9 Cara Menghadapi Anak yang Suka Berbohong Fantasi

By Ipoel , Selasa, 19 Maret 2013 | 07:00 WIB
Atasi Bohong Fantasi (Ipoel )

Nakita.id - Di usia prasekolah tumbuh dorongan untuk bercerita yang hebat-hebat.

Ada perasaan tak mau kalah yang kental hingga mereka lantas membual.

Istilah yang tepat untuk menyebut tahapan perkembangan ini adalah bohong fantasi.

Artinya anak mengatakan hal yang tidak sebenarnya dengan cenderung berkhayal atau berfantasi.

Meskipun bohong fantasi ini akan hilang dengan sendirinya, orangtua perlu menyikapi dengan tepat “bualan” buah hatinya.

Berikut tip yang bisa dilakukan:

1. Tidak memarahi anak ataupun menyanggah perkataannya

Dimarahi dan disanggah membuat anak merasa dirinya selalu bersalah. “Enggak boleh ya kamu bohong seperti itu! Bohong itu dosa!”

Apalagi bila orangtua mengatakan anaknya pembohong, bisa-bisa ia berpikir dirinya memang pembohong.

Konsep dirinya akan seketika runtuh dan membuat kepercayaan dirinya hilang.

2. Beri penjelasan logis

Dalam melarang suatu perbuatan hendaknya sertai dengan penjelasan logis atau bisa dipahami oleh akal anak, mengapa anak harus mengatakan sesuatu yang sebenarnya.

Tidak bisa orangtua menjelaskan dengan alasan nanti dosa kalau berbohong, misalnya.

Perkembangan kemampuan berpikir si prasekolah belum dapat mencapai konsep yang abstrak tersebut.

Kalaupun anak mengubah sikapnya, itu karena semata-mata ia merasa takut tanpa tahu mengapa harus berhenti berbohong.

3. Pahami tahap perkembangan anak

Untuk memahaminya, amati pola komunikasi anak dengan orangtua dan juga teman sebayanya.

Dari situ, sesuaikan bahasa yang digunakan orangtua dengan tingkat kematangan berpikir anak untuk menyikapi bohong fantasi ini.

4. Konfirmasikan isi percakapan anak dengan realitas sesungguhnya

Tujuannya untuk menunjukkan pada anak bahwa apa yang dikatakannya ternyata berbeda dari kenyataan.

Dari situ anak bisa belajar bahwa untuk dapat dipercaya oleh orang lain, ia harus mengedepankan fakta dan realitas daripada hasil imajinasinya.

5. Beri tahu mana realitas, mana khayalan

Yakinkan pada anak akan kebenaran dari apa yang dilihatnya, sehingga anak tahu mana yang khayalan dan mana yang bukan.

Contoh, “Ibu tidak melihat ada sesuatu di kolong tempat tidur Adek. Jadi Adek enggak perlu takut. Mungkin Adek melihat monster di kolong tempat tidur itu dari film yang pernah Adek tonton.”

6. Galilah sebanyak mungkin informasi dari anak dan arahkan fantasinya

Ketika anak bercerita tentang temannya yang bisa terbang, tentu saja orangtua harus bisa mengarahkan imajinasi/fantasi anak tersebut dengan mengajaknya bicara.

Arahkan fantasi tersebut pada realitas yang sebenarnya.

Contoh, “Apa iya, temanmu bisa terbang seperti Superman? Kamu tahu cara terbangnya seperti apa? Soalnya, yang Ibu tahu untuk bisa terbang itu harus punya sayap. Manusia punya sayap tidak?”

7. Bantu anak menuangkan imajinasinya dengan positif

Contoh, si prasekolah bercerita kepada temannya bahwa ia pernah bermain di sebuah taman ajaib.

Ketika mendengar cerita seperti itu, ajak anak bicara setelah ia usai bermain dengan temannya.

Minta anak untuk menceritakan apa yang ada di dalam pikirannya tentang taman ajaib. “Eh, tadi kamu cerita sama temanmu tentang taman ajaib, ya. Seperti apa, sih Dek, taman ajaibnya? Coba, kamu gambarkan biar Ibu bisa membayangkannya. Kira-kira taman seperti itu sama enggak ya dengan taman yang ada di dekat rumah kita?”

Orangtua tetap mengajak anak untuk mengarahkan fantasinya menjadi hal yang positif.

Anak bisa menuangkan pikirannya lewat media gambar misalnya dan melihat pada realitas sesungguhnya secara lebih konkret.

8. Biasakan anak untuk bicara hal yang sebenarnya dan tunjukkan sikap seperti apa yang diharapkan darinya

Ketika orangtua mendengar si prasekolah melakukan bohong fantasi, selain mengarahkan fantasinya pada hal yang positif dan konkret, orangtua juga perlu mengarahkan sikap dan perilaku anak untuk mengatakan hal yang sebenarnya. 

Contoh, “Tadi Ibu dengar kamu cerita tentang tendangan jurus Karate Kid yang membuat temanmu sampai terlempar. Seperti apa sih, jurusnya? Pastinya temanmu kesakitan, dong? Ibu harap, sih, kamu tidak menendang temanmu. Apalagi kalau tendangannya sampai bikin temanmu terlempar. Lain kali tidak begitu lagi ya, Sayang.”

9. Hargai selalu usaha positif yang dilakukan anak

Caranya dengan memberikan pujian atau penghargaan dalam bentuk senyuman, acungan jempol, atau ucapan terima kasih agar anak merasa bangga dan berfokus pada perilaku yang diharapkan dan meninggalkan kebiasaan bohong fantasinyanya.