Ketidakpuasan Seksual Berujung Perceraian Hingga Pembunuhan Pasangan, Ini Ragam Fenomena Masalah Perceraian

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Minggu, 9 September 2018 | 16:11 WIB
ilustrasi pembunuhan (pixabay)

Nakita.id - “Aku ingin cerai!” Ucapan tersebut seolah petir yang menyambar dan membuat hati seolah dibumihanguskan.

Perceraian memang hal yang sangat dikhawatirkan bagi tiap pasangan.

Semua pernikahan pastinya diawali dengan niat dan juga tujuan yang baik, sehingga banyak kasus pernikahan tetap dipertahankan meski sudah berada di ujung tebing dan berisiko tinggi bila terus dipertahankan.

Sudah menjadi kewajiban bagi tiap pasangan untuk membina rumah tangga sebaik-baiknya, juga menjaga rumah tangganya tetap utuh dan tidak berakhir dengan sia-sia.

Tetapi ada pula yang menyerah dan bahkan memutuskan bercerai sesuai keputusan bersama.

Beragam alasan muncul, mulai dari ketidakcocokan dan lain sebagainya.

Tentu hal ini akan berdampak bila pasangan tersebut sudah memiliki anak.

Usia anak 0-2 tahun

Pada usia ini, tentu saja bayi tidak memiliki kesadaran yang nyata tentang perceraian.

Namun, pada usia ini anak membutuhkan kontak secara terus menerus dengan orangtuanya untuk membentuk kedekatan dan cinta yang mendasar.

Baca Juga : Menolak Diajak Menikah dan Selingkuh dengan Lelaki Lain, Seorang Perempuan Tewas Ditembak Kekasihnya

Kontak ini menjadi landasan bahwa anak merasa dicintai dan istimewa serta perasaan cinta anak kepada orang-orang disekitarnya.

Setelah perpisahan, salah satu dari orang tua tidak lagi berada di rumah dan kontak dengan anak pun tidak dapat dilakukan setiap hari.

Bila ini terjadi, anak akan kehilangan kasih sayang dan berdampak pada kepercayaan diri, konsep diri, dan lain-lainnya kelak. 

Alangkah baiknya bila tetap menjaga komunikasi dengan mantan dan membiarkannya ikut mendidik anak demi kepentingan dan kebaikan si kecil.

Usia anak 2-5 tahun

Anak pada usia ini sangat menyadari, ada perubahan besar yang terjadi saat perceraian berlangsung.

Salah satu orangtua tidak lagi tinggal di rumah dan tidak hadir sewaktu-waktu.

Anak usia ini memerhatikan bahkan merasakan kehilangan itu.

Isu perceraian utama adalah perubahan dan kehilangan.

Anak tidak suka kedua hal itu karena menakutkan.

Reaksi utama terhadap hilangnya kepercayaan diri mereka adalah dengan menarik diri.

Anak akan enggan mengambil risiko, memastikan diri tak ada lagi kehilangan berikutnya dan memerlukan waktu untuk membangun kepercayaan diri yang telah rusak.

Jika kepercayaan diri anak telah rusak, efeknya sangat fatal bagi dan berisiko merusak masa depannya. 

Anak mungkin akan terus bertanya mengapa salah satu orangtuanya tidak tinggal lagi bersamanya, hal ini karena yang mereka inginkan adalah agar segala sesuatu kembali ke kondisi semula.

Baca Juga : Tak Mau Diceraikan, Seorang Profesor Bunuh Istri dan Anak Demi Selingkuhannya

Sebaiknya pada usia ini, anak sudah diberi penjelasan mengenai apa yang sebenarnya terjadi agar perubahan kehidupan yang anak hadapi akan dijalani lebih mudah.

Yang lebih menyakitkan lagi, makin hari, makin marak kasus perceraian yang berakhir kematian.

Suami atau istri dengan tega membunuh pasangannya karena tak ingin diceraikan atau bila pasangannya justru meminta cerai.

Tentu hal ini ditengarai karena adanya komunikasi yang kurang baik dari kedua belah pihak.

Setiap keputusan, baik keputusan baik maupun buruk memang seharusnya dibicarakan dengan pasangan terlebih dahulu dengan sebaik-baiknya sebelum memutuskan untuk mengambil keputusan.

Ada baiknya bila dalam membina rumah tangga, setiap pasangan menghindari berbagai macam kesalahan atau meminimalisasi berbagai faktor yang memungkinkan pasangan menemui jurang perceraian agar tak terjadi kekerasan dan bahkan pembunuhan.

Sebenarnya pasangan yang memiliki keinginan untuk bercerai sudah bisa diprediksikan jauh-jauh hari.

Meskipun berbagai literatur menyebut bahwa perceraian merupakan objek sekaligus subjek yang sulit untuk dipelajari, kenyataannya banyak pasangan yang sudah memeprlihatkan berbagai indikasi perceraian, justru jauh sebelum ia merencanakan perceraian.

Suatu penelitian kompleks yang dikomandoi Prof. State Ball Justin Lehmiller di websitenya blog Sex & Psychology bisa dijadikan salah satu acuan.

Usia

Usia bisa jadi tolak ukur perceraian terjadi.

Semakin awal pasangan memutuskan untuk menikah, dalam arti mereka mengambil keputusan menikah terlalu singkat dan serba mendadak tanpa persiapan yang matang, semakin besar pula risiko pasangan tersebut menemui jurang perceraian.

Yang lebih mengkhawatirkan, adalah ketika pasangan menikah di usia yang masih terbilang muda, juga akan berpengaruh terhadap usia pernikahan mereka.

Baca Juga : Kartika Putri Dapat 'Peringatan' dari Warganet Tentang Habib Usman, Begini Jawaban Santainya

Demografi

Selain usia, demografi atau latar belakang juga jadi pemicu perpisahan pasangan.

Perempuan yang memiliki gelar sarjana memiliki 78 persen kemungkinan pernikahan yang akan lebih awet 20 tahun lebih lama, dibandingkan mereka yang tak bergelar sarjana.

Sementara itu, laki-laki tidak dinilai dari gelarnya, namun dari sisi religusnya. Banyak yang beranggapan bahwa menikah dengan pria religius memiliki kemungkinan perceraian kecil, kenyataannya masing-masing 65 persen dan 47 persen laki-laki justru memberi kesan religius tetapi tak ingin bertahan dalam suatu hubungan yang sulit.

Emosional

Kurangnya memahami dan mengontrol tingkat emosional menjadi salah satu alasan mengapa pasangan tak mau mempertahankan hubungan rumah tangganya.

Sifat emosional memang tak menguntungkan pihak mana pun.

Sifat tersebut dapat diujur dari seberapa sensitif seseorang menghadapi masalah dan ancaman yang mengancam dirinya.

Sehingga bukan menjadi hal yang tabu bila pasangan yang memiliki kecenderungan sifat emosional jauh lebih tidak bisa memepertahankan pernikahan dan memilih untuk berpisah.

Perselingkuhan

Masalah ini seolah tak pernah berhasil diselesaikan dan dipecahkan dengan jalan damai.

Menurut studi, 1.500 pasangan selingkuh akan mengulangi masalah tersebut, dan kemudian akan memutuskan berhenti membina rumah tangga karena selalu merasa tak cocok dengan pasangan sendiri.

Perselingkuhan menjadi satu-satunya alasan pasangan tak lagi ingin mempertahankan hubungan rumah tangga karena tak mau dicurangi terus-menerus.

Terlebih lagi, bila perselingkuhan tersebut justru makin bertumbuh subur benih cintanya, sudah dipastikan, jurang perceraian tinggal satu jengkal di depan mata.

Meski berusaha dipertahankan, nyatanya perselingkuhan memang tak selalu menguntungkan untuk membuat pasangan suami-istri tetap bertahan di jalur pernikahannya.

Berdasarkan berbagai faktor perceraian tersebut, akan muncul garis lurus menjadi faktor pembunuhan.

Baca Juga : Begini Jawaban Raffi Ahmad Saat Diajak Nagita Slavina Program Hamil Bayi Kembar

Bukan tak mungkin, pasangan memutuskan perceraian di kedua belah pihak.

Banyak kasus perceraian yang tak disetujui salah satu pihak sehingga menimbulkan pertengkaran dan cekcok yang makin menambah panjang permasalahan.

Bahkan belakangan ini, makin marak peristiwa kekerasan bahkan banyak pula yang sampai sampai hati melakukan perceraian, hanya karena pasangannya meminta bercerai, atau sebaliknya, pasangannya tak ingin diceraikan.

Berbagai fenomena berhasil dirangkum dan diambil garis lurus penyebab-penyebabnya.

Beberapa waktu lalu, seorang profesor di Malaysia secara tega membunuh istri dan anak sulungnya dengan cara menyimpan bola berisi gas monoksida di mobil yang dikendarai istrinya.

Alasannya sungguh membuat banyak orang gigit jari!

Profesor itu dengan tega membunuh istrinya lantaran permintaan cerainya ditolak.

Ia sengaja mengisi bola yoga dengan gas monoksida.

Bola yoga tersebut ia letakkan di bagian belakang mobil Mini Cooper berwarna kuning milik istrinya, Wong Siew-fung (47).

Menurut laporan awal, Khaw mengaku tidak mengetahui dan juga tidak mengaku merencanakan pembunuhan anak dan juga istrinya.

Tetapi, pemeriksaan postmortem membuktikan bahwa istri dan putri sulung Khan meninggal dunia akibat menghirup karbon monoksida.

Penyidikan lebih lanjut membuktikan bahwa terdapat bola yoga kempis di bagian belakang Mini Cooper kuning, di mana tempat Wong dan anak perempuannya ditemukan dalam keadaan tak bernyawa.

Kempesnya bola yoga ternyata sengaja dibuat bocor.

Atas penyidikan tersebut, Pengadilan Tinggi Hong Kong menyatakan Khaw sebagai tersangka.

Sengaja membunuh istri dan anaknya dengan cara mengisi gas monoksida di bola yoga yang sengaja dibocorkan.

Jaksa juga mengatakan hal tersebut ditengarai permasalahan rumah tangga.

Khaw berselingkuh dengan mahasiswinya yang telah ia kencani beberapa waktu terakhir, sehingga ia meminta cerai pada istrinya, namun sayang, permintaannya tak dikabulkan sehingga muncul otak jahat dan ia membunuh istrinya.

Baca Juga : Viral Lagu Lagi Syantik, Inilah Sosok Artis Tampan Pacar Siti Badriah

Dari fenomena tersebut, muncul dua poin alasan.

Pertama, sang suami meminta cerai tetapi tak dikabulkan oleh istrinya.

Dan kedua, permintaan cerainya dilandasi rasa tak cinta lagi, lantaran sang suami sudah melakukan hubungan gelap atau berselingkuh dengan salah seorang mahasiswinya, dan besar kemungkinan, ia akan menikahi mahasiswinya.

Selain kisah profesor di Malaysia, ada satu kisah yang datang jauh-jauh dari Arizona.

Seorang laki-laki bernama Chris Watts (33) terbukti menjadi tersangka pembunuhan istrinya.

Berita tentang Watts dan istrinya sempat jadi perbincangan internasional selama berhari-hari.

Awalnya, muncul berita bahwa seorang perempuan ditemukan oleh sang suami meninggal dunia di rumahnya.

Perempuan tersebut tengah hamil 15 minggu.

Di lokasi yang sama, ditemukan dua anak perempuan yang merupakan anak Watts.

Saat diselidiki makin rinci, ternyata pembunuh perempuan yang tengah hamil tersebut adalah suaminya.

Watts sengaja membunuh istrinya dengan dalih sang istri lebih dahulu mencekik kedua anaknya hingga kehilangan nyawa sehingga ia menghabisi nyawa istrinya.

Watts kemudian menyembunyikan mayat ketiga perempuan tercintanya di dekat tempat kerjanya dalam keadaan terpisah.

Shannan yang merupakan istri Watts serta dua anaknya Celeste (3) dan Bella (4) akhirnya ditemukan dalam keadaan terpisah.

Jenazah Shanann ditemukan dikubur di lubang dangkal dekat tangki minyak, dekat tempat bekerja Watts.

Sedangkan jenazah dua anaknya Celeste dan Bella ditemukan di dalam tangki minyak dekat makam ibunya.

Insiden tersebut terjadi lantaran terjadinya cek-cok dan pertengkaran yang saat pemeriksaan awal, penyebab pastinya tak dikatakan oleh Watts.

Lambat laun, terbukti bahwa ternyata Watts awalnya mengatakan bahwa ingin berpisah dengan istrinya karena ia sudah memiliki hubungan dengan perempuan lain.

Istrinya menolak, sehingga amarah Watts memuncak.

Setelah diselidiki, ternyata benar bahwa Watts terbukti berselingkuh dengan rekan kerjanya sendiri.

Dari kasus Watts, ditemukan lagi permasalahan yang sama dan tak terpisahkan. Yaitu perselingkuhan dan juga keinginan perceraian, sama seperti kasus yang menjerat profesor asal Malaysia, sebelumnya.

Baca Juga : Kejam! Tega Bunuh Pasangannya yang Sedang Hamil 3 Bulan, Alasannya Tidak Logis

Dan satu fenomena juga yang sempat ramai beberapa waktu belakangan ini terjadi di Australia.

Pengadilan Australia menghukum Dragi Maglovski (60) yang didakwa memukul dan kemudian membunuh istrinya, Rosa Maglovski (48).

Peristiwa yang terjadi tanggal 8 Oktober 2011 itu dilakukan dengan alasan si istri memprovokasi dengan cara minta bercerai.

Maglovski memukul istrinya itu pada tanggal 8 Oktober 2011, di rumah mereka di Hurtsville, 30 km dari Sydney, sebelum kemudian mengambil pisau dari dapur dan menikam istrinya beberapa kali.

Maglovski kemudian dengan tenang menelpon polisi dan mengatakan "Istri saya, saya telah membunuh dia."

Dalam persidangan sebelumnya, Maglovski mengatakan, perkawinan mereka memburuk selama sembilan bulan sebelumnya, dan istrinya ‘mengusir’ dia dari kamar tidur. Di hari kematiannya, sang istri mengatakan ingin bercerai, karena sudah tidak cinta lagi, dan sang suami juga ‘bau’ sebelum meludahi si suami.

"Ini artinya, si istri menyebut suaminya sebagai orang yang tidak berguna -hinaan keji," kata pengacara Maglovski, John Spencer, yang mengatakan kliennya seharusnya dinyatakan bersalah melakukan tindak pembunuhan (manslaughter) karena adanya provokasi.

Di kasus ketiga, mulai terjadi adanya perbedaan indikasi.

Yaitu pembunuh merupakan pihak yang diceriakan, dan juga adanya ketidakpuasan dalam hubungan intim suami-istri.

Lalu apa ada hubungan antara perceraian dan pembunuhan?

Meski terlalu kompleks untuk dihubungkan, dendam bisa menjadi salah satu faktor penting dari keputusan perceraian. Banyak pasangan yang ngotot bercerai, namun salah satu pihaknya menolak dan bersikeras untuk mempertahankan hubungan rumah tangganya.

Bukan tak mungkin, sisi emosional pasangan yang ingin bercerai tersebut memuncak, sehingga ia ingin segera keinginannya terealisasi dan emosinya memainkan peran tak manusiawi bahkan kadang tanpa adanya kendali.

Lalu apa yang memprakarsai perceraian yang berujung kematian atau pembunuhan?

