Ini Risiko Kesehatan Jika Anak Di Atas 1 Tahun Masih 'Ngempeng'

By Gisela Niken, Senin, 21 Mei 2018 | 10:49 WIB
Yang terjadi jika anak masih ngempeng (Weekend Images Inc.)

Nakita.id -  Ngempeng berawal dari kebiasaan sejak bayi yang terus dibawa hingga besar, mengingat refleks yang muncul di awal kehidupan bayi adalah refleks mengisap.

Entah mengisap ASI maupun mengisap susu dari botol. “Saat menyusu, bayi merasa nyaman karena berada dekat dada ibunya.

Dekat dengan bunyi detak jantung ibunya yang selalu didengarnya saat ia masih berada di kandungan.

Nah, detak jantung ini membuatnya nyaman,” tulis Howard.

BACA JUGA: Biasa Ngempeng, Bayi Jadi Sulit Berinteraksi?

Setelah anak berhenti menyusu dari ibunya, rasa nyaman itu akhirnya disubstansikan dengan cara mengisap.

Entah mengisap jempol, dot kosong, ujung selimut atau bantalnya. Selain itu, ngempeng juga berawal dari kebiasaan memasukkan semua benda ke dalam mulut ketika bayi berusia 7 atau 8 bulan.

Sekali lagi, ngempeng, menurut Howard, masih bisa dikatakan wajar sepanjang anak berusia di bawah 1 tahun.

Karena seusia ini ia memang masih menyusu botol atau ASI.

Kalaupun di siang hari ia sudah mulai dilatih minum susu dari gelas, tapi malam hari tetap saja harus menyusu dari botol.

Kendati wajar, Howard mengingatkan, tak ada salahnya bila orangtua berhati-hati, jangan sampai kebiasaan itu berlanjut hingga si anak besar nanti.

Soalnya tak jarang ada orangtua yang mendorong kebiasaan ini.

Misalnya, agar anaknya tidak menangis, maka mulutnya dijejali dengan empeng atau dot kosong.

Lama-lama ini akan jadi kebiasaan. Karena itu Howard menganjurkan, sebaiknya ngempeng sudah benar-benar dihentikan kala si kecil menginjak usia 2 tahun.

BACA JUGA: Menantu Hatta Rajasa Meninggal Karena Kanker Kulit, Ternyata Gaya Hidup Seperti Ini Pemicunya!

Pada umur ini,anak seharusnya sudah mulai banyak bermain di luar lingkungan rumah.

Nah, jika ia masih terus ngempeng, maka perilakunya ini bisa mengganggu perkembangansosialnya. Ia diejek oleh teman, umpamanya.

Melepas empeng juga menghindari si kecil dari risiko terkena infeksi telinga.

Satu studi menunjukkan anak-anak yang menggunakan empeng, peluangnya terkena infeksi telinga bagian tengah 33% lebih besar daripada yang tidak menggunakan empeng.

Si batita juga berpotensi terhambat masalah wicara dan bahasanya gara-gara empeng.

“Alasannya, saat mengemut empeng, mulut anak terkunci dalam posisi yang tidak alami, membuatnya lebih sulit untuk mengembangkan otot lidah dan bibirnya secara normal,” ujar Patricia McAller Hamaguchi, ahli patologi wicara dan penulis buku Childhood, Speech, Language, and Listening Problems: What Every Parent Should Know.

Jadi, jika si kecil baru saja belajar berbicara, empeng akan membatasi kesempatannya untuk berbicara, menyimpangkan artikulasinya, dan menyebabkan lidahnya rata secara tidak alami.

Di sejumlah kasus, seringnya penggunaan empeng dapat menyebabkan lidah terdorong ke depan di antara gigi yang akan membuat pertumbuhan gigi anak menjadi bermasalah.Patricia menemukan bahwa ngempeng biasanya lebih sering terjadi pada anak pendiam dan pemalu.

“Anak-anak yang aktif dan periang ini biasanya juga punya banyak kegiatan, sehingga tak sempat lagi untuk mengisap jempolnya atau benda-bendalain,” tulisnya.

Jadi, kebiasaan ngempeng yang masih berlanjut muncul, karena anak kurang percayadiri, merasa tak aman, atau kurang diperhatikan orangtuanya.

BACA JUGA: Pelajaran dari Musibah Dialami Cucu Aa Gym, Ternyata Pencegahan SIDS Mudah!

“Ada sesuatu yang tidak mengenakkan dirinya, sehingga ia mencari perasaan aman lewatcara mengisap jempolnya, memilin-milin selimut, mengisap ujung bantal, atau mendekap bonekanya.”

Kendati begitu, rasa aman seorang anak biasanya lebih terkait dengan perasaan dicintai dan disayangi.

Makanya Patricia meminta agar orangtua jangan terlalu pelit mengungkapkan rasa sayangnya.

Bisa dengan ungkapan verbal atau kata-kata maupun dalam bentuk tindakan seperti belaian, pelukan atau ciuman.

“Jadi, anak merasa dilindungi, dipenuhi kebutuhannya secara psikis, dan tak perlu ada yangditakutkannya.”

Anak pun tak merasa perlu untuk mencari “pegangan” dari benda-benda lain.