Nakita.id – Pernahkah Moms mendengar tentang makanan ultra-proses (Ultra-Processed Food)?
Beredar di swalayan dan restoran, makanan ultra-proses merupakan salah satu jenis pangan yang digemari orang-orang.
Tak hanya untuk orang dewasa, saat ini makanan ultra-proses juga sudah banyak ditujukan untuk bayi dan anak-anak.
Kondisi ini tentu perlu diwaspadai.
Pasalnya, di balik kenikmatan dan kepraktisannya, makanan ultra-proses ternyata memiliki dampak buruk lo untuk kesehatan.
Lantas, sebenarnya apa itu makanan ultra-proses?
Dalam rangka merayakan ulang tahun ke-14, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) mengadakan webinar internasional pada hari ini, Rabu (21/4/2021).
Khusus untuk memperingati hari yang spesial, narasumber yang diundang pun tidak main-main.
Ia adalah Dr. Phillip Baker, seorang peneliti sekaligus dosen di Deakin University Australia.
Adapun topik yang dibahasa oleh Philip adalah “A to Z: Ultra-Processed Food for Infant and Young Children’.
Menurut Philip, manusia seharusnya tidak lagi hanya memandang makanan sebagai sebuah nutrisi.
Baca Juga: Demi Bisa Membantu Para Moms Mengatasi Tantangan Menyusui, AIMI Gelar Webinar Internasional
Sebab, di balik sebuah makanan, sebenarnya ada banyak aspek yang terdapat di dalamnya.
“Makanan itu tidak hanya berupa nutrisi, tapi sebenarnya lebih dari pada itu, ada aspek sosial, budaya, lingkungan dan lain-lain,” ujar Dr. Philip Baker dalam webinar internasional AIMI, Rabu (21/4/2021).
Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam makanan adalah proses pembuatannya.
Dalam hal ini, Phillip menyoroti tentang makanan ultra-proses (Ultra-Processed Food).
Mudahnya, makanan ultra-proses dipahami sebagai makanan olahan yang mengalami proses lebih panjang.
Biasanya, makanan ultra-proses diproduksi di pabrik dalam bentuk kemasan, sehingga bisa dikonsumsi kapan pun dan di mana pun.
Selain itu, makanan ultra-proses juga umumnya diiklankan secara komersial dengan tujuan untuk membuatnya terasa seperti makanan “asli” (real food).
Adapun ciri lain dari makanan ultra-proses adalah ditambahkannya bahan-bahan lain seperti pengawet, pewarna buatan, perisa, gula, minyak, garam, dan lain-lain.
Agar lebih mudah untuk membedakan, Dr. Philip Baker pun menjelasakan tentang NOVA sistem, yaitu pengklasifikasian makanan menurut tingkat pengolahannya.
Dalam klasifikasi NOVA, terdapat empat golongan makanan:
Kelompok 1: Makanan yang tidak diproses atau diproses minimal
Contohnya, bagian tumbuhan yang bisa dimakanan (biji-bijian, buah-buahan, dedaunan) atau yang berasal dari hewan (daging, telur, susu).
Jenis makanan ini dapat dikonsumsi dengan cara direbus, didinginkan, dibakar, ditumbuk, digoreng, disangrai, dan lain-lain.
Tak hanya itu, jenis makanan ini semuanya diproses di rumah dan tidak melalui proses industri.
Kelompok 2: Bahan pangan olahan industri
Kelompok makanan ini secara langsung dihasilkan dari kelompok 1 atau dari bahan alam yang diproses dengan cara penekanan, penyulingan, penggilingan, penggerusan, dan pengeringan semprot.
Bahan-bahan ini umumnya digunakan sebagai bumbu untuk menambah kelezatan makanan, seperti garam, gula, minyak, rempah bubuk, asam cuka, dan masih banyak lagi.
Kelompok 3: Makanan olahan
Jenis makanan ini biasanya dihasilkan dari kelompok 1 yang kemudian ditambahkan gula, minyak, atau garam.
Umumnya, proses pengolahan makanan ini adalah dengan diawetkan, diasinkan, diasamkan, atau difermentasi.
Kelompok 4: Makanan ultra-proses
Makanan ultra-proses biasanya dibuat di pabrik, dijual dalam kemasan, dengan cara karbonasi, pemadatan, pengocokan, penambahan massa, pemipihan, pengurangan pembentukan busa, dan lain-lain.
Saat ini, makanan ultra-proses juga sudah banyak dibuat untuk bayi dan anak-anak.
Misalnya, susu formula, sereal, dan makanan kemasan untuk bayi serta anak.
Baca Juga: Wanita Penderita Maag Tetap Bisa Jadi Happy Moms Happy Ramadan Jika Hindari 5 Makanan Ini Saat Sahur
Sementara itu, makanan ultra-proses untuk orang dewasa biasanya berupa mie instan, minuman berkarbonasi, jus buah kemasan, minuman energi, es krim, coklat, dan lain-lain.
Dengan adanya NOVA sistem, masyarakat pun diharapkan bisa melihat makanan dengan seluruh prosesnya.
“Lahirnya NOVA sistem membantu kita untuk melihat makanan sebagai sebuah “makanan” bukan hanya dari sisi nutrisi. Tapi, juga bicara tentang bagaimana makanan diproses, kemudian disiapkan, bahkan dikemas,” jelas Dr. Philip Baker dalam webinar internasional AIMI.
Namun, tak hanya itu, masyarakat juga diharapkan bisa lebih bijak dalam memilih makanan sekaligus mulai menghindari makanan ultra-proses.
Pasalnya, mengonsumsi makanan ultra-proses secara berlebihan ternyata memiliki sederet dampak buruk untuk tubuh.
“Risiko UPF (Ultra-Processed Food) membuat orang-orang menjadi makan banyak karena tidak kunjung kenyang, yang berujung pada kenaikan berat badan dan obesitas,” ungkap Dr. Philip Baker.
Bukan cuma itu, makanan ultra-proses juga dapat menimbulkan berbagai penyakit lainnya, mulai dari asma dan mengi pada anak-anak, diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, kelemahan otot, iritasi usus besar, bahkan depresi.
Maka dari itu, mulai sekarang hindari makanan ultra-proses, karena nutrisinya tidaklah seimbang.
Selain itu, makanan ultra-proses juga ternyata merusak preferensi budaya makanan, kehidupan sosial, dan lingkungan melalui proses produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi.