TERAPI HORMON
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia yang bisa ditempuh adalah:
1. Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai terapi untuk menghentikan perdarahan.
2. Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam tubuh.
Perlu diketahui, kemungkinan efek samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan sebagainya.
Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan, gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi.
Baca Juga : Berita Kesehatan Wanita: Perempuan Ini Rutin Minum Urine Anjing Agar Cantik, Ini Kata Dokter!
3. Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.
Tanda-tanda sembuh di antaranya siklus haid kembali normal dan sebagainya.
Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan diri untuk kembali menjalani kehamilan.
Namun alangkah baiknya, jika terlebih dahulu memeriksakan diri pada dokter.
Baca Juga : Berita Kesehatan Wanita: Cairan Ketuban Berlebih Saat Hamil Bisa Berbahaya, Ini Gejalanya!
Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan rahim.
Untuk mencegah terjadinya gangguan penebalan dinding rahim, sebaiknya ibu melakukan langkah-langkah yang disarankan berikut:
* Lakukan pemeriksaan USG dan sebagainya untuk mengetahui apakah ada kista yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding rahim.
Baca Juga : Berita Kesehatan: Virus di Masa Kecil Sumbang Risiko Alzheimer di Masa Tua
* Lakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang banyak ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
Bantu Kurangi Tanda Penuaan Dini, Collagena Hadir Penuhi Kebutuhan Kolagen Sebagai Kunci Awet Muda
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR