Nakita.id - Kekhawatiran ibu hamil dapat memicu terjadinya stres yang dapat berlanjut hingga pasca persalinan.
Bentuk respons tubuh terhadap stres adalah rangsangan, baik terhadap aksis hipothalami pituitari adrenal (HPA) maupun sistem saraf simpatis (SNS).
Rangsangan tersebut akan berakibat pada perubahan neuroendokrin, khususnya berupa pelepasan hormon kortikotropin (CRH) dan hormon adrenokortikotropin (ACTH), yang kemudian akan merangsang korteks adrenal untuk melepaskan kortisol.
Selama kehamilan, ada peningkatan progresif pada ACTH, kortisol, dan CRH ibu.
BACA JUGA: Tiga Dampak 'Baby Blues' Terhadap Bayi yang Jarang Diketahui
Hubungan antara plasenta dan HPA aksis bersifat timbal balik.
Stres yang dialami ibu menghasilkan pengeluaran kortisol adrenal, epinefrin dan norepinefrin sehingga akan merangsang produksi CRH plasenta.
Selanjutnya plasenta mengeluarkan CRH, yang dapat memengaruhi atau bahkan memperkuat peran responsibilitas HPA dan janin terhadap stres.
Stres yang dialami ibu hamil dapat terus berlanjut hingga pasca persalinan.
Ketika terjadi ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, ibu akan mengalami baby blues.
BACA JUGA: Riset: Wanita Lebih Berisiko Alami Gejala Depresi Jika Kurang Berolahraga
Di bawah ini adalah beberapa faktor yang paling umum ditemui yang dapat menghambat penyesuaian dalam menerima peran sebagai ibu.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | Baby blues/ dr. Soffin Arfian Sp.OG/ Tiga Serangkai |
Penulis | : | Nia Lara Sari |
Editor | : | Bayu Probo |
KOMENTAR