Nakita.id - Saat ini, isu mengenai perempuan menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dalam lingkup global, menurut data yang dirilis oleh the National Violence Against Women, setiap tahunnya sebanyak 3,2 juta pria dan 1,9 juta wanita melaporkan bahwa mereka mengalami kekerasan fisik dalam rumah tangga.
Selain itu, data statistik yang ditunjukkan oleh National Society for the Prevention of Cruelty to Children, sebanyak 1 dari 14 anak (1 dalam 15 menurut Koalisi Nasional Melawan Kekerasan Dalam Rumah Tangga) merupakan korban kekerasan fisik.
Baca Juga : Wahai Pengantin Baru, Lakukan Kebiasaan Baik Untuk Sperma dan Hormon Ini Untuk Dapat Momongan
Di Indonesia sendiri, ternyata jumlah kasus kekerasan pada perempuan juga mengalami peningkatan.
Data yang dirilis oleh Komisi Nasional Perempuan, kekerasan pada perempuan sebesar 74% pada 2017.
Melihat angka yang cukup memprihatinkan, kini banyak komunitas yang bergerak untuk melindungi perempuan.
Beberapa negara seperti Amerika, Jerman, Australia, Swedia, dan Belanda telah memiliki satu gerakan yaitu Women in VR.
Women in VR adalah suatu komunitas, yang bertujuan mengumpulkan perempuan yang ingin bergerak dalam bidang virtual reality dan selanjutnya menyuarakan isu perempuan.
OmniVR, selaku perusahaan yang bergerak di bidang VR mencoba untuk membuat kampanye serupa untuk menegaskan pentingnya isu kekerasan terhadap perempuan.
Dalam launching Women in VR yang dihelat beberapa waktu lalu, Annisa Fitri Ade Mauna selaku Head of Content Women in VR mengemukakan ada beberapa alasan yang memicu maraknya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Baca Juga : Unggahan Kimmy Jayanti Soal Pendidikan Banjir Kritik, Warganet Soroti Hal ini
"Di Indonesia pendidikan belum merata antara laki-laki dan perempuan, banyak sebenarnya masyarakat yang ingin mengenyam pendidikan tetapi jumlah lembaga pendidikan masih terbatas," ungkapnya.
Jumlah tenaga pengajar yang masih kurang untuk menjangkau daerah terpencil di Indonesia juga menjadi masalah lain yang menghambat masyarakat untuk mendapatkan akses pendidikan.
Masalah lain yang juga menghantui yaitu faktor ekonomi, sehingga membuat banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah.
"Kesenjangan gender masih tinggi, sehingga akses perempuan masih terbatas untuk mendapatkan pendidikan juga mengakses informasi yang dibutuhkan," tutur Dea.
Hal ini tak ayal menimbulkan masalah lain seperti maraknya pelecehan seksual, mental illness, depresi, pemerkosaan, body shaming yang akhirnya memicu perempuan untuk mengakhiri hidup.
Hal ini pun juga diamini oleh Sherlita Nabilah, Ketua Umum DPP Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia Muda (PPLIPI Muda) yang menyoroti permasalahan perempuan di Indonesia.
Baca Juga : Lion Air JT-610 Jatuh 13 Menit Setelah Lepas Landas, Ternyata Ini Waktu Paling Kritis dalam Penerbangan!
"Berbicara mengenai isu perempuan di Indonesia sekarang tuh banyak ya, kompleks.
Seperti pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan sama anak itu juga masih banyak terjadi dan menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk memperbaiki itu", tuturnya.
Sherlita meambahkan, kasus kekerasan terhadap perempuan sebenarnya telah banyak disorot di media.
Namun, banyak perempuan yang merasa takut untuk melapor jika diri mereka mengalami kekerasan.
Faktanya, sebanyak 93% korban kekerasan tidak berani melaporkan apa yang telah mereka alami pada pihak berwajib sehingga pengusutan tidak berjalan tuntas.
Baca Juga : Depresi, Seorang Ayah Ajak Anaknya Gantung Diri, Ini Pihak yang Bisa Dihubungi Saat Terserang Depresi
Sementara itu, Ketua Umum DPP PPLIPI Muda Sherlita Nabilah mengatakan persoalan kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mulai dari norma sosial, tingkat pendidikan dan professional serta factor budaya.
“Permasalahan kesetaraan gender ini harus diselesaikan agar wanita dapat tumbuh dan berkembang dalam mewujudukan kemampuan dirinya. Sebab, pada dasarnya perempuan juga memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama dengan pria,” tuturnya.
- See more at: http://pplipi.com/pplipi-muda-jadi-wadah-berkarya-generasi-millenial-detail-402292#sthash.xzljiP1n.dpufSementara itu, Ketua Umum DPP PPLIPI Muda Sherlita Nabilah mengatakan persoalan kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mulai dari norma sosial, tingkat pendidikan dan professional serta factor budaya.
“Permasalahan kesetaraan gender ini harus diselesaikan agar wanita dapat tumbuh dan berkembang dalam mewujudukan kemampuan dirinya. Sebab, pada dasarnya perempuan juga memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama dengan pria,” tuturnya.
- See more at: http://pplipi.com/pplipi-muda-jadi-wadah-berkarya-generasi-millenial-detail-402292#sthash.xzljiP1n.dpufLebih lanjut, Savira Anisya selaku Sekretaris Jenderal dalam kesempatan yang sama juga mengajak perempuan Indonesia agar tak takut memperjuangkan kepentingannya.
"Jangan takut bersuara, selalu hargai diri sendiri karena semuanya itu berawal dari diri sendiri.
Ketika kita bisa menyelamatkan diri sendiri, maka kedepannya kita akan bisa menyelamatkan orang lain", pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP PPLIPI Muda Sherlita Nabilah mengatakan persoalan kesetaraan gender di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mulai dari norma sosial, tingkat pendidikan dan professional serta factor budaya.
“Permasalahan kesetaraan gender ini harus diselesaikan agar wanita dapat tumbuh dan berkembang dalam mewujudukan kemampuan dirinya. Sebab, pada dasarnya perempuan juga memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama dengan pria,” tuturnya.
- See more at: http://pplipi.com/pplipi-muda-jadi-wadah-berkarya-generasi-millenial-detail-402292#sthash.xzljiP1n.dpuf
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR