Berita Kesehatan: Patah Hati Bisa Menjadi Komplikasi Mematikan, Gejalanya Mirip Serangan Jantung!

By Fadhila Auliya Widiaputri, Kamis, 8 November 2018 | 07:00 WIB
Patah hati bisa menjadi komplikasi yang menyebabkan kematian (scmp)

Nakita.id - Moms tentu sudah sering mendengar istilah patah hati

Patah hati kerap diidentikan dengan rasa sakit atau sedih yang mendalam akibat rasa kehilangan atau perpisahan akan sesuatu yang berharga. 

Meskipun seringkali istilah patah hati hanya menjadi kiasan atau lelucon belaka, tetapi siapa sangka bila faktanya istilah ini bisa menimbulkan komplikasi yang mematikan.

Baca Juga : Siapa Sangka Berjalan Lambat Berkaitan dengan Risiko Serangan Jantung

Sindrom patah hati atau dalam ilmiahnya sindrom takotsubo adalah kondisi di mana ventrikel jantung kiri membesar dan melemah sehingga jantung tidak dapat memompa darah dengan normal.

Kondisi ini sering dipicu oleh tekanan emosional, misalnya seperti perpisahan dengan pasangan atau kematian seseorang yang dicintai.

Meski begitu, ada pula yang dipicu oleh kondisi fisik. Misalnya serangan asma.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Tinggi Badan Seseorang Memengaruhi Risiko Kanker

Pada umumnya patah hati dapat pulih dengan sendirinya, tetapi pada beberapa orang lainnya hal ini membutuhkan perhatian medis secepat mungkin.

Terlebih lagi, sebuah studi yang dilakukan Rumah Sakit Universitas Zurich di Swiss menyatakan, bahwa angka risiko kematian bagi pasien sindrom patah hati dengan komplikasi syok kardiogenik terhitung tinggi meski setelah bertahun-tahun dinyatakan sembuh.

Baca Juga : Zumi Zola Sulit Melihat Karena Diabetes Semakin Parah, Ternyata Begini Kebiasaan Makannya

Hampir 24% pasien di rumah sakit dengan komplikasi syok kardiogenik meninggal dunia, dibandingkan dengan hanya 2% pasien sindrom patah hati tanpa syok kardiogenik.

Baca Juga : Berita Kesehatan Wanita: Aktivitas Fisik Tak Membuat Ibu Hamil Keguguran, Ini Faktanya

Bahkan, lima tahun pasca dinyatakan sembuh, tingkat kematian pasien dengan sindrom patah hati dengan syok kardiogenetik sekitar 40 persen, dibandingkan dengan 10 persen untuk pasien yang tidak mengalami syok kardiogenik.

"Di luar tingginya kematian jangka pendek akibat sindrom ini, untuk pertama kalinya analisis ini menemukan orang-orang yang mengalami sindrom patah hati dengan komplikasi syok kardiogenik berisiko tinggi untuk meninggal beberapa tahun kemudian," ujar Christian Templin yang temuannya akan diterbitkan dalam jurnal Circulation.

"Ini menunjukkan pentingnya pantauan jangka panjang terutama pada pasien sindrom ini," tambahnya.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Posisi Tidur Ibu Hamil Yang Aman dan Nyaman

Pada dasarnya, gejala sindrom patah hati menyerupai dengan serangan jantung, seperti nyeri dada dan sesak napas.

Namun bedanya, pada sindrom patah hati tidak ada penyumbatan pembuluh darah jantung dan biasanya pasien dinyatakan sembuh total dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah perawatan.

Sayangnya menurut penelitian terbaru, sekitar 1 dari 10 pasien dengan sindrom patah hati mengalami komplikasi syok kardiogenik.

Baca Juga : Berita Kesehatan Wanita: Aktivitas Fisik Tak Membuat Ibu Hamil Keguguran, Ini Faktanya

Komplikasi ini mengancam nyawa pasiennya karena jantung mereka secara tiba-tiba tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

Pasien dengan syok kardiogenik juga cenderung memiliki tipe detak jantung tidak teratur yang disebut fibrilasi atrial, memiliki tingkat kemungkinan diabetes yang lebih tinggi, dan menderita faktor risiko lain untuk penyakit jantung.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Salah Memilih Ikan Bisa Sebabkan Penyakit Autoimun

"Untuk itu, pemantauan ketat bisa mengungkapkan tanda-tanda awal syok kardiogenik dan memungkinkan penanganan yang cepat," kata Templin seperti yang diberitakan Live Science pada Senin (05/11).

Penemuan ini juga menemukan bahwa pasien dengan syok kardiogenik memiliki harapan hidup yang lebih tinggi jika dirawat dengan perangkat yang memberikan dukungan mekanis ke jantung, seperti alat yang membantu meningkatkan dorongan pada aliran darah.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Inilah Tanda Jika Kulit Tubuh Kita Sehat!

"Meskipun perangkat ini harus digunakan dengan hati-hati, itu bisa dianggap sebagai jembatan untuk pemulihan pada pasien tanpa kontraindikasi," ujar Templin.

Templin dan tim penelitinya kedepanya akan melakukan studi masa depan untuk menemukan perawatan terbaik untuk pasien sindrom patah hati dengan komplikasi syok kardiogenik, baik dalam jangka pendek mau pun panjang.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Zee Zee Shahab Alami Penyumbatan Plasenta Saat Hamil Anak Kedua, Apakah itu?