Nakita.id - Disfungsi ereksi menjadi salah satu gangguan seksual pada laki-laki.
Berdasarkan data dari seluruh dunia, umumnya laki-laki yang mengalami disfungsi ereksi terjadi pada rentang usia 40 hingga 80 tahun.
Merujuk penelitian The Global Study of Sexual Attitudes and Behaviors (GSSAB) di 29 negara termasuk Indonesia, jumlah penderita disfungsi ereksi terbesar ada di Asia Tenggara.
Baca Juga : Gairah Seksual Menurun, Hati-hati Bisa Jadi Pertanda 5 Kondisi Ini!
Jumlahnya yaitu sebanyak 28,1%, dan kemudian disusul oleh Asia Timur sebanyak 27,1%, serta Eropa Utara 13,3%.
Perlu diketahui, disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan laki-laki untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang sempurna untuk aktivitas seksual yang memuaskan.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases melaporka banyak penyakit umum yang dapat menyebabkan gejala disfungsi ereksi.
Antara lain, penyakit yang mempengaruhi pembuluh darah dan jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, multiple sclerosis, penyakit ginjal, dan penyakit peyronie.
Baca Juga : Reaksi Tubuh Setelah 10 Menit Sampai 1 Jam Mengonsumsi Minuman Soda!
Penyakit peyronie adalah pengembangan jaringan parut fibrosa di dalam penis yang menyebabkan penis melengkung, dan membuat ereksi sangat menyakitkan.
Namun baru-baru ini para peneliti telah mengidentifikasi varian genetik yang mungkin menjadi penyebab disfungsi ereksi pada laki-laki.
Penemuan ini dapat membuka jalan bagi perawatan berbasis genetik baru untuk membantu pasien.
Penelitian berjudul "Genetic variation in the SIM1 locus is associated with erectile dysfunction" ini diterbitkan dalam Proceedings of National Academy of Sciences pada 8 Oktober.
Dalam sebuah penelitian tahun 2007, diperkirakan 18 juta pria di Amerika Serikat terpengaruh.
Baca Juga : Sayuran Terbaik Tingkatkan Kesuburan, Cocok Untuk Program Hamil
Angka tersebut cukup menantang untuk jumlah disfungsi ereksi karena kriteria diagnostik yang tidak jelas dan tidak juga dilaporkan.
Tim peneliti mengidentifikasi sesuatu yang dikenal sebagai "alel T-risiko" ketika memeriksa informasi genetik.
Sebuah alel dapat digambarkan sebagai varian bentuk gen - yang, dalam hal ini, adalah variasi di dekat gen SIM1.
Eric Jorgenson, penulis utama studi ini, menyebutnya "penemuan menarik" yang dapat memimpin dalam mengeksplorasi terapi baru yang menargetkan genetika.
Baca Juga : Hindari Makan Pepaya Secara Berlebihan, Ini Efek Samping yang Dirasakan!
"Mengidentifikasi lokus SIM1 ini sebagai faktor risiko untuk disfungsi ereksi adalah masalah besar karena menyediakan bukti yang lama dicari-cari bahwa ada komponen genetik untuk penyakit ini," kata Jorgenson, seorang ilmuwan penelitian di Kaiser Permanente.
Pria yang memiliki varian ini memiliki 26% peningkatan risiko mengalami DE.
Laki-laki yang memiliki dua salinan varian memiliki risiko 59% lebih tinggi, bahkan setelah memperhitungkan faktor risiko lainnya.
"Kami tahu bahwa ada faktor risiko lain untuk disfungsi ereksi, termasuk merokok, obesitas, diabetes, dan penyakit kardiovaskular," kata Jorgenson.
Baca Juga : Berita Kesehatan Terbaru: Merawat Payudara Juga Penting, Cegah Kanker!
"Apa yang mencolok tentang wilayah di genom manusia yang kami identifikasi adalah bahwa ia bertindak secara independen dari faktor-faktor risiko yang dikenal.
Artinya, lokasi genetik ini tampaknya bertindak khusus pada fungsi seksual."
Hampir setengah dari semua pasien yang didiagnosis dengan disfungsi ereksi tidak melihat gejala mereka membaik dengan perawatan yang tersedia saat ini.
Jika sumber masalah diyakini psikologis (misalnya, gangguan kecemasan), dokter dapat merekomendasikan sesi dengan terapis.
Dalam kasus lain, pasien mungkin diresepkan obat atau bahkan diberikan opsi operasi.
Baca Juga : Elly Sugigi 3 Kali Nikah Cerai, Ini Sumpah Mantan Suami yang Ditinggalkan
Perawatan ini bisa termasuk efek samping seperti sakit kepala, nyeri otot, dan infeksi.
Sementara para ilmuwan melakukan penelitian lebih lanjut pada gen yang diidentifikasi ini, cara terbaik untuk mengurangi risiko disfungsi ereksi adalah mengikuti gaya hidup sehat.
Melakukan olahraga teratur, menjaga berat badan yang sehat, menghindari penggunaan rokok dan obat-obatan terlarang adalah beberapa langkah yang direkomendasikan oleh National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases.
Source | : | Medical Daily |
Penulis | : | Fadhila Afifah |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR