Wawancara Dengan dr. Jane: Gerakan Antivaksin Ada Dari Kalangan Medis

By Fadhila Auliya Widiaputri, Rabu, 10 Januari 2018 | 17:51 WIB
dr, Elizabeth Jane Soepardi, MPH, DSc membenarkan bahwa ada kalangan medis yang juga antivaksin ()

 

Nakita.id - Saat ini pemerintah Indonesia sedang sibuk menyerukan gerakan ORI (Outbreak Renpose Imunisasion) sebagai langkah menghadapi dan mengatasi KLB difteri yang terjadi sepanjang tahun 2017 kemarin. 

dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH, DSc, Direktur Surveillance dan Karantina Kesehatan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan Indonesia mengatakan, salah satu penyebab KLB difteri terus berulang adalah karena tidak ada atau tidak lengkapnya imunisasi pada sejumlah orang.

“Karena setiap tahun selalu ada anak baru, juga ada anak baru tidak imunisasi setiap tahun. Jadilah difteri terus dan terus berulang KLB di Indonesia,” jelasnya.

Padahal Jane menjelaskan bahwa difteri hanya bisa dicegah melalui imunisasi.

Memang hingga sampai saat ini perdebatan antara pro vaksin dan antivaksin masih kerap terjadi. 

Ada beberapa orang yang menganggap bahwa vaksin tidak diperlukan karena bisa digantikan dengan hal yang lebih alami seperti ASI. 

Selain itu ada pula beberapa orang yang takut dengan efek samping vaksin yang disebut-sebut dapat membuat anak menjadi autis. 

Bahkan, ada pula beberapa orang yang mengkaitkan vaksin dengan urusan halal dan haram di dalam ketentuan agama. 

BACA JUGA: Sekolah Tempat Penularan Difteri. Kemenkes Wajibkan Vaksin Sebagai Syarat Masuk Sekolah

Jane melihat, sebenarnya fenomena antivaksin seperti ini sudah ada sejak lama.

Hanya saja, dahulu antivaksin tersebut tidak dapat mempengaruhi orang lain karena keterbatasan akses informasi. Tetapi kini mereka dengan mudahnya dapat memengaruhi orang lain karena kekuatan media sosial.

Memang ada sekelompok orang yang dengan alasan kepercayaan atau dagang memengaruhi banyak orang (untuk tidak vaksin).

"Dari dulu memang sekelompok orang ini ada tetapi karena tidak ada media sosial jadi tidak seheboh sekarang. Sekarang dengan adanya media sosial mereka dengan mudah menyebarkan ide-ide itu dan akhirnya mereka mulai memiliki pengikut, sehingga menjadi sebuah kelompok," jelas Jane.

Untuk itu, Jane mengatakan, bahwa Kemenkes saat ini sudah meminta tolong pada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan arahan dan pengertian kepada sekelompok orang yang tidak mau imunisasi, khususnya karena masalah agama.

Selain itu, Jane juga mengatakan bahwa Kemenkes akan memanfaatkan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memberantas ajakan antivaksin atau berita HOAX seputar kesehatan, yang kerap beredar di media sosial.

Namun sayangnya nih Moms, kelompok-kelompok tersebut ternyata bukan hanya datang dari kalangan masyarakat awam tetapi juga datang dari kalangan medis.

Hal ini diakui Jane saat diwawancarai di Kantornya di Jl. Percetakan Negara No.29, Jakarta Pusat.

"Ya kita tahu bahwa dikalangan (medis) ada yang seperti itu (antivaksin). Tetapi kan dimana mana didalam masyarakat selalu ada kelompok ekstrem yang positif sekali dan negatif sekali," ujarnya.

Jane mengatakan bahwa pihak Kementrian Kesehatan sudah melaporkan hal tersebut kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI), tetapi sayangnya pihak terkait sudah tidak memiliki ijin praktek. 

"Kita sudah laporkan hal tersebut ke Ikatan Dokter Indonesia, tetapi ternyata dokter yang dimaksud sudah tidak punya surat registrasi atau surat ijin praktek," ungkap Jane.  

BACA JUGA: ORI 2018 Menjadi 16 Provinsi, 86 Kabupaten/Kota. Ini Tanggalnya

Meskipun sudah tidak bisa diproses oleh IDI karena sudah tidak memiliki surat ijin praktek, tetapi Jane menjelaskan dokter yang dimaksud tetap bisa diproses oleh pemerintah daerah, karena memiliki praktek lain yang bukan praktek medis. 

"IDI memang bisa mencabut izin praktek seorang dokter, tetapi sayangnya orang tersebut sudah tidak praktek sebagai dokter. Jadi ini menjadi tugas pemerintah daerah, karena ada seseorang yang mengaku dokter tetapi bukan praktek dokter, prakteknya lain yang tidak ada izinnya seperti dukun," jelasnya.

Jane juga mengatakan bahwa dokter yang dimaksud saat ini berada di daerah Jawa Barat. 

"Kita di Indonesia hukumnya itu sudah ada, dimana imunisasi itu wajib. Jadi itu artinya tidak ada kata saya tidak mau. Jadi sebetulnya untuk kelompok orang yang bilang tidak mau imunisasi dia tinggal pilih untuk tinggal di negara yang imunisasinya tidak wajib. Jika dia memaksa tinggal di negara yang hukumnya imunisasi wajib tetapi dia tidak mau imunisasai, ya mau tidak mau dia kena pidana karena melanggar hukum. Nah sekarang tinggal siapa penegak hukumnya di Indonesia. Siapa yang menghukum orang-orang yang melanggar pidana tersebut," pungkas Jane.

BACA JUGA: KLB Difteri 2017. Penyakit Difteri Tak Hanya Berbahaya Bagi Penderita, Tapi Juga Lingkungan