Makanan Transgenik, Untuk Hewan atau Manusia? Sehatkah Dikonsumsi?

By Gazali Solahuddin, Selasa, 18 September 2018 | 21:26 WIB
Kedelai dan olahannya, tempe, yang kita makan, bisa jadi hasil rekayasa genetika. (pixabay)

Baca Juga : Miris! Demi Selembar Pembalut, Siswi di Kenya Melakukan Hubungan Intim

Contohnya, ada bibit kedelai transgenik yang diperuntukkan untuk pakan ternak saja.

Bagaimana bila karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian bibit impor ini ditanam lalu hasilnya dikonsumsi oleh kita? Pangan hewan jelas tidak cocok bahkan berbahaya jika dimakan manusia.

Kekhawatiran lain adalah pangan hasil rekayasa genetika ini berisiko mengandung senyawa toksik (racun), alergen (pemicu alergi), dan telah mengalami perubahan nilai gizi.

Tak bisa dipungkiri, teknologi ini memang sempat menorehkan catatan buruk di Amerika.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Kebiasaan Orangtua Seperti Ini Membuat Anak Laki-laki Menjadi Feminin, Kisah Nyata!

Beredarnya suplemen kesehatan transgenik yang mengandung L-tryptophan pada tahun 1989 di negeri Paman Sam mengakibatkan 37 orang meninggal, 1.500 menderita cacat, dan 5.000 orang dirawat di rumah sakit akibat EMS (Eosinophilia-Myalgia Syndrome/sindrom dengan gejala nyeri otot yang parah dan disertai meningkatnya jumlah sel darah putih).

Dalam kasus ini, L-tryptophan dihasilkan dari fermentasi bakteri Bacillus amyloliquefaciens. Untuk meningkatkan produksi asam aminonya, perusahaan pembuatnya yaitu Showa Denko merekayasa gen bakteri Bacillus amyloliquefaciens tersebut.

Pada saat bersamaan perusahaan asal Jepang ini juga mengurangi penggunaan karbon aktif yang diperlukan untuk penyaringan.

Baca Juga : Ingin Pastikan Perempuan Puas dalam Bercinta? Hindari 2 Hal yang Jadi Momok Ini!

Ada ahli yang menyatakan, bakteri yang ditransfer mengalami reaksi sampingan, yaitu membentuk senyawa baru yang serupa dengan tryptophan tetapi dampaknya cukup mematikan bagi manusia.

Namun ada juga yang mengatakan EMS akibat tryptophan ini diakibatkan proses penyaringan yang tidak sempurna (akibat karbon aktif yang direduksi). Jadi bukan disebabkan penggunaan transgenik bakteri.

Terlepas mana pendapat yang benar, beberapa negara pada akhirnya begitu ketat menyaring produk transgenik melalui serangkaian pengujian.

Hasilnya, setiap produk yang dibuat dari bahan transgenik atau olahannya dan dijual ke pasaran, diberi label keterangan kandungan bahan transgenik tersebut.

Baca Juga : #LovingNotLabelling: Hati-hati, Memberikan Pujian Pada Anak Bisa Berbahaya Bila Dilakukan Dengan Cara Ini