Ramai-ramai Bicarakan NeoCov Sebagai Varian Baru Covid-19, Begini Fakta Sebenarnya Soal Virus yang Sedang Beredar di Negara Afrika Selatan

By Aullia Rachma Puteri, Senin, 31 Januari 2022 | 10:39 WIB
Fakta soal NeoCov yang diduga varian baru virus corona (Pexels.com)

Nakita.id - Orang-orang saat ini sedang ramai membicarakan NeoCov atau kepanjangan dari Neo Covid.

Pasalnya baru-baru ini ilmuwan China mencatat soal NeoCov di sebuah jurnal ilmiah.

Dari catatan ilmuwan asal China tersebut menyebutkan bahwa baru saja ditemukan sebuah virus dengan nama NeoCov di Afrika Selatan yang menyerang kelelawar.

Hal ini tentunya membuat masyarakat agak khawatir mengingat saat ini dunia belum pulih karena serangan Covid-19.

Di Indonesia sendiri mutasi Covid-19 bernama Omicron sedang tinggi-tingginya.

Tercatat sudah 1.988 orang yang terpapar virus corona varian Omicron ini.

Lalu apakah NeoCov merupakan salah satu varian baru Covid-19?

Mengutip dari Kompas, NeoCov disebut berpotensi menyebabkan infeksi dan kematian yang lebih tinggi dari pada virus corona SARS-CoV-2 yang menjadi pemicu pandemi global Covid-19.

Banyak menganggap NeoCov varian baru dari virus corona, tetapi ternyata faktanya tidak demikian.

Baca Juga: Omicron Makin Merajalela di Indonesia, Ini Daftar 20 Gejala Utama Virus Corona Varian Omicron yang Harus Diketahui Semua Orang

Ya, NeoCov bukanlah salah satu varian virus corona baru, dan hingga saat ini belum ditemukan bahayanya.

Karena NeoCov bukan varian baru dari virus corona, melainkan jenis lain dari virus corona.

Tidak benar NeoCov adalah varian baru SARS-CoV-2, seperti varian Alpha, Beta, Delta, Gamma, dan Omicron.

Ia berasal dari jenis virus corona yang terkait dengan sindrom pernapasan Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrom (MERS-CoV).

Selama ini, MERS-CoV dikenal sebagai virus yang ditularkan ke manusia dari Unta Arab (Dromedary) yang terinfeksi dan kasusnya sudah ditemukan sejak 2012.

NeoCov merupakan kerabat dekat dari MERS-CoV, akan tetapi penularannya bukan dari unta, melainkan tersebar di antara kelelawar.

Meski ditemukan di antara kelelawar, namun virus NeoCov bersifat zoonosis, alias dapat ditularkan dari hewan ke manusia, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

Dalam jurnal yang dibuat para peneliti China dan dipublikasikan secara online di BioRxiv awal pekan ini, inveksi NeoCov dapat menimbulkan masalah tertentu.

Pasalnya, NeoCov disebut tidak dapat dinetralisir oleh antibodi manusia yang ditargetkan untuk SARS-CoV-2 maupun MERS-CoV.

Baca Juga: Jenis Masker Ini Ternyata Efektif Lawan Omicron di Indonesia, Langsung Beli dan Simpan Sekarang Juga Supaya Tak Menyesal

Namun demikian, belum dapat dipastikan seberapa cepat NeoCov menular dan seberapa jauh fatalitas yang bisa ditimbulkan.

"Ini (studi temuan virus NeoCov) adalah temuan penting yang perlu kita pelajari yang membutuhkan integrasi lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan," jelas pakar virus dari University of Warwick, Prof Lawrence Young mengutip dari The Independent.

Ahli dari Gamaleya Research Institute of Epidemiology and Microbiology Kementerian Kesehatan Rusia Alexander Gintsburg menyebut, kemunculan NeoCov disebabkan oleh terjadinya mutasi virus yang terus-menerus.

"Mutasi terus berlangsung. Di sejumlah negara yang tingkat pengurutan genom virusnya 100.000 atau lebih per bulannya, varian baru akan terus terdeteksi," kata Alexander.

Namun, ia menyebut di negara di mana pengurutan genomnya hanya sekitar 2.000-4.000/bulan saja, varian baru tidak akan pernah terdeteksi.

Profesor Lawrence Young, menjelaskan lagi soal NeoCov yang perlu lebih banyak data dan penelitian lebih lanjut untuk mengonfirmasi infeksi virus tersebut ke manusia dan tingkat keparahan yang bisa ditimbulkan.

"Kita perlu melihat lebih banyak data yang mengonfirmasi infeksi pada manusia dan tingkat keparahan yang terkait sebelum menjadi cemas," kata prof Young.

Studi pra-cetak ini, kata dia, menunjukkan bahwa infeksi sel manusia dengan virus Neo Covid sangat tidak efisien. Dia menambahkan bahwa apa yang disoroti ini, bagaimana pun juga perlu tetap waspada terkait penyebaran infeksi virus corona dari hewan, terutama kelelawar, ke manusia.

"Ini (studi temuan virus NeoCov) adalah pelajaran penting yang perlu kita pelajari yang membutuhkan integrasi yang lebih baik dari penelitian penyakit menular pada manusia dan hewan," jelas Prof Young.

Baca Juga: Suntikan Vaksin Booster Bisa Kurangi Gejala Virus Corona Varian Omicron, Begini Penjelasan Ahli