5 Risiko Kehamilan di Usia Remaja, Dapat Berdampak pada Kesehatan Ibu dan Bayi

By Syifa Amalia, Rabu, 7 Desember 2022 | 09:32 WIB
Ketahui risiko kehamilan di usia remaja mulai dari risiko tekanan darah tinggi hingga masalah kesehatan pada bayi. (Pexels)

Nakita.id – Risiko kehamilan di usia remaja dapat berdampak pada kesehatan ibu dan anak.

Seringkali, remaja tidak segera mendapatkan perawatan prenatal, yang dapat menimbulkan masalah di kemudian hari.

Lebih jauh lagi, risiko kehamilan di usia remaja tidak hanya mempengaruhi kesehatan tetapi juga pada kehidupan sosial dan ekonomi.

Dikatakan kehamilan remaja apabila kehamilan terjadi pada seorang wanita di bawah 20 tahun.

Namun biasanya kehamilan remaja mengacu pada remaja yang berusia 15 sampai 19 tahun.

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kehamilan remaja ini terjadi, di antaranya ekonomi, tekanan sosial, dan pendidikan.

Pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi.

Pendewasaan usia juga berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya anak yang akan dilahirkan.

Hal ini diakibatkan oleh pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai. 

Berikut ini adalah beberapa risiko kehamilan yang dapat terjadi.

Risiko Kehamilan di Usia Remaja

1. Tekanan Darah Tinggi

Dilansir dari Web MD, remaja yang hamil memiliki risiko lebih tingggi terkan tekanan darah tinggi atau hipertensi akibat kehamilan.

Baca Juga: Serba Serbi Kehamilan, Ini Dia Tanda, Proses Pembuahan dan Perkembangan Janin

Mereka juga memiliki risiko preeklampsia yang lebih tinggi.

Ini adalah kondisi berbahaya yang menggabungkan tekanan darah tinggi dengan kelebihan protein dalam urin.

Dapat menyebabkan pembengkakan tangan dan wajah ibu, serta kerusakan organ.

Risiko ini mungkin dapat dikendalikan dengan konsumsi obat, namun mereka juga dapat mengganggu pertumbuhan bayi yang belum lahir.

2. Lahir Prematur

Pada umumnya kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu. Tetapi bayi yang lahir sebelum 37 minggu adalah bayi yang prematur.

Dalam beberapa kasus, persalinan prematur yang dimulai terlalu dini pada kehamilan dapat dihentikan dengan obat-obatan.

Semakin dini bayi lahir, semakin besar risiko masalah pernapasan, pencernaan, penglihatan, kognitif, dan lainnya.

3. Berat Badan Bayi Lahir Rendah

Selain itu, kehamilan pada remaja juga berisiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Bayi prematur lebih cenderung memiliki berat badan kurang dari seharusnya. Sebagian karena mereka memiliki lebih sedikit waktu di dalam rahim untuk tumbuh.

Bayi dengan kondisi seperti itu mungkin perlu dipasang ventilator di unit perawatan neonatal rumah sakit untuk membantu pernapasan setelah lahir.

4. Depresi Pascamelahirkan

Remaja hamil dapat berisiko lebih tinggi mengalami depresi pascapersalinan.

Baca Juga: 5 Tips Mengatur Pola Tidur Saat Program Kehamilan, Simak Baik-baik

Anak perempuan yang merasa sedih dan terpuruk, baik saat hamil maupun setelah melahirkan, sebaiknya berbicara secara terbuka dengan dokter atau orang lain yang dipercaya.

Kondisi ini bila tidak segera diatasi dapat dapat mengganggu perawatan bayi yang baru lahir dan dengan perkembangan remaja yang sehat.

5. Risiko Kesehatan Bagi Bayi

Kurangnya perawatan prenatal dini dan teratur pada remaja hamil, ditambah dengan gaya hidup yang tidak diperhatikan dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah.

Selain itu, risiko yang dapat terjadi juga kelahiran bayi prematur.

Dilansir dari Revere Health, bayi prematur kehilangan pertumbuhan dan perkembangan penting yang terjadi pada minggu-minggu terakhir kehamilan dan sering mengalami masalah kesehatan karena organ mereka tidak memiliki cukup waktu untuk berkembang. Ini dapat termasuk:

- Cerebral palsy

- Masalah pernapasan dan asma

- Masalah usus yang serius

- Keterlambatan perkembangan dan keterbelakangan mental

- Masalah penglihatan dan pendengaran

- Sindrom kematian bayi mendadak (SIDS)

Baca Juga: Berapa Persen Kehamilan Ektopik Bisa Terjadi pada Ibu Hamil? Berikut Penjelasannya