Nakita.id - Berbicara tentang Lion Air beserta segala persoalannya, tak lengkap rasanya tanpa menyinggung sosok Rusdi Kirana.
Bagaimanapun juga, dialah sosok di balik berkembangnya bisnis maskapai penerbangan yang berkantor di Jl. Gajahmada, Jakarta Pusat, ini.
Rusdi memulai usahanya sejak remaja dengan berjualan mesin tik merk Brother dari kantor ke kantor.
Baca Juga : Dari Mesin & AC Mati, Presenter Conchita Caroline 'Katakan Putus' Beberkan Masalah Pesawat Lion Air JT 610 Sebelum Jatuh
Sementara kakaknya, Kusnan Kirana, membiayai sekolahnya.
Maklum, waktu itu penghasilkan Rusdi cuma Rp95 ribu sebulan dari jualan mesin tik.
Sampai akhirnya adik-kakak ini memutuskan membuka jasa travel and tour yang mereka beri nama Lion Tour.
Dari sinilah Rusdi dan kakaknya sudah mulai punya mimpi membangun sebuah perusahaan penerbangan dan membuat semua orang Indonesia bisa terbang.
Mimpi tersebut tak perlu lama-lama mereka bawa dalam tidur.
Dengan modal nekat, laki-laki kelahiran 1959 ini mengajukan izin terbang pada 1999 yang baru dikabulkan setahun kemudian.
Bermodal satu pesawat Boeing, itu pun bekas, Rusdi mulai mewujudkan mimpinya, We Make People Fly, yang ia patenkan menjadi slogan Lion Air.
“Kita boleh bermimpi. Tapi kita harus tahu juga caranya mencapai mimpi itu. Dengan serius bekerja keras, contohnya,” ujar Edward Sirait, Dirut Lion Air, menirukan pesan Rusdi Kirana, saat diwawancara HAI 2013 lalu.
Baca Juga : Pesawat JT 610 Lion Air Jatuh, Ini Deretan 5 Tragedi Pesawat Paling Tragis di Indonesia
Saat itu, Edward masih berposisi sebagai General Affair Director Lion Air.
Atas kerja kerasnya itu, Rusdi pernah dinobatkan sebagai pria terkaya ke-33 versi Forbes.
Tak hanya itu, ia juga disebut sebagai pelopor dalam mendirikan maskapai penerbangan yang bisa dijangkau banyak orang.
Rusdi sadar bahwa bisnis maskapai penerbangan bukanlah hal yang sepele.
Meski begitu, ia punya resep untuk mengatasi semua itu.
Mempelajari keuangan
“Dari awal, Pak Rusdi bukan orang airlines. Itu sebabnya, dari awal, walau modalnya sedikit, dia pelajari bisnis ini,” ujar Edward.
Seperti disebut di awal, ketika memulai bisnis ini pada 2000, Lion Air hanya mempunya satu pesawat Boeing bekas untuk melayani dua rute destinasi.
Terus tanam keinginan berpikir dan belajar
Tiga bulan setelah operasi, Rusdi pernah hampir putus asa dan ingin menjual maskapainya itu seharga Rp10 miliar.
Berkat istrinya yang mencegah, dia bertahan dan mencari solusinya.
Baca Juga : Sebelum Terbangkan Lion Air JT 610, Pilot Bhavye Suneja Ingin Gelar Pesta 'Selamat Datang' Bersama Sahabatnya!
Pada 2001, Lion Air menambah lima pesawat Yakolev dari Rusia yang statusnya juga bekas. Saat ini, Lion sudah mulai membuka rute internasional.
Lakukan hal yang belum pernah dilakukan orang lain
Untuk mengembangkan bisnisnya, Lion Air melakukan beberapa terobosan: mengantar tiket langsung ke lokasi/rumah membelinya dan memberi hadiah Mercedes Benz bagi penumpangnya.
Tak ada yang tak mungkin
Membeli pesawat walaupun tidak ada duit untuk membelinya. Benar, pada 2002-2010, Lion Air mendatangkan 30 pesawat MD McDonnell Douglas dengan cara menyewanya.
Lakukan lombatan supaya masalah tak terulang
Membeli pesawat bekas lebih banyak masalahnya, perawatan mahal dan risiko kecelakaannya lebih besar.
Oleh sebab itu, Rusdi Kirana memutuskan untuk tidak membeli pesawat bekas lagi.
“Banyak yang bilang, Lion Air itu kaya banget. Bisa beli banyak pesawat. Sebenarnya, kami cuma pesan. Belum tentu kami beli.
Pesawat dikirim satu per satu sampai batas waktu yang ditentukan. Kalau nantinya enggak jadi beli, enggak masalah,” ucap Edward.
Pada 2005 – 2025: memesan 430 pesawat Boeing baru.
Pada 2013 – 2025: memesan 234 pesawat Airbus baru.
Lepas dari segala persoalan yang menyelimuti Lion Air saat ini, ada beberapa hal yang seharusnya dapat apresiasi.
Sebelum Lion Air ada, transportasi udara dianggap sebagai transportasi mewah karena harganya yang relatif mahal.
Baca Juga : Meski Ngantuk, Jangan Lagi Tidur Saat Pesawat Lepas Landas dan Mendarat, Ini Risikonya!
Namun, Rusdi tidak percaya hal itu. Baginya, pesawat sama saja dengan transportasi lain, seperti kereta atau bus antarkota-antarpropinsi.
Dari situlah, dia membuat sistem budget airline, sebuah sistem penerbangan yang menarik biaya semestinya.
Alias, cuma menarik biaya sesuai yang diperlukan moda transportasi untuk mengangkut penumpang.
“Apakah hotel akan disebut hotel kalau enggak ada tempat tidur atau kamar mandinya? Enggak kan?” tanya Edward.
“Itu yang kami lakukan di Lion Air. Kami memberikan yang esensi dari sebuah penerbangan. Kalau mau lebih, silakan bayar lebih,” tambahnya.(*)
Artikel ini sudah tayang di Intisari.grid.id dengan judul, "Ketika Rusdi Kirana Memulai Bisnis Lion Air dengan Pesawat Bekas"
Source | : | Intisari |
Penulis | : | Rosiana Chozanah |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR