Perkawinan Usia Anak Munculkan Banyak Risiko, Menteri PPPA Sosialisasikan Pentingnya Pendidikan Pranikah: 'Pernikahan Bukan Hanya Soal Cinta'

By Poetri Hanzani, Senin, 10 Februari 2020 | 16:12 WIB
Sosialisasi Pendidikan Pranikah dengan tema "Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” bagi pelajar SMA/SMK se-Kota Denpasar yang diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Ke-32, di Kota Denpasar, Bali. (Press Release KPPPA)

Nakita.id - Menikah tentu jadi impian hampir semua orang, baik perempuan maupun laki-laki.

Namun sejatinya, sebelum menikah sangat penting mengetahui arti dan tujuan pernikahan itu sendiri.

Bahkan, banyak hal yang harus dipersiapkan untuk pernikahan secara fisik maupun mental.

“Pernikahan bukan hanya soal cinta belaka. Anak-anak harus diberi pemahaman sejak dini apa itu pernikahan sebab menikah juga membutuhkan perencanaan yang matang untuk masa depan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga saat membuka Sosialisasi Pendidikan Pranikah dengan tema "Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” bagi pelajar SMA/SMK se-Kota Denpasar yang diselenggarakan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) ke-32, di Kota Denpasar, Bali.

Baca Juga: Cobalah Rutin Minum Air Terong Selama 7 Hari dan Lihat Perubahan Luar Biasa Ini Pada Tubuh!

Perkawinan usia anak dapat mengancam pemenuhan hak-hak dasar anak termasuk merenggut masa depan anak itu sendiri.

Padahal jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dimana kita harus memastikan semua hak-hak anak dapat terpenuhi. 

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga saat membuka Sosialisasi Pendidikan Pranikah dengan tema "Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” di Kota Denpasar, Bali.

Menteri Bintang menuturkan, sudah menjadi tugas kita bersama untuk menjamin pemenuhan hak anak serta berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak termasuk di dalamnya memberikan edukasi terkait perkawinan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, sebanyak 11,21% perempuan berusia 20-24 tahun yang telah menikah dan melaksanakan pernikahan pada usia anak.

Sebanyak 20 provinsi memiliki angka perkawinan yang lebih tinggi dari rata-rata nasional, dimana Provinsi Bali berada pada posisi ke-26 dengan angka perkawinan usia anak tertinggi. 

Baca Juga: Warganet Sebut Desy Ratnasari Telah Sah Menikah karena Unggahan Ini, Paranormal Mbah Mijan Beberkan Fakta Sebenarnya

Sementara itu, Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan berbagai upaya akan terus dilakukan untuk mencegah perkawinan usia anak.

Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra saat acara Sosialisasi Pendidikan Pranikah dengan tema "Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” di Kota Denpasar, Bali.

"Sosialisasi seperti ini sangat baik dan harus terus dilakukan. Menikah itu membutuhkan perencanaan yang baik dan matang. Tingkat kedewasaan dan kesiapan mental akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk memilah mana yang baik dan buruk, keputusan apa yang harus diambil dalam menghadapi masalah,” tambah Dharmawijaya. 

Salah satu langkah yang diambil Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam mencegah perkawinan anak yakni dengan menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21% menjadi 8,74% yang tertuangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Baca Juga: 3 Hari Sebelum Putrinya Meninggal, Karen Pooroe Punya Firasat Tak Enak, 'Ulu Hati Serasa Ditikam'

Selain itu pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjadi langkah progresif yang telah diambil Kemen PPPA. 

Anak-anak peserta sosialisasi tentunya menyambut baik sosialisasi pendidikan pranikah yang mendukung penurunan angka perkawinan anak.

Salah satunya  Shanti, peserta sosialisasi pendidikan pranikah mengatakan setuju dengan kampanye stop perkawinan anak ini.

Sosialisasi Pendidikan Pranikah dengan tema "Kita Perkuat Karakter Generasi Muda dalam Merencanakan Keluarga Sejahtera dan Berkualitas” di Kota Denpasar, Bali.

"Memberikan pendidikan pranikah pada pelajar SMA/SMK merupakan langkah yang tepat, ini juga dapat mendukung agar pelajar ini memilih untuk melanjutkan pendidikan dibanding menikah muda. Melalui sosialisasi ini diharapkan mampu mengedukasi bagaimana perencanaan yang baik dan benar," ujar Shanti. 

Begitu banyak dampak negatif dari perkawinan anak diantaranya, kurangnya kesiapan fisik anak perempuan untuk mengandung dan melahirkan sehingga dapat meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak.

Baca Juga: Usai Curhat Soal Dosa dan Masa Lalu yang Kurang Baik Usai Hijrah, Elly Sugigi Tiba-tiba Berkeinginan Lepas Hijab, Kenapa?

Selain itu, ketidaksiapan mental untuk membina rumah tangga juga meningkatkan resiko kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, ketidaksehatan mental, dan pemberian pola asuh yang tidak tepat pada generasi selanjutnya.

“Impian Indonesia bebas perkawinan anak akan terwujud dengan sinergi dari seluruh pihak dari berbagai pelaku pembangunan baik pemerintah tingkat pusat, daerah, akademisi, lembaga masyarakat maupun dunia usaha, termasuk WHDI. Semoga kerja sama antara pemerintah dan WHDI yang selama ini terjalin dengan baik dapat terus berlanjut untuk melindungi anak-anak Indonesia,” tutup Menteri Bintang.