BPJS Kesehatan Defisit, Sejumlah Ahli Ekonomi Kesehatan Ambil Langkah Ini

By Nia Lara Sari, Rabu, 31 Oktober 2018 | 14:26 WIB
BPJS Kesehatan Alami Defisit, Sejumlah Ahli Ekonomi Kesehatan Ambil Langkah Ini (KOMPAS.COM)

Nakita.id - Salah satu ukuran status kesehatan di Indonesia dapat kita lihat melalui angka rasio usia harapan hidup yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Di Indonesia usia harapan hidup dari 2012 (68,5 tahun) ke 2016 (69,1 tahun), meningkat sebesar 0,6 tahun.

Selain itu, data hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa angka kematian anak usia di bawah 5 tahun mengalami penurunan secara signifikan.

Baca Juga : Dampak Besar Sistem Baru Rujukan BPJS Berjenjang, Mempersulit Berbagai Pihak

Sedangkan, angka kematian neonatal dari 2003 ke 2017 juga mengalami penurunan.

Namun demikian, dampak negatif terhadap status kesehatan akibat penyakit tidak menular meningkat secara signifikan.

Lima besar Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia diperkirakan akan menghabiskan biaya sebesar $ 4,47 triliun (atau $ 17.863 per kapita) dari 2012 hingga 2030.

Salah satu kondisi yang menjadi perhatian penting dalam 4 tahun implementasi JKN adalah kasus pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) tahap akhir yang harus menjalani perawatan dialisis (cuci darah).

Biaya perawatan dialisis yang ditanggung oleh program JKN pada 2 tahun terakhir (2016 dan 2017) sekitar 3,9 Triliun, meningkat signifikan hingga 4,6 Triliun. Menempati posisi kedua dengan total biaya perawatan tertinggi.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah memberikan daya ungkit yang signifikan terhadap perluasan akses pelayanan kesehatan.

Acara pertemuan ilmiah InaHEA di Jakarta (31/10)

Hingga bulan Oktober 2018, total peserta JKN tercatat sekitar 203 juta jiwa atau lebih dari 80% total penduduk Indonesia.

Baca Juga : Sempat Diterpa Kabar Menikah, Afgan Mengaku Kecewa Pada Rossa Karena Hal Ini!

Hal ini menunjukkan perkembangan positif dalam menjamin akses layanan kesehatan, khususnya pada kasus-kasus penyakit katastropik (penyakit yang memerlukan biaya tinggi). 

Sebagai konsekuensinya, tentu peningkatan utilisasi kesehatan pada kasus penyakit katastropik ini akan mendorong tingginya biaya pelayanan.

Fakta yang terjadi dengan tingginya defisit yang dialami oleh BPJS Kesehatan harus disoroti dan ditindaklanjuti secara serius.

Biaya penyakit katastropik yang cukup tinggi, seperti contohnya dialisis tentu tidak dapat diabaikan.

Studi yang dilakukan oleh tim Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK) Kemenkes RI dan PKEKK FKM UI, terkait pola penatalaksanaan dialisis telah menguatkan fakta bahwa CAPD lebih cost efektif dari segi biaya dan peningkatan kualitas hidup pasien dibandingkan HD (Hemodialisis).

Namun fakta ini kontras dengan jumlah pasien CAPD yang hanya sekitar 3% dari total pasien GGK, sementara 95% menjalani HD.

Sebenarnya salah satu kunci dalam menjamin keberlangsungan program JKN adalah dengan melakukan proses kendali mutu dan kendali biaya.

Baca Juga : Adelia Bagi Foto Lawas Saat Jadi Pramugari Lion Air, Pasha Ungu Ungkap Perjuangan Masa Muda Istri

Dalam hal ini, ketersediaan dan penggunaan data tentu menjadi faktor kunci dalam review utilisasi, penilaian kualitas luaran pelayanan kesehatan, analisis dampak, hingga berbagai evaluasi ekonomi kesehatan.

Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan pada proses analisis dampak kebijakan dan evaluasi ekonomi dalam rangka mendukung penyusunan kebijakan kesehatan yang berbasis pada bukti.

Peran InaHEA sebagal asosiasi ahli ekonomi kesehatan menjadi kritis terutama dalam mendukung pemerintah pada proses penyusunan kebijakan kesehatan nasional.

Oleh karena itu, sebagai wadah pertukaran ide dan perkembangan isu ekonomi kesehatan, InaHEA menyelenggarakan pertemuan ilmiah pada tahun ini dengan tema "Spiraling Economic Evidence to Boost National Health Policies".

Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., PhD, Kepala PKEKK FKM UI, ditemui dalam acara pertemuan ilmiah InaHEA di Jakarta (31/10), mengharapkan dalam pertemuan ini dapat dirumusakan rangkuman rekomendasi bagi kesehatan nasional dari perspektif ekonomi kesehatan.

"Dari pertemuan ilmiah tahunan ini diharapkan mampu menghasilkan rangkuman rekomendasi baik berupa hasil-hasil penelitian, maupun pengenalan metode atau pendekatan baru dalam melakukan proses monitoring dan evaluasi program dari perspektif ekonomi kesehatan," ungkapnya.

Kegiatan ini akan melibatkarn sekitar 300 orang yang berasal dari berbagai institusi seperti kementerian/lembaga, perguruan tingi, penyedia pelayanan kesehatan (Rumah Sakit/klinik/Puskesmas), BPJS Kesehatan, dan beberapa insitutsi lain yang terkait erat dalam kerangka sistem kesehatan, khususnya penyelenggaraan Program JKN.

Baca Juga : Wajahnya Sempat Remuk, Begini Pengakuan Mantan Pramugari Lion Air yang Selamat dari Kecelakaan Pesawat

Terdapat delapan sesi pleno yang akan diselengearakan selama pertemuan ilmiah ini, meliputi isu terkait global health economics and econometrics; Health Technology Assessment, Multi Criterio Analysis dan bebarapa isu penting terkait kesehatan nasional.