Menurut Gubernur Sutarmaji, kratom jelas berbeda dengan ganja yang dapat sebabkan halusinasi.
Dikutip dari Tribun Pontianak melansir dari jurnal berjudul Manfaat Biokimia, Diagnosis, dan Evaluasi Risiko Klinis Kratom yang terbit di National Center of Biotechnology Information (NCBI), edisi April 2017, ahli dari AS menemukan, efek samping kratom tergantung pada dosis pemakaian.
Studi yang dilakukan Dimy Fluyau dari Universitas Emory Atlanta, dan Neelambika Revadigar dari Universitas Columbia New York, meninjau 195 artikel penelitian tentang kratom sejak 2007 hingga 2017 untuk menganalisis manfaat, risiko, dan evaluasi diagnosis kratom.
Analisis data menunjukkan, kratom memiliki beberapa manfaat seperti efek stimulan dan obat penenang, serta mengurangi rasa nyeri.
Sedangkan untuk efek buruknya dapat berpotensi memengaruhi aliran empedu hati, kejang, hingga aritmia.
Orang yang mengonsumsi kratom dalam jumlah besar juga akan berdampak pada leningkatan jumlah urin.
Baca Juga: Obat Batuk Saat Hamil, Benarkah Obat Herbal Sepenuhnya Aman?
Semakin banyak orang memgonsumsi kratom maka penderita akan lebih serkng untuk buang air kecil.
"Individu yang mengonsumsi kratom dalam dosis besar berisiko mengalami keracunan dan menerima efek buruk dari kratom, terutama bagi mereka yang juga mengonsumsi alkohol berlebih. Dan toksisitas serius jarang terjadi, biasanya setelah mengonsumsi dengan dosis tinggi," tulis ahli dalam laporan mereka dikutip dari Tribun Pontianak.
Bahkan muncul argumen jika efek samping dari kratom lebih besar dari pada pada manfaatnya.
Kini kratom sudah disahkan sebagai tanaman herbal oleh pemerintah.
Gubernur Sutarmidji yang menyambut baik keputusan pemerintah meminta agar tata kelola dan tata niaga dari tanaman kratom diperbaiki.
Terlebih tanaman herbal itu adalah salah satu sumber pendapatan penduduk.