Psikis

Dari berbagai kasus di atas, masalah psikis menjadi satu-satunya faktor paling menonjol.

Pelaku pembunuhan merasa bahwa keinginannya tak dikabulkan, atau pelaku pembunuhan mengaku bahwa ia merasa harga dirinya jatuh lantaran diceraikan.

Masalah psikis akan menjadi kasus yang tak akan pernah bisa dipecahkan, bila kedua belah pihak tak lagi memiliki kecocokan dalam membina rumah tangga.

Baca Juga : Harga BBM Dikabarkan Naik Malam Ini, Begini Penjelasan Rincinya!

Masalah psikis muncul dari adanya perselingkuhan.

Tentu kasus perselingkuhan yang sudah dibahas di atas sangat sulit dipecahkan dan diambil jalan damai.

Perceraianlah cara terbaik untuk menyikapinya, meski banyak kasus perselingkuhan juga berakhir dengan memperbaiki hubungan suami istri dengan memulai intensitas hubungan rumah tangga yang baru.

Ditambah adanya permintaan materi juga kebutuhan seksual yang tak terpenuhi, sehingga pasangan memutuskan untuk bercerai dan mencari kepuasan seksual yang baru menjadi satu kasus yang sangat sensitif untuk disinggung.

Melansir dari Bussines Insider, lebih dari 60 persen pasangan kurang bahagia memang berasal dari masalah finansial.

Sedangkan studi lain membuktikan bahwa adanya rasa kurang puas pada pasangan juga menjadi faktor penentu perceraian.

Dari kasus ini, International Journal of Emergency Mental Health and Human Resilience menemukan bahwa kasus tekanan psikis ini menjadi salah satu pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang bahkan berujung pembunuhan.

Bukan tidak mungkin bahwa rasa dendam dan ingin berkuasa di sini jadi pemicu pasangan melakukan KDRT dan pembunuhan.

Ditambah berbagai isu perceraian lain yang jadi bumbu terjadinya kasus pembunuhan.

Faktor psikis yang didukung adanya faktor situasional dan internal rumah tangga juga menyumbang reaksi emosi menambah keinginan melakukan kekerasan yang tak manusiawi.

Lingkungan sosial

Baca Juga : Suami Shezy Ingin Cerai Sejak Setahun Nikah, Fenomena 'Ganjil' Usia Pernikahan Rentan Perceraian

Lingkungan sosial juga menjadi faktor yang tak kalah mengerikan dari adanya pembunuhan yang berawal dari kasus perceraian.

Bila seseorang tinggal dan terbiasa dengan lingkungan yang memiliki perilaku dan mengambilan sikap yang baik, otomatis, akan mengalir di dirinya bagaimana penyelesaian masalah dengan cara sebaik-baiknya meski harus berpisah.

Muncul pula berbagai stigma bahwa keinginan bercerai didukung dengan adanya hubungan lingkungan sosial yang juga mendukung seseorang untuk bercerai.

Tekanan sosial di sini sangat penting pengaruhnya, lebih-lebih bila lingkungan sosial seolah menghalalkan perceraian dan tak menilik pihak yang bersalah.

Di sisi lain, lingkungan sosial positif juga tak selamanya baik.

Pasangan yang diceraikan atau korban perceraian bahkan pembunuhan bisa saja telah menyimpan duka dan sakit hatinya akibat perceraian yang dilayangkan pasangannya, tetapi mengingat lingkungan sosialnya tak pernah menghalalkan untuk bercerai, ia memilih bungkam dan menyimpan masalahnya baik-baik, sehingga terjadilah pertengkaran yang didukung ambisi pasangannya hingga terjadi KDRT bahkan pembunuhan.

Peran psikis dan sosial bagi pernikahan tak bisa dipisahkan.

Mereka akan turut mengikuti dan menggerogoti usia serta nasib pernikahan.

Sehingga ada baiknya, bila setiap pasangan tetap memiliki pendirian juga cara terbaik dalam berkomunikasi di rumah tangganya.