Kemenkes Resmi Tetapkan Tarif Tertinggi Rapid Test Rp150.000, Murah atau Mahal Moms?

By Ine Yulita Sari, Minggu, 12 Juli 2020 | 09:01 WIB
Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150.000 (Freepik.com)

Nakita.id - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akhirnya mengeluarkan surat edaran yang mengatur tarif tertinggi tes cepat atau rapid test Covid-19 untuk masyarakat.

Berdasarkan SE bernomor HK.02.02/I/2875/2020 itu, tarif tertinggi rapid test sebesar Rp150.000.

Baca Juga: Masih Karantina Mandiri Sambil Nunggu Hasil Rapid Test, Nana Mirdad Ungkap Kesehatan Mentalnya Terganggu: 'Kalo Malem Jadi Anxiety'

Penetapan tarif ini diputuskan karena bervariasinya harga rapid test di berbagai rumah sakit.

Baca Juga: Sudah Mulai Kerja dan Harus Keluar Kota? Ini Daftar 5 Bandara yang Sediakan Rapid Test dan Harganya

Sementara, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, keputusan Kemenkes menetapkan batas atas tarif rapid test belum menyelesaikan masalah.

Menurutnya, Rp150.000 masih terlalu mahal, terutama bagi kalangan ekonomi lemah.

Juru Bicara Satgas Covid-19 UNS dr. Tonang Dwi Ardyanto menilai, mahal atau tidaknya tarif tersebut sangat relatif. Alasannya, test kit antibodi pada dasarnya sudah bervariasi.

"Mahal tidaknya sebenarnya relatif, karena harga kit tes antibodi sebelum ini memang sangat bervariasi," ujar dokter Tonang, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Baca Juga: Rasakan Gatal di Sekitar Leher Selepas ke Supermarket untuk Penuhi Kebutuhan, Edric Tjandra Panik dan Segera Lakukan Hal Ini, 'Puji Tuhan Akhirnya'

Ia menilai, penyeragaman tarif ini sebenarnya merupakan langkah yang baik.

“Langkah ini baik, agar mutu pelayanan tes antibodi terjaga dan terjangkau biayanya, tidak terjadi variasi biaya secara lebar,” kata Tonang.

Tonang menjelaskan, sebenarnya tarif rapid test yang ditetapkan rumah sakit menghitung semua beban sejak dari pembelian kit atau alat yang digunakan untuk tes, serta bahan medis habis pakai (alat-alat yang dipakai saat proses pemeriksaan) serta berbagai komponen lain.

“Yang utama tentu komponen kit. Maka sebenarnya, besaran tarif tersebut mengikuti besaran harga kit rapid test itu sendiri,” ujar dia.Oleh karena itu, menurut Tonang, untuk mencapai harapan Kemenkes, rumah sakit tidak bisa berdiri sendiri.

“Harus bersama-sama didukung oleh semua pihak. Termasuk dari penyedia/pemasar kit rapid test. Bahkan regulator (pemerintah) sendiri,” kata dia.

Jika tidak ada kebijakan dan pengendalian harga peralatan untuk rapid test, akan sulit bagi RS untuk dapat menurunkan besaran tarif pemeriksaan rapid test.

Baca Juga: Aksi Rhoma Irama di Acara Sunatan Kian Berbuntut Panjang, Warga yang Berkerumun Menonton Bakal Jalani Rapid Test Covid-19, Dinkes: ‘Akan Dilakukan Deteksi’

Ia berharap, dengan penetapan harga rapid test dari Kemenkes ini, rumah sakit tidak lagi dianggap cari untung.

“Karena RS tentu mengikuti besaran harga kit rapid test,” ujar dia.

Sementara itu, pada Jumat (10/7/2020), Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, pemerintah akan memberi sanksi tegas kepada rumah sakit yang mematok tarif rapid test di atas Rp150.000.

Sanksi yang diberikan bisa berbeda-beda, misalnya teguran, peringatan keras atau tindakan yang lebih tegas.

RS dan layanan kesehatan juga diminta menggunakan alat rapid test buatan dalam negeri.

Menurut Muhadjir, alat rapid test buatan dalam negeri sudah teruji kualitasnya. Selain itu, harganya lebih terjangkau.Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul "Tarif Tertinggi Rapid Test Rp 150.000, Mahal atau Murah?"