Nakita.id - Dua tahun terakhir, Tora mengidap sindrom Tourette sehingga ia harus mengatasinya dengan mengonsumsi pil bernama dumolid.
Tora melalui Kuasa Hukumnya .Lydia Wongsonegoro mengaku pil yang kemudian membawanya hidup di balik jeruji besi ini ternyata dibutuhkannya karena memberikan efek nyaman saat tidur
Penyakit tersebut membuat penderitanya, dapat mengeluarkan ucapan atau gerakan yang spontan tanpa bisa mengontrol.
Pada kasus Tora, Sindrom Tourette ini dirasakannya ada gerakan yang bergoyang pada tangan dan kepalanya.
Biasanya ini dirasakan Tora saat ia merasakan kecemasan
"Dia (Tora) juga kena penyakit syndrome tourette. Jadi suka bergoyang-goyang gitu kan kepalanya. Dia sudah dua tahun (sakit), kalau cemas atau kenapa, dia goyang-goyang gitu kepala atau tangannya," kata Lydia Wongsonegoro, pengacara Tora ditemui di kawasan Wijaya, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2017).
Apa sebenarnya penyakit ini?
Mengutip wikipedia indrom Tourette atau penyakit Tourette adalah penyakit neuropsikiatrik yang membuat seseorang mengeluarkan ucapan atau gerakan yang spontan (tic) tanpa bisa mengontrolnya.
Nama sindrom ini berasal dari Georges Albert Édouard Brutus Gilles de la Tourette (1857–1904), dokter dan neurolog Perancis yang menerbitkan catatan tentang sembilan pasien yang mengidap Tourette pada tahun 1885.
Gejalanya Tak Dikenali
Melansir Dokter Sehat diketahui sindrom tourette adalah sebuah gangguan menurun ditandai dengan gerenyet urat syaraf otot sederhana dan kompleks dan vokal yang sering terjadi sepanjang hari setidaknya selama satu tahun.
Sindrom tourette adalah sering terjadi, mempengaruhi 1 dari 100 orang. Hal ini 3 kali lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita.
Yang seringkali dimulai di awal masa kanak-kanak. Pada kebanyakan orang, gejala-gejalanya ringan dimana gangguan tersebut tidak dikenali.
Sindrom tourette bisa jadi sangat ringan yang tidak dapat dikenali
Kebanyakan orang dengan sindrom tourette tidak secara acak menimbulkan kekacauan.
Apa Penyebabnya?
Penyebab dari munculnya sindrom tourrete belum dapat diketahui secara pasti, para ahli memperkirakan bahwa faktor genetik dan lingkungan memiliki peran penting dalam sindrom ini.
Namun banyak kasus menunjukan bahwa sindrom tourrete tidak diwariskan oleh orang tua, banyak individu dengan Tourette Syndrom mengalami gejala hiperaktif, depresi, kecemasan, perilaku impulsif dan gangguan perilaku lainnya.
Bahkan Leckman menyebutkan bahwa 25/42 % remaja dengan sindrom tourrete mengalami gejala ADHD. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Yin menunjukan bahwa individu dengan Tourette Syndrom memiliki permasalahan stres psikososial.
Dalam kajian neurologis, gangguan tic yang dialami oleh penderita sindrom tourrete merupakan bentuk disfungsi pada daerah kortikal, sub kortikal, talamus, basal gangla dan korteks frontal.
Dari Meringis Hingga Gerakan Kepala
Sindrom tourette seringkali diawali dengan gerenyet otot sederhana, seperti meringis, sentakan kepala, dan berkedip-kedip.
Gerenyet sederhana kemungkinan hanya gelisah biasa dan bisa hilang dengan waktu.
Beberapa gerenyet tidak diperlukan untuk menyebabkan sindrom tourette, yang melibatkan lebih dari pada gerenyet sederhana. Misalnya, orang dengan sindrom tourette bisa menggerakkan kepala mereka dengan berulang-ulang dari sisi ke sisi, mengedipkan mata mereka, membuka mulut mereka, dan meregangkan leher mereka.
Gangguan tersebut bisa berkembang menjadi gerenyet urat syaraf kompleks, termasuk gerenyet urat syaraf vokal, memukul, menendang, dan nafas tersentak-sentak yang tiba-tiba, tidak teratur. Gerenyet urat syaraf vokal bisa diawali dengan mendengkur, mendengus, mendengung, atau membentak keras dan menjadi kompulsiv, mengutuk tanpa sengaja.
Untuk alasan yang tidak jelas dan seringkali pada pertengahan perbincangan, beberapa orang yang menderita sindrom tourette bisa berteriak kacau atau berkata yang kotor (disebut corprolalia).
Suara meledak-ledak yang keluar ini kadangkala salah dianggap disengaja, khususnya pada anak-anak. Meskipun coprolalia adalah ciri-ciri yang paling dikenal pada sindrom tourette, setidaknya 85% orang yang menderita sindrom tourette tidak mengalami coprolalia. Orang bisa juga segera mengulang kata setelah mendengarnya (disebut echolalia/latah).
Sempat Dipandang Kerasukan
Orang dengan sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan berfungsi dan mengalami kegelisahan yang patut dipertimbangkan dalam lingkungan sosial.
Dahulu, mereka dihindari, diasingkan, atau bahkan dianggap kerasukan setan. Impulsiv, agresif, dan perilaku menghancurkan diri sendiri terbentuk pada banyak penderita, dan perilaku obsessive-compulsive terbentuk pada separuh penderita.
Anak yang menderita sindrom tourette seringkali mengalami kesulitan belajar. Kebanyakan juga mengalami kekurangan-perhatian/gangguan terlalu aktif. Apakah sindrom tourette itu sendiri atau stres yang tidak seperti biasanya pada kehidupan dengan gangguan tersebut menyebabkan masalah-masalah ini tidak jelas.
Seorang penderita anak-anak bisa menggerakkan kepalanya secara berulang dari kiri ke kanan atau sebaliknya, mengedip-ngedipkan matanya, membuka mulutnya atau meregangkan lehernya.
Tic yang lebih kompleks bisa berupa memukul dan menendang, mengendus-endus, merintih dan mendengung. Penderita bisa mengucapkan kata-kata yang kasar di tengah-tengah percakapan, tanpa alasan yang jelas.
Penderita juga bisa dengan cepat mengulang-ulang kata yang didengarnya (ekolalia).
Haruskah dengan Dumolid untuk Mengobatinya?
Tora Sudrio mengaku mengonsumsi pil dumolid karena efek sindrom tourette ini. Efek tenang dan bisa tidur tenang pun dirasakannya setelah menelan pil ini.
Beberapa pakar dari sejumlah penelusuran Tribunnews.com tentang artikel yang membahas sindrom tourette menyebutkan jika gejala-gejala adalah ringan, obat-obatan bisa tidak diperlukan.
Gerenyet urat syaraf sederhana: dokter biasanya pertama kali mencoba clonidine atau guanfacine.
Clonidine, sebuah obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi, kadangkala membantu dan terutama sekali sangat berguna dalam mengendalikan gelisah dan perilaku obsessive-compulsive.
Benzodiazepines, seperti clonazepam dan diazepam, bisa membantu. Obat-obatan ini adalah obat penenang ringan yang digunakan denga cara diminum.
Lantas, apa isi dumolid ini sehingga jadi pilihan Tora Sudiro untuk mengendalikan sindrom tourette?
Mengutip tulisan Prof. Dr. ZulliesIkawati, Apt Ketua PIOGAMA danKaprodi Magister Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM di Tribun Jogja, dumolid disebut erisi nitrazepam
Dumolid adalah nama dagang untuk obat yang bernama nitrazepam.
Nitrazepam sendiri secara kimia adalah termasuk obat golongan benzodiazepine yang bekerja menekan system syaraf pusat.
Istilah benzodiazepine berasal dari struktur kimia golongan obat ini yang memiliki gugus cincin “benzen” dan “diazepin”.
Obat ini memiliki khasiat antara lain sebagai obat penenang, obat tidur, dan anti kejang.
Dalam regulasi penggolongan obat, nitrazepam (Dumolid) dan obat-obat golongan benzodiazepin tadi termasuk obat psikotropika, yaitu obat yang bisa mempengaruhi psikis/ kejiwaan seseorang.
Seperti halnya obat golongan narkotika, pengaturan peredarannya sangat ketat karena berpotensi untuk disalahgunakan.
Dumolid Obat golongan benzodiazepine
Ada baiknya mengenal bahwa selain Dumolid (nitrazepam), ada banyak obat lain yang tergolong obat benzodiazepine.
Jadi Nitrazepam tidak sendirian.Obat-obat lain yang tergolong benzodiazepine antara lain adalah diazepam, alprazolam, midazolam, klonazepam, estazolam, klordiazepoksid, dll, yang terdapat dalam berbagai nama dagang.
Mereka berbeda dalam hal kecepatannya menimbulkan efek, berapa lama efeknya, dan tujuan obat digunakan. Beberapa yang termasuk memiliki aksi pendek adalah midazolam dan klorazepat dengan durasi 3-8 jam.
Sedangkan yang beraksi sedang adalah lorazepam dan alprazolam, dengan durasi 11-20 jam. Sementara nitrazepam bersama diazepam, klonazepam dan klordiazepoksid termasuk yang memiliki aksi panjang, sampai 1-3 hari.
Dumolid Obat yang legal
Tidak seperti ecstasy, shabu, heroin, kokain yang sering digunakan untuk obat rekreasional (mencari kesenangan) yang bersifat illegal dan tidak untuk pengobatan, Dumolid dan obat benzodiazepine lainnya adalah obat legal yang digunakan dalam pengobatan.
Obat ini bertanda lingkaran merah berisi huruf K pada kemasannya, menandakan bahwa mereka tergolong obat keras yang harus diperoleh dengan resep dokter.
Gangguan penyakit yang diterapi dengan obat golongan ini antara lain adalah kecemasan, insomnia (tidak bisa tidur), kejang, gejala putus alcohol, dan untuk relaksasi otot.
Penyakit penyakit tersebut disebabkan karena aktivitas syaraf pusat yang berlebihan, karena itu memerlukan obat yang dapat menekan aktivitas system syaraf.
Bagaimana kerjanya dumolid?
Obat golongan benzodiazepin termasuk Dumolid bekerja pada reseptor GABA di sistim syaraf pusat manusia.
GABA adalah suatu senyawa penghantar di otak (neurotransmitter) yang bekerja menekan system syaraf sebagai penyeimbang stimulasi syaraf. Obat-obat golongan benzodizepin bekerja meningkatkan efek GABA untuk menekan aktivitas otak/sistim syaraf pusat.
Dengan demikian diperoleh efek menenangkan (sedatif), menidurkan, juga mengurangi kejang/ kekakuan otot.
Apakah bisa menyebabkan kecanduan?
Ya, obat-obat psikotropika sejenis benzodiazepine ini berpotensi untuk disalahgunakan dan menyebabkan kecanduan.
Efeknya yang menenangkan dan menidurkan membuatnya sering dicari orang yang mengalami masalah kecemasan atau gangguan tidur sebagai solusi tercepat.
Jika penderita gangguan semacam itu pergi ke dokter, dokter akan memeriksa dan memutuskan apakah seseorang memerlukan obat atau cukup dengan tindakan-tindakan non-obat seperti psikoterapi, perubahan pola hidup, dll.
Tentunya perlu dicari akarpenyebab masalahnya dulu sebelum diputuskan menggunakan obat. Salah satu obat yang paling sering diresepkan adalah obat golongan benzodiazepine ini termasuk Dumolid.
Namun demikian, banyak orang yang kemudian mencoba mendapatkan obat-obat ini secara illegal, dengan berbagai modus, tanpa indikasi medis untuk disalahgunakan.
Mungkin saja ia diperoleh dari pasar gelap atau dari oknum di Apotek atau oknum yang memiliki akses terhadap obat tersebut.
Karena jika diperoleh secara legal, peraturannya cukup ketat, misalnya harus pakai resep asli tidak boleh menggunakan copy resep. Apotek pun harus memberikan laporan penjualan obat psikotropika setiap bulannya ke Dinas Kesehatan.
Obat golongan benzodiazepine berpotensi menyebabkan kecanduan, terutama pada penggunaan yang lama.
Bagaimana caranya? Awalnya obat ini akan menyebabkan toleransi, yaitu diperlukan dosis yang semakin meningkat untuk mendapatkan efek yang sama.
Jika semula cukup dengan 5 mg untuk mendapatkan efek, maka berikutnya diperlukan 10 mg untuk mendapatkan efek yang sama. Hal ini diduga karena reseptor GABA menjadi semakin kurang sensitive terhadap obat dan saraf makin beradaptasi dengan obat.
Hal ini akan menyebabkan penderita cenderung meningkatkan dosisnya untuk mendapatkan efek yang sama, bahkan sampai mencapai dosis maksimalnya.
Toleransi ini akan mengarah kepada ketergantungan, di mana ketika obat dihentikan pemakaiannya, pengguna akan merasakan gejala-gejala semacam gejala putus obat (sakaw).
Gejala putus obat juga dapat terjadi setelah pemberian benzodiazepine padadosis normal yang diberikan pada jangka pendek.
Toleransi terhadap nitrazepam dapat berkembang dalam waktu 3-14 hari pada penggunaan terus menerus. Karena itu regimen pengobatannya harus diatur sependek mungkin dan sebaiknya hindari peresapan berulang.
Batas toleransi pasien satu dengan yang lain bisa bervariasi sangat besar, apalagi dengan pasien yang sudah mengalami gangguan otak atau jantung dan pernafasan.
Apa efek penyalahgunaan obat benzodiazepine?
Jika dipakai pada dosis terapi sesuai kebutuhannya, sebenarnya obat