Mengenal Periode Kritis Bahasa Pada Anak Usia 1-3 Tahun

By Ipoel , Selasa, 19 Maret 2013 | 05:00 WIB
Kenali periode kritis bahasa pada anak yang terutama berlangsung pada usia 1-3 tahun. (Pixabay)

Nakita.id - Seperti halnya perkembangan yang lain, perkembangan bahasa juga mengalami milestone, yakni tahapan yang mencatat perkembangan luar biasa.

Perkembangan luar biasa ini terjadi pada periode golden years lima tahun pertama masa kanak-kanak, terutama di usia 1-3 tahun.

Salah satu alasannya adalah karena masa ini juga merupakan periode brain growth spurt kedua atau perkembangan otak yang pesat.

Periode pacu tumbuh otak yang pertama terjadi selama bayi dalam kandungan, sedangkan yang kedua terjadi setelah si kecil lahir hingga ia berusia 36 bulan.

Otak merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai pusat kontrol dan kendali atas semua sistem di dalam tubuh.

Saat inilah, kesiapan berbicara dan kemampuan berbahasa juga berkembang pesat.

Meski demikian, seperti juga perkembangan lainnya, ada catatan bahwa perkembangan bahasa tidak persis sama pada setiap anak.

Di luar dukungan gizi yang tepat, faktor-faktor lain turut memengaruhi.

Pertama, faktor genetik.

Jika dahulu salah satu atau kedua orangtua ataupun kakek nenek mengalami keterlambatan perkembangan bahasa, keterlambatan anak biasanya terkait pula dengan riwayat tersebut. 

Kedua, faktor kesiapan secara fisik motorik dan juga kognitif.

Agar mampu berbahasa dibutuhkan kesiapan organ wicara dan juga perkembangan kognitif sesuai tahapan usia.

Faktor-faktor tadi memengaruhi critical period atau periode kritis yang perlu dicapai seorang anak dalam berbahasa.

Masa kritis menunjukkan bagaimana perkembangan dan kemampuan berbahasa di periode batita, apakah mengalami keterlambatan atau tidak.

Bila periode kritis menunjukkan si batita mencatat perkembangan wajar, berarti kemampuan bahasanya baik.

Namun bila bermasalah, berarti orangtua perlu menelaah lebih lanjut.

Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan bahasa anak batitanya, orangtua perlu mengetahui seperti apakah tahapannya di usia batita.

Proses perkembangan bahasa seorang anak sebetulnya sudah dimulai sejak usia bayi mengekspresikan diri dengan menangis.

Perkembangan bahasa anak berawal dengan fase reseptif atau anak hanya menyerap semua informasi yang masuk.

Karena didengar berulang-ulang, bayi dapat melakukan asosiasi antara satu kata dengan objek atau hal yang dimaksud.

Di usia 3 bulan bayi mulai mengeluarkan suara (cooing), seperti, “Oooo...aaaaaa.” Lalu di usia 6-10 bulan dimulailah masa babbling dengan mengeluarkan  bunyi yang diawali konsonan seperti, “Beu-beu-beu-beu.”

Usia 9 bulan, bayi mulai menggunakan gesture dalam pernyataannya, seperti mengulurkan dan melambaikan tangan, ataupun menarik-narik sesuatu.

Di usia 10-18 bulan, anak sudah bisa melabel suatu benda dengan mulai membunyikan satu kata yang dimengertinya dan menunjuk objek yang dimaksud.

Ketika organ bicaranya sudah matang, barulah anak bisa menirukan dan tampak seperti baru bisa mengungkapkan bahasanya.

Contoh, anak menyebut “bil” sambil menunjukkan mainan mobil-mobilan.

Meski tidak sempurna, ia berarti sudah dapat mengucapkan kata tersebut dan memahami artinya.

Kata pertama yang diucapkan anak tentunya berbeda, bergantung pada stimulasi yang diterimanya.

Semakin usianya bertambah, semakin banyak yang dipelajari anak karena eksplorasinya juga semakin luas dan beragam.

Di usia 16-24 bulan, kosakatanya berkembang pesat dari sekitar 50 kata melonjak hingga 400 kata per harinya.

Hal ini disebut dengan naming explotion.

Semua ini mungkin terjadi karena anak sebelumnya menerima bahasa reseptif dan sudah memiliki informasi tersebut dalam memorinya.

Ketika secara kognitif dan alat wicaranya mengalami kematangan, barulah kosakata tersebut diekspresikannya.

Pada usia batita pula sering kali ditemui “kesalahan” berupa overextended cover extention dalam bahasa anak.

Contohnya, karena ia pernah mendapat informasi bahwa hewan yang bisa terbang disebut burung, lantas kupu-kupu pun ia sebut burung karena bisa terbang.  

Di usia 24 bulan ke atas, anak mulai dapat membuat kalimat yang terdiri atas dua kata meski dengan tata bahasa yang belum beraturan. Contoh, “Adek bobok” atau “Mama makan.”

Di usia 36 bulan atau 3 tahunan, perkembangan bahasa anak meningkat dengan kemampuan membuat kalimat lengkap yang mengandung unsur subjek, predikat, objek/keterangan meski terkadang belum lengkap seperti, “Tulis tulis kertas.”

Perkembangan bahasa di usia ini tampak signifikan dengan semakin banyaknya kosakata yang dikuasai dan keluwesan anak berbicara.

Biasanya anak baru bisa merangkai kata dengan baik di atas 3 tahunan.

Demikianlah orangtua harus mengenali periode kritis bahasa pada anak yang terutama terjadi pada usia 1-3 tahun.