Nakita.id - Selama ini kita mengenal gula pasir sebagai pemanis yang digunakan sehari-hari. Sebetulnya gula pasir juga pemanis buatan karena untuk menghasilkan produk itu harus dilakukan tahap pembuatan. Namun agar tidak rancu, istilah pemanis buatan yang dimaksud di sini adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertajam rasa manis.
Pemanis buatan ini disebut juga pemanis intens (pemanis dengan tingkat kemanisan tinggi) atau pemanis non-gula. Secara struktur, pemanis intens berbeda dari gula
konvensional (gula pasir/sukrosa, glukosa atau fruktosa). Pemanis konvensional merupakan golongan karbohidrat dan dapat diubah menjadi kalori bagi tubuh. Sedangkan pemanis intens bukan dari kelompok karbohidrat, ada yang terbuat dari kelompok protein atau tidak termasuk dalam ingridien nutrisi. Bentuk pemanis intens bermacam-macam seperti ada bentuk tablet, granula, serbuk, kristal, dan cairan.
Kapan digunakan?
Pemanis buatan biasanya digunakan untuk berbagai keperluan yang tidak dapat dipenuhi oleh gula konvensional. Keunggulan pemanis buatan adalah jumlah yang dibutuhkan lebih sedikit untuk mencapai tingkat kemanisan pemanis konvensional. Karena itu, kalori pemanis buatan juga relatif lebih rendah bahkan ada yang nol kalori.
Bagi industri, pemanis intens terkadang digunakan sebagai salah satu upaya menekan biaya produksi. Meskipun begitu, bukan berarti pemanis ini murah karena ada beberapa pemanis intens yang mahal. Ini bergantung pada jenis dan juga ketersediaannya. Contoh, pemanis intens siklamat dan sakarin karena proses produksinya mudah, harganya bisa lebih murah ketimbang maltosa yang biasanya digunakan untuk kalangan menengah atas.
Penggunaan pemanis buatan juga bergantung pada keperluan sesuai karakteristiknya. Beberapa makanan (seperti dodol) memerlukan gula konvensional sebab tekstur dodol tidak akan didapat dengan pemanis intens. Sementara jenis makanan lain memerlukan pemanis intens agar tidak meleleh atau lengket.
Dalam industri pangan, pemanis buatan yang paling sering digunakan adalah siklamat dan sakarin. Sementara Aspartam, Aselsulfam K dan sukralosa lebih sering digunakan di industri menengah ke atas. Sorbitol dan xilitol banyak digunakan untuk industri pangan fungsional, misal untuk penderita diabetes.
Beberapa jenis pemanis buatan
• Aspartam
Ditemukan tahun 1965 oleh James Schlatter. Pemanis ini kurang aman bagi penderita fenilketonuria; penderita penyakit ini tidak dapat memetabolisme fenilalanin secara baik. Fenilalanin adalah asam amino yang banyak terdapat dalam makanan. Karena tidak termetabolisme dengan baik, asam amino tersebut terakumulasi dalam darah dan jaringan saraf sehingga dapat menyebabkan keterbelakangan mental (kroger.et al., 2006).
Aspartam merupakan golongan protein (yaitu senyawa asam amino) sehingga tidak tahan suhu tinggi. Karena itu, aspartam tidak dipakai dalam produk pembuat kue yang dalam prosesnya menggunakan pemanasan atau suhu tinggi. Penggunaan aspartam dipakai hanya untuk minuman, es krim, yoghurt dan permen yang ditambahkan setelah proses pemanasan dihentikan.
FDA (Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) memberikan batas-batas pemakaian aspartam yang dianjurkan (Acceptable Daily Intake ADI). Ukuran yang dipergunakan adalah jumlah pemanis per kilogram berat badan per hari yang dapat dikonsumsi secara aman sepanjang hidup tanpa menimbulkan risiko. ADI untuk aspartam adalah 40 mg/kg berat badan.
• Sakarin
Sakarin adalah pemanis buatan yang paling tua ditemukan, yakni pada tahun 1878. Rasa manisnya bisa mencapai 200—700 kali gula biasa. Pemanis intens ini lebih dikenal dengan nama biang gula, gula biang, gula obat, dan gula sintetis.
Sakarin merupakan pemanis nonkalori yang stabil selama proses pengolahan. Kelemahannya rasanya agak pahit serta dapat menurunkan nilai gizi produk pangan, seperti vitamin B1, vitamin C, dan sebagian besar asam amino esensial. Sakarin tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh sehingga akan dikeluarkan melalui urine.
Pada tahun 1972 Sakarin dicurigai sebagai salah satu penyebab kanker. Banyak penelitian dilakukan untuk membuktikan itu, tetapi National Cancer Institute Amerika tidak menemukan hubungannya sehingga pada tahun 2002 Sakarin dinyatakan aman dikonsumsi. ADI sakarin yaitu 5 mg per kilogram berat badan.
• Asesulfame K
Asesulfame K disetujui untuk dikonsumsi pada tahun 1988 dan baru pada tahun 2003 diperkenalkan sebagai pemanis intens. Asesulfame K tidak diolah oleh tubuh sehingga tidak ada kalori yang diserap oleh tubuh. Rasa manisnya 200 kali lebih manis dari gula biasa. Pemanis ini bersifat “Quick on-site” yaitu cepat terasa kemanisannya dan cepat menghilang pula. ADI untuk Asesulfame K yaitu 15 mg per kilogram berat badan.
• Sukralosa
Pemanis intens ini merupakan pemanis nonkalori yang tidak dicerna tubuh sehingga tidak menambah kalori bagi tubuh. Sukralosa bisa digunakan untuk memasak. ADI untuk sukralosa yaitu 0-15 mg per kilogram berat badan.
• Siklamat
Ditemukan pertama kali oleh Michael Sveda tahun 1937. Dikenal dengan nama dagang sodium atau biang gula. Siklamat sangat larut dalam air, stabil terhadap suhu tinggi, nonkalori, dan tidak memberikan aftertaste. Namun, siklamat dapat menurunkan kandungan vitamin B1, vitamin C, dan asam amino essensial. Nilai ADI pemanis ini 0-11 mg/kg berat badan.
• Gula poliol (sorbitol, manitol, laktitol, xilitol, eritritol, laktitol, isomalt, dan maltitol)
Kelompok ini diizinkan pemakaiannya dalam bahan pangan. Tingkat kemanisan hampir sama atau lebih rendah dari pemanis konvensional. Gula-gula ini dikenal memiliki indeks glisemik dan insulemik jauh lebih rendah dari pada glukosa. Karena mempunyai sifat antikariogenik dan sekaligus memberikan efek “cooling” pada indra perasa, pemanis ini secara teknologi dapat dibuat permen.
Gula poliol yang diketahui memiliki sensasi dingin yang kuat adalah xilitol dan sorbitol. Konsumsi dalam jumlah banyak kemungkinan bisa menyebabkan diare. Golongan poliol selain sebagai pemanis juga dapat berperan sebagai flavour, penstabil, atau pengental. Sorbitol dapat digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan permen (kadar maksimum 99%), permen karet (75%), selai dan jeli (kadar maksimum 30%).
Narasumber: Prof. Dr. C. Hanny Wijaya, Ketua Program Studi Kimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Penulis | : | Dedeh Kurniasih |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR