Penyebab dan Faktor Risiko Retensi Plasenta, Berbahaya bagi Calon Ibu

By Anisyah Kusumawati, Kamis, 14 Juni 2018 | 12:00 WIB
Waspadai retensi plasenta. (SolStock)

Nakita.id – Sudah pernah mendengar istilah retensi plasenta Moms?

Retensi plasenta terjadi ketika plasenta tetap berada dalam rahim dan tidak dilahirkan sendiri secara alami.

Parahnya, kondisi ini bisa menyebabkan kematian pada ibu yang melahirkan.

BACA  JUGA : Yuk Moms, Coba Buat Jus Jagung Susu Khas NTT untuk Balita Anda

Hal ini karena risiko pendarahan berat akan meningkat yang disebut sebagai primary postpartum haemorrhage (PPH).

Kondisi ini bisa terjadi saat pengeluaran plasenta memakan waktu lebih dari 30 menit.

Terdapat beberapa faktor yang bisa meningkatkan seorang perempuan mengalami retensi plasenta.

Inilah beberapa penyebabnya :

-Kehamilan yang terjadi pada wanita di atas usia 30

-Memiliki persalinan prematur yang terjadi sebelum minggu ke-34 kehamilan

-Mengalami bukaan pertama dan kedua yang sangat panjang

BACA  JUGA : Ini Cara Menjaga Tubuh Tetap Sehat Saat Lebaran Ala dr. Reisa

-Melahirkan bayi yang meninggal

Pada kondisi ini, seorang dokter mungkin mencoba mengeluarkan plasenta secara manual.

Namun hal ini rupanya membawa beberapa risiko infeksi.

Selain intervensi manual, ada juga yang menggunakan obat-obatan.

Zat dalam obat bisa membantu mengendurkan rahim untuk membuatnya berkontraksi sehingga dapat membantu mengeluarkan plasenta dari rahim.

BACA  JUGA : Jangan Sepelekan Rahim Turun, Gejalanya Kurang Terasa di Pagi Hari

Selain itu, menyusui dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi karena prosesnya menyebabkan rahim berkontraksi.

Kadang-kadang, sesuatu yang sederhana seperti buang air kecil cukup efektif untuk mengatasi kondisi ini.

Hal ini karena kandung kemih penuh bisa juga menghalangi plasenta dari rahim.