Disebut Berbahaya, Mengapa Sunat Perempuan Justru Diberikan Oleh Tenaga Medis Profesional?

By Maharani Kusuma Daruwati, Senin, 7 Oktober 2019 | 07:52 WIB
ilustrasi berobat ke dokter (freepik.com)

Nakita.id – Tak hanya laki-laki, di Indonesia juga dikenal dengan adanya sunat pada perempuan.

Hal ini masih banyak terjadi di beberapa daerah di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa.

Sunat perempuan umumnya dilakukan pada anak usia 0-11 tahun.

Ini berdasarkan studi nasional Riskesdas pada 2013, sebanyak 51,2% anak perempuan usia 0-11 tahun menjalani sunat.

Presentasi tertinggi praktik sunat perempuan ini terjadi di Provinsi Gorontalo dengan 83,7%, Moms.

Menurut studi yang dilakukan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSSK UGM) dan Komnas Perempuan pada 2017, menyebut istilah sunat perempuan dengan istilah Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) atau dalam istilah Indonesia disebut Pemotongan dan Perlukaan Genital Perempuan (P2GP).

Baca Juga: BERITA POPULER: Roy Kiyoshi Bongkar Aura Kelam Mulan Jameela hingga Terungkap Paras Suami Elza Syarief yang Selama Ini Ditutupi, Ternyata Bule

Dari penjelasan Sri Purwatiningsih, peneliti dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSSK UGM), praktik P2GP di Indonesia terjadi pada 51,2% anak di usia 0-11 tahun.

Praktik FGM/C atau P2GP di Indonesia ini beragam, yang dilakukan secara simbolik hanya 1,2 %.

Sedangkan lebih dari 90% mengalami perlukaan karena hal tersebut.

Pasalnya hampir semua praktik sunat perempuan di Indonesia dilakukan dengan adanya pemotongan atau dengan perlukaan.

Praktik ini sendiri sebenarnya tidak memiliki manfaat kesehatan dan justru lebih menjurus pada hal yang membahayakan.