ILO Tegaskan Pentingnya Perusahaan Akui Hak Menyusui bagi Ibu Pekerja

By Shannon Leonette, Senin, 21 Agustus 2023 | 20:45 WIB
Dalam rangka menyambut Pekan ASI Sedunia pada 1-7 Agustus, ILO tegaskan pentingnya perusahaan di Indonesia untuk mengakui hak menyusui bagi ibu pekerja. Selengkapnya dapat disimak berikut ini. (Nakita.id)

Nakita.id - Setiap tahunnya, Pekan ASI Sedunia atau World Breastfeeding Week diperingati pada 1-7 Agustus.

Melalui rangkaian Pekan ASI Sedunia ini, para Moms diingatkan kembali akan pentingnya menyusui bagi busui maupun bayi.

Khususnya, pemberian ASI secara eksklusif yang tak kalah pentingnya dalam pencegahan stunting.

Oleh karena itulah, peran Moms sebagai ibu menyusui sangatlah penting untuk mendukung tumbuh kembang Si Kecil dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Ditambah, sekarang ini, sudah banyak Moms yang bekerja selagi menyusui buah hatinya.

Lantas, seberapa penting perusahaan mengakui hak menyusui bagi ibu pekerja?

Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Pentingnya Perusahaan Mengakui Hak Menyusui bagi Ibu Pekerja

Mewakili International Labour Organization (ILO) Jakarta, Early Dewi Nuriana menyampaikan bahwa ILO memiliki Konvensi ILO Nomor 183.

Dalam Konvensi ILO Nomor 183 ini, di dalamnya ada pembahasan terkait cuti maternitas, termasuk salah satunya bagaimana perusahaan itu harus mendukung perempuan bekerja yang sedang melakukan aktivitas reproduksi.

"Dalam arti dari hamil, menyusui, sampai ketika dia (ibu) punya anak," sebut wanita yang akrab disapa Early dalam wawancara eksklusif Nakita, Selasa (15/8/2023).

Selain dari Konvensi ILO Nomor 183, Early juga menyampaikan hal ini juga dikembangkan dengan Rekomendasi ILO Nomor 206.

Baca Juga: 6 Fakta Seputar ASI Perah yang Wajib Moms Ketahui, Salah Satunya Bisa Disimpan 12 Bulan!

Dalam Rekomendasi ILO Nomor 206, ada penegasan tentang bagaimana pentingnya mendukung aspek-aspek yang membuat ibu pekerja yang sedang menyusui, hamil, atau baru melahirkan anak juga mendapat dukungan dari tempat kerja.

Early Dewi Nuriana sebagai National Project Coordinator for HIV/AIDS in the World of Work and Care Economy, ILO Jakarta.

"Artinya, untuk memastikan ibu-ibu pekerja juga bisa tetap produktif. Secara prinsip, ILO punya Konvensinya terkait dengan hal tersebut," ujar Early.

Early yang juga menjabat sebagai National Project Coordinator for HIV/AIDS in the World of Work and Care Economy, ILO Jakarta ini menegaskan kembali bahwa cuti maternitas ini sudah termasuk dengan aktivitas menyusui.

"Jadi, aspek-aspek yang berhubungan dengan layanan reproduksi dan membuat ibu tetap bisa produktif, sehingga misalnya, salah satu diantaranya ketika dia sedang menyusui, pastinya dia akan membutuhkan ASI yang terus didapat dalam kurun waktu tertentu," terang Early.

"Seharusnya, perusahaan yang memiliki pekerja yang sedang menyusui itu harus mendukung, supaya selain bisa konsentrasi kerja, dia juga bisa konsentrasi melakukan tugas perawatan. Salah satu diantaranya tugas terkait dengan reproduksi dia, dimana saat ibu harus menyusui," katanya menegaskan.

Oleh karena itu, lanjutnya, perusahaan perlu menyediakan waktu sekaligus tempat beristirahat untuk ibu pekerja yang menyusui.

Tujuannya agar, ibu-ibu pekerja tersebut bisa mengeluarkan ASI dalam waktu tertentu dengan nyaman.

Meski begitu, apakah sudah ada kebijakan perusahaan di Indonesia terhadap hak ibu pekerja yang menyusui?

Hak Menyusui bagi Ibu Pekerja di Indonesia

Menurut Early, pemerintah Indonesia sebenarnya telah menetapkan kebijakan untuk memiliki pojok laktasi atau layanan Keluarga Berencana (KB).

"Sudah ada ya kebijakannya untuk mengimbau perusahaan-perusahaan untuk memiliki pojok laktasi, daycare, atau layanan Keluarga Berencana," sebutnya.

Baca Juga: Tidak Perlu Pilih Salah Satu, 57% Orang Indonesia Sangat Yakin Ibu Bisa Sukses Menyusui Sambil Bekerja

Namun sayangnya, lanjut Early, untuk implementasi maupun monitoring terkait kebijakan ini masih menjadi tantangan di Indonesia.

"Karena di Indonesia, perusahaan-perusahaannya memiliki skala yang beragam. Ada perusahaan yang sangat besar (multinasional, internasional), ada yang menengah, ada yang kecil," ungkapnya.

"Artinya, biasanya pojok laktasi atau kebijakan tersebut dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang besar dan didominasi oleh (pekerja) perempuan. Namun, pada perusahaan yang menengah atau kecil, tentunya (implementasi kebijakan ini) tidaklah mudah," katanya menjelaskan.

Early kemudian menjelaskan bahwa tidak mudah bagi kedua jenis perusahaan tersebut untuk menyediakan ruang khusus untuk menyusui, daycare, atau layanan lain untuk mendukung kesejahteraan keluarga.

"Tidak mudah bagi mereka untuk harus punya ruangan khusus untuk memenuhi kebijakan tersebut," ujarnya.

"Jadi, yang paling penting sih secara kebijakan sudah ada. Tinggal sekarang bagaimana memastikan kebijakan tersebut bisa diterapkan, terutama pada perusahaan yang didominasi perempuan ya," katanya berpesan.

Faktor Penyebab Perusahaan Belum Menerapkan Kebijakan bagi Ibu Pekerja yang Menyusui

Early menjabarkan beberapa faktor yang membuat banyak perusahaan belum menerapkan kebijakan bagi ibu pekerja yang menyusui. Berikut penjabaran lengkapnya.

1. Ibu Menyusui Dianggap Tidak Produktif

Faktor penyebab yang pertama adalah adanya anggapan dimana ibu pekerja yang menyusui itu tidak bisa fokus pada pekerjaan utamanya.

"Seringkali masih ada gambaran-gambaran yang mana wanita dalam masa reproduksi itu dianggap tidak produktif. Katanya, jadi enggak konsentrasi, enggak fokus, dan lain sebagainya," ungkap Early.

"Padahal, kalau misalkan perusahaan peduli dengan yang kita sebut tentang kebijakan dan pelayanan perawatan (pengasuhan) dari masa kehamilan hingga memiliki anak usia balita, perusahaan akan melihat bahwa penting untuk tetap memastikan produktivitas pekerja dengan tanggung jawab keluarga," katanya menjelaskan.

Selain dengan tanggung jawab keluarga, lanjutnya, perempuan pekerja khususnya juga memiliki tanggung jawab secara reproduksi untuk menjaga motivasi dan moralnya agar tetap bisa bekerja sekaligus menyusui secara seimbang juga optimal.

Baca Juga: Serba-serba MengASIhi, Para Ibu Pekerja Tetap Bisa Berikan ASI Ekslusif Secara Optimal, Asal Ikuti Saran yang Diberikan Oleh Dokter Ini

Sehingga, Early menyarankan perusahaan-perusahaan untuk menyediakan waktu istirahat bagi ibu pekerja menyusui agar tujuan tersebut tercapai.

2. Pojok Laktasi Dianggap Membuang Biaya

Faktor penyebab berikutnya adalah, adanya pojok laktasi ternyata dianggap membuang biaya perusahaan itu sendiri.

"Padahal, menyediakan pojok laktasi bukan dianggap sebagai mengeluarkan biaya. Melainkan, sebagai investasi yang bisa menjaga produktivitas dan motivasi bagi ibu pekerja," kata Early dengan tegas.

"Karena, salah satu komponen produktivitas itu harus ada motivasi ya. Nah, motivasi ini kan berhubungan dengan bagaimana si ibu pekerja ini bisa melakukan tugasnya secara optimal meski sedang menyusui bayinya," katanya menerangkan.

Maka dari itu, Early menegaskan kepada banyak perusahaan di Indonesia untuk tidak melihat kebijakan memiliki pojok laktasi sebagai stereotip negatif, melainkan sebagai bentuk dukungan dari perusahaan tersebut.

Tujuannya, agar ibu pekerja tersebut tetap bisa produktif meski memiliki tanggung jawab untuk menyusui anaknya.

3. Ketidakmampuan Perusahaan Memenuhi Hak Menyusui

Faktor berikutnya menurut Early adalah tidak mudahnya bagi setiap perusahaan untuk memenuhi hak ibu pekerja yang menyusui.

Khususnya, bagi perusahaan skala kecil dan menengah di Indonesia.

"Sangat wajar apabila perusahaan-perusaahan yang mikro atau yang menengah, karena mereka sedang mengatur cashflow perusahaan agar tetap stabil, tetapi di satu sisi memang harus menerapkan kebijakan (ibu menyusui) tersebut," katanya menjelaskan.

Sehingga, kebijakan inilah yang menjadi pertimbangan berat pada kedua jenis perusahaan tersebut.

Oleh karena itu, Early mendorong banyak perusahaan di suatu gedung atau kawasan untuk sama-sama membuat ruang khusus yang bisa digunakan untuk mendukung kesejahteraan keluarga masing-masing pekerjanya.

Baca Juga: Banyak Ibu Pekerja yang Lebih Memilih Untuk Menggunakan Susu Formula Dibandingkan ASI, Begini Tanggapan dari Kementerian PPPA

Mulai dari menyediakan pojok laktasi, daycare, hingga layanan keluarga lainnya yang mampu menyejahterakan keluarga masing-masing pekerja.

"Jadi, enggak harus setiap perusahaan memiliki pojok laktasi ya," ucap Early.

"Kecuali perusahaan besar, karena pastinya jumlah pekerjanya sudah banyak dan kawasannya juga sudah sendiri," tambahnya.

4. Kurangnya Komunikasi dengan Pihak Manajemen Perusahaan

Faktor penyebab yang terakhir ini juga perlu diperhatikan menurut Early.

"Menurut aku, memang isu perawatan (pengasuhan) ini sebenarnya perlu disuarakan dan menjadi bahan diskusi antara Serikat Pekerja dengan manajemennya.

Ada dialog sosial, terutama di perusahaan yang didominasi pekerja perempuan," tutur Early.

Jadi tak heran, meski sudah ada kebijakannya di Indonesia, ternyata tak sedikit perusahaan yang mengimplementasikan kebijakan bagi ibu pekerja yang menyusui ini.

Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya, ada beragam faktor yang bisa menyebabkan permasalahan ini di Indonesia.

Maka dari itulah, sangat penting bagi banyak perusahaan untuk mengakui hak menyusui bagi ibu pekerja.

Jika Moms masih penasaran bagaimana pengimplementasian kebijakan menyusui di perusahaan Indonesia, bisa langsung kunjungi https://www.ilo.org/globalcare/.

Semoga artikel diatas bermanfaat ya, Moms.

Baca Juga: Kapan Waktu yang Ideal untuk Menyusui? Ternyata Tidak Boleh Sembarangan, Moms!