Alasan Mengapa Stunting Lebih Banyak Terjadi di Negara Berkembang dan Negara Kurang Maju

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Sabtu, 14 September 2024 | 19:30 WIB
Penyebab angka stunting tinggi di negara berkembang dan kurang maju (Freepik.com/jcomp)

Nakita.id - Stunting, kondisi di mana anak mengalami pertumbuhan tinggi badan yang terhambat akibat malnutrisi kronis dan faktor lainnya, merupakan masalah serius di banyak negara berkembang.

Di sisi lain, prevalensi stunting di negara maju jauh lebih rendah.

Lalu, mengapa stunting lebih banyak terjadi di negara berkembang dan bukan di negara maju?

Berikut beberapa faktor yang menjadi penyebab utama, melansir dari berbagai sumber.

Penyebab Stunting Terjadi di Negara Berkembang dan Kurang Maju

1. Akses terhadap Gizi dan Pangan yang Kurang Memadai

Salah satu alasan utama stunting lebih banyak terjadi di negara berkembang adalah akses yang terbatas terhadap makanan bergizi.

Di negara berkembang, banyak keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga tidak mampu menyediakan makanan yang kaya akan nutrisi bagi anak-anak mereka.

Gizi yang tidak memadai, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan (mulai dari kehamilan hingga usia dua tahun), menyebabkan anak-anak tidak mendapatkan asupan yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal.

Sebaliknya, di negara maju, akses terhadap pangan yang berkualitas lebih merata.

Sistem distribusi pangan lebih baik, dan penduduk memiliki kemampuan ekonomi yang lebih tinggi untuk membeli makanan bergizi.

Selain itu, negara maju juga memiliki program bantuan sosial yang lebih efektif untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah agar tetap bisa mendapatkan asupan gizi yang baik.

2. Kualitas Pelayanan Kesehatan yang Berbeda

Negara berkembang sering kali menghadapi keterbatasan dalam pelayanan kesehatan, baik dari segi akses, tenaga medis, maupun infrastruktur.

Baca Juga: Jangan Diabaikan, Inilah Alasan Mengapa Stunting Harus Ditangani dengan Cepat

Banyak ibu hamil dan anak-anak di negara berkembang tidak mendapatkan perawatan prenatal dan postnatal yang memadai, yang penting untuk mencegah stunting.

Selain itu, penyakit infeksi seperti diare, malaria, dan pneumonia, yang sering terjadi di negara berkembang, memperburuk kondisi malnutrisi dan meningkatkan risiko stunting.

Sebaliknya, di negara maju, akses ke fasilitas kesehatan yang baik lebih terjamin.

Layanan kesehatan seperti pemeriksaan rutin ibu hamil, imunisasi anak, serta penanganan cepat terhadap penyakit infeksi membuat angka stunting lebih rendah.

3. Sanitasi dan Kebersihan yang Buruk

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya angka stunting di negara berkembang adalah sanitasi yang buruk.

Akses terbatas ke air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak meningkatkan risiko penyakit infeksi, seperti diare, yang dapat menghambat penyerapan nutrisi penting oleh tubuh.

Anak-anak yang sering sakit akibat lingkungan yang tidak higienis cenderung lebih rentan terhadap stunting.

Di negara maju, infrastruktur sanitasi dan air bersih sudah jauh lebih baik, sehingga risiko penyakit akibat sanitasi buruk sangat rendah.

Ini berkontribusi pada pertumbuhan anak yang lebih sehat dan menurunkan risiko stunting.

4. Pendidikan dan Pengetahuan Gizi yang Kurang

Di banyak negara berkembang, tingkat pendidikan masyarakat, khususnya perempuan, cenderung lebih rendah.

Hal ini berdampak pada pengetahuan yang kurang tentang pentingnya gizi selama kehamilan dan masa pertumbuhan anak.

Baca Juga: Stunting yang Membahayakan: Apa dan Mengapa Harus Diwaspadai?

Banyak ibu yang tidak mengetahui pentingnya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama, pentingnya makanan pendamping ASI yang seimbang, dan cara mencegah penyakit yang bisa mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Di negara maju, pendidikan dan penyuluhan gizi bagi ibu hamil dan keluarga lebih merata, serta ada akses informasi yang lebih baik mengenai pola makan yang sehat untuk anak-anak.

Selain itu, ada program-program pemerintah dan lembaga non-profit yang aktif memberikan informasi dan dukungan seputar kesehatan anak.

5. Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial

Kemiskinan dan ketimpangan sosial merupakan akar dari banyak masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk stunting.

Keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan sering kali tidak mampu memberikan makanan bergizi, akses kesehatan, atau lingkungan yang bersih bagi anak-anak mereka.

Kemiskinan juga memengaruhi kondisi psikososial anak, yang bisa memperburuk perkembangan fisik dan mental mereka.

Negara maju umumnya memiliki tingkat kemiskinan yang lebih rendah dan kebijakan kesejahteraan sosial yang lebih baik.

Program-program dukungan keluarga, tunjangan anak, dan akses gratis ke layanan kesehatan memastikan bahwa anak-anak dari semua lapisan masyarakat tetap mendapatkan nutrisi dan perawatan kesehatan yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal.

6. Kondisi Lingkungan dan Pekerjaan

Negara berkembang sering kali menghadapi masalah lingkungan seperti polusi, perubahan iklim, atau kondisi kerja yang tidak layak, yang juga dapat memengaruhi kesehatan masyarakat, termasuk anak-anak.

Beberapa negara berkembang masih banyak yang bergantung pada sektor pertanian dan pekerjaan kasar dengan tingkat pendapatan rendah, yang membuat mereka sulit meningkatkan taraf hidup dan kesehatan.

Di negara maju, standar lingkungan dan kondisi pekerjaan umumnya lebih baik, dengan pengawasan yang ketat dari pemerintah serta kesadaran masyarakat yang lebih tinggi tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

Baca Juga: Apakah Anak Stunting Bisa Terjadi karena Anak Susah Makan? Ini Penjelasannya

Hal ini memberikan kondisi yang lebih baik bagi anak-anak untuk tumbuh tanpa risiko malnutrisi dan masalah kesehatan lainnya.

Kesimpulan

Stunting lebih banyak terjadi di negara berkembang karena kombinasi dari berbagai faktor seperti akses terbatas terhadap makanan bergizi, sanitasi yang buruk, kualitas layanan kesehatan yang rendah, dan tingkat kemiskinan yang tinggi.

Sebaliknya, negara maju berhasil menekan angka stunting berkat sistem kesehatan yang lebih baik, akses pangan yang merata, serta kesadaran gizi yang lebih tinggi di kalangan masyarakat.

Untuk mengurangi angka stunting di negara berkembang, diperlukan upaya kolaboratif dari pemerintah, organisasi non-profit, dan masyarakat untuk meningkatkan akses terhadap gizi, pendidikan, serta layanan kesehatan.