangguan jiwa belum mendapatkan penanganan yang baik.
Selain itu, banyak ODGJ yang takut dan tidak suka ditangani oleh dokter maupun psikolog.
Bahkan terkadang ada yang marah dan tersinggung karena mengganggap dirinya tidak sakit.
"Walaupun sudah di RSJ dan sudah kembali, di masyarakat tetap mendapat perlakuan diskriminatif.
Ini karena adanya diagnosis dokter sebagai seorang yang memiliki identitas diri sebagai individu berbahaya.
Baca Juga : Dinikahi Pengusaha Pabrik Jawa Barat, Seperti Ini Kediaman Mewah Nindy Ayunda
Itulah kesalahan masyarakat berpikir salah dan ketidaktahuan publik," ucap Bambang lebih lanjut.
Stigma tersebut membuat keluarga malu dan masyarakat semakin takut, sehingga ODGJ akan dikucilkan masyarakat.
"Akibatnya proses pengobatan akan tertunda, memperbesar penderitaan dan menghambat penyembuhan dan menghambat kembalinya penderita ke masyarakat," tambahnya.
Baca Juga : Lubang Besar di Pantai Queensland Menghilangkan Daratan di Sekitarnya , Ada Apa?
Sistem perundangan-undangan dalam dunia kesehatan juga belum membantu para penderita gangguan jiwa untuk memperoleh kesembuhannya.
Berada di peringkat empat, membuktikan bahwa hampir 2/1000 penduduk Bali mengalami gangguan jiwa berat.
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Amelia Puteri |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR