Tabloid-Nakita.com - Di usia batita, si kecil yang tengah mempelajari “dunianya” akan banyak melakukan eksplorasi. Pegang ini, pegang itu, panjat sana, panjat situ, lari sana, lari situ. Masalahnya, berbagai eksplorasi itu dilakukan tanpa kenal takut dan tanpa peduli bahaya. Orangtualah yang selalu deg-degan melihatnya.
Tak heran, ada anggapan orangtua harus “siap capek” bila ingin memiliki batita yang pintar. Menurut pengamat anak Martina Rini S. Tasmin, hal ini ada benarnya. Anak yang diberi kesempatan untuk bereksplorasi dan bertanya, akan tumbuh dan berkembang dengan lebih optimal psikomotorik, kognitif, dan afektifnya. Memang, orangtua akan merasa lelah secara fisik maupun mental ketika mendampingi anak bereksplorasi. Mereka harus ikut berjalan ke sana kemari.
Belum lagi, saat dilarang terkadang anak akan memaksa sambil disertai tantrum. Kemudian ia akan mencoba kegiatan yang dilarang itu lagi dan lagi. Anak batita juga banyak melontarkan pertanyaan yang diulang-ulang. Ini memang bisa jadi sangat melelahkan.
Oleh karena itu, Martina mengajak orangtua untuk semakin memahami makna eksplorasi bagi buah hati dan bagaimana kiat menghadapinya dengan lebih bijak. Misalnya, mengenali tindakan bahaya yang paling sering dilakukan anak-anak batita di sekolah (playgroup).
Dua tempat yang menantang di sekolah biasanya adalah tangga dan arena bermain. Di awal tahun ajaran, para siswa belum tahu rutinitas dan aturan sekolah. Mereka juga melihat sekolah sebagai arena eksplorasi baru. Pada saat inilah akan terlihat cukup banyak tindakan berbahaya yang dicoba oleh beberapa anak. Contoh, mereka
akan meluncur di pegangan tangga, meloncat-loncat dan berlari di tangga. Di arena bermain, ada anak yang berlari ke sana kemari tak tentu arah, memanjat dari perosotan bukannya meluncur, dan mencoba meloncat dari atas perosotan.
Biasanya keadaan paling kacau di sekolah itu adalah satu minggu pertama. Setelahnya keadaan jauh lebih tenang, karena anak-anak sudah memahami rutinitas dan aturan yang harus mereka lakukan dan taati. Yang pernah terjadi juga, anak ingin tahu benda-benda yang diletakkan di atas meja guru dan mencoba mengambilnya. Entah itu staples atau gunting dewasa. Saat hal tersebut terjadi, maka yang dilakukan adalah mengambil benda tersebut perlahan dari tangan anak, menyimpannya dalam laci terkunci dan mengarahkan anak kembali ke area kegiatan.
Konsekuensi bisa kita terapkan pada anak saat ia tidak mau menuruti perintah, dengan memberikan Time Out. Di rumah, ketika anak terus-menerus mencoba menarik kabel, walaupun sudah diingatkan, dijauhkan, dan diberi kegiatan alternatif, orangtua secara serius bisa menempatkan anak dalam boks tidurnya selama 2-10 menit (bergantung pada usia anak) sambil berkata “Time Out, tidak boleh tarik kabel, berbahaya!”. Bahkan setelah Time Out ini pun bisa saja anak tidak langsung mengerti dan melakukan lagi. Maka berikan Time Out lagi.
Sebaiknya, Mama melarang anak sesegera mungkin ketika ia mulai bereksplorasi di rumah: saat ia makan tisu, saat ia menarik kabel, dan sebagainya. Tidak ada cara paling efektif yang memberikan hasil instan ketika melarang balita. Ia akan mencoba lagi dan lagi. Semakin dilarang, bisa jadi semakin mencoba. Dalam mengasuh batita, yang penting adalah konsistensi dan pengulangan. Sesuatu yang tidak boleh karena berbahaya, harus terus-menerus diingatkan bahayanya dan dijauhkan darinya.
Narasumber: Martina Rini S. Tasmin, SPsi, mantan tim pengajar dan tim manajemen sekolah di TK dan SD berakreditasi internasional di Jakarta dan Batam
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Hilman Hilmansyah |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR