Sebabkan Hubungan Orangtua dan Anak Tak Bisa Harmonis, Ini Ciri-ciri Toxic Parenting

By Diah Puspita Ningrum, Jumat, 20 September 2024 | 16:00 WIB
Ciri-ciri toxic parenting (Freepik)

Nakita.id - Tahukah Moms ciri-ciri toxic parenting? Pola asuh yang membuat hubungan orang tua dan anak menjadi tidak harmonis.

Hubungan antara orangtua dan anak adalah salah satu fondasi terpenting dalam perkembangan emosional dan psikologis seorang anak.

Ketika hubungan ini sehat, anak akan tumbuh dengan rasa percaya diri, kemampuan berempati, dan kemampuan untuk menghadapi tantangan hidup dengan baik.

Namun, tidak semua hubungan orangtua dan anak berjalan harmonis. Salah satu penyebab utama ketidakharmonisan adalah praktik toxic parenting atau pola asuh yang tidak sehat dan merusak.

Toxic parenting adalah pola asuh yang menciptakan lingkungan emosional yang tidak stabil bagi anak.

Pola ini bisa berdampak jangka panjang pada perkembangan psikologis anak dan hubungan antara anak dan orangtua.

Melansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah beberapa ciri-ciri toxic parenting yang bisa merusak keharmonisan hubungan orangtua dan anak:

Ciri-ciri Toxic Parenting

1. Mengabaikan Kebutuhan Emosional Anak

Orangtua yang terlibat dalam toxic parenting sering kali mengabaikan kebutuhan emosional anak.

Mereka cenderung lebih fokus pada kebutuhan materi atau akademis tanpa memperhatikan perasaan atau kebutuhan emosional anak.

Hal ini bisa terjadi ketika orangtua tidak memberikan perhatian, kasih sayang, atau pengakuan atas emosi anak.

Anak yang dibesarkan dalam lingkungan seperti ini sering merasa tidak diperhatikan dan kurang percaya diri.

 Baca Juga: Ingin Belajar Parenting Demi Mengasuh Cucunya, Nenek 69 Tahun Bangga Diwisuda

Mereka mungkin merasa bahwa apa pun yang mereka lakukan tidak cukup untuk mendapatkan perhatian atau kasih sayang dari orangtuanya, sehingga hubungan menjadi renggang dan tidak harmonis.

2. Mengkritik Berlebihan

Mengkritik anak secara berlebihan adalah salah satu ciri utama toxic parenting. Orangtua yang toxic sering kali menggunakan kata-kata yang merendahkan, menghakimi, atau bahkan menghina anak mereka.

Mereka mungkin menyampaikan kritik dengan cara yang tidak konstruktif, seperti memfokuskan pada kesalahan kecil atau membandingkan anak dengan orang lain secara negatif.

Kritik yang terus-menerus dan tidak proporsional ini dapat merusak rasa percaya diri anak dan membuat mereka merasa tidak pernah cukup baik di mata orangtua mereka.

Akibatnya, hubungan orangtua dan anak menjadi tidak harmonis karena anak merasa tidak dihargai dan selalu disalahkan.

3. Kontrol Berlebihan (Overcontrol)

Orangtua yang terlalu mengontrol setiap aspek kehidupan anak juga termasuk dalam kategori toxic parenting.

Mereka sering kali tidak memberikan ruang bagi anak untuk mengeksplorasi, membuat keputusan, atau belajar dari kesalahan mereka sendiri.

Orangtua semacam ini cenderung menetapkan aturan yang sangat ketat dan tidak fleksibel, serta mengendalikan semua pilihan anak, mulai dari hal kecil hingga hal besar.

Kontrol berlebihan ini bisa membuat anak merasa terjebak dan kehilangan kemandirian. Mereka tumbuh tanpa kemampuan untuk berpikir kritis atau membuat keputusan sendiri karena selalu dikendalikan oleh orangtua. Akibatnya, hubungan antara orangtua dan anak dipenuhi ketegangan dan konflik.

4. Memanipulasi Emosional (Emotional Manipulation)

Memanipulasi emosional adalah salah satu ciri toxic parenting yang paling berbahaya. Orangtua yang toxic sering kali menggunakan perasaan bersalah, ancaman, atau manipulasi emosional untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dari anak.

Mereka mungkin membuat anak merasa bersalah jika tidak mengikuti keinginan mereka atau menggunakan ketakutan anak sebagai alat kontrol.

Contoh dari manipulasi emosional adalah ketika orangtua mengatakan hal-hal seperti, "Kalau kamu tidak melakukan ini, berarti kamu tidak sayang sama ibu," atau, "Kalau kamu mengecewakan ayah, kamu akan membuat keluarga ini hancur."

Baca Juga: Mempersiapkan Masa Depan Anak, My Baby Momversity Berikan Edukasi Raising Future Ready Kids Bagi Orang Tua

Manipulasi semacam ini tidak hanya merusak hubungan orangtua dan anak, tetapi juga menciptakan trauma emosional yang mendalam pada anak.

5. Kurangnya Komunikasi yang Terbuka

Komunikasi adalah kunci dalam membangun hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak. Namun, dalam toxic parenting, komunikasi yang terbuka sering kali tidak ada.

Orangtua mungkin tidak mau mendengarkan pendapat atau perasaan anak dan lebih sering mendikte atau memaksakan kehendak mereka.

Selain itu, mereka mungkin enggan untuk berkompromi atau berdiskusi dengan anak mengenai keputusan penting.

Kurangnya komunikasi yang sehat ini menyebabkan anak merasa diabaikan dan tidak dihargai.

Anak mungkin merasa tidak punya suara dalam keluarga, yang akhirnya memperburuk hubungan dengan orangtua dan menyebabkan jarak emosional yang semakin besar.

6. Tidak Mengakui Kesalahan

Salah satu karakteristik toxic parenting adalah ketidakmampuan orangtua untuk mengakui kesalahan mereka.

Mereka cenderung merasa bahwa mereka selalu benar dan enggan meminta maaf, bahkan ketika mereka jelas-jelas salah.

Ini menciptakan dinamika yang tidak sehat, di mana anak merasa tidak bisa berbicara atau mengungkapkan perasaan mereka karena orangtua tidak akan menerima masukan atau kritik dari anak.

Ketidakmampuan untuk mengakui kesalahan juga mengajarkan anak bahwa meminta maaf atau mengambil tanggung jawab atas kesalahan bukanlah hal yang penting.

Ini bisa berdampak negatif pada perkembangan moral anak dan membuat hubungan orangtua-anak semakin tidak harmonis.

Baca Juga: Daycare Depok Aniaya Balita, Pemilik Diduga Influencer Inisial MI

7. Ekspektasi yang Tidak Realistis

Orangtua yang toxic sering kali memiliki ekspektasi yang terlalu tinggi dan tidak realistis terhadap anak.

Mereka mungkin menuntut anak untuk selalu sempurna dalam akademis, olahraga, atau aspek lain dalam hidup tanpa memperhatikan kemampuan dan minat anak.

Jika anak gagal memenuhi ekspektasi tersebut, orangtua akan merasa kecewa dan marah, yang kemudian disalurkan dalam bentuk kritik atau hukuman.

Ekspektasi yang tidak realistis ini menimbulkan tekanan yang luar biasa pada anak dan dapat menyebabkan masalah mental, seperti stres, kecemasan, dan depresi.

Selain itu, anak juga akan merasa bahwa hubungan dengan orangtua didasarkan pada pencapaian mereka, bukan kasih sayang dan pengertian.

Toxic parenting bisa merusak hubungan antara orangtua dan anak dalam jangka panjang.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini mungkin merasa tidak dihargai, tidak dicintai, dan terjebak dalam pola hubungan yang tidak sehat.

Penting bagi orangtua untuk menyadari tanda-tanda toxic parenting ini dan mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki pola asuh agar hubungan dengan anak bisa lebih harmonis dan mendukung perkembangan emosional anak secara positif.

Dengan komunikasi yang terbuka, pengakuan kesalahan, dan penghargaan atas perasaan anak, hubungan orangtua dan anak bisa tumbuh dengan sehat dan kuat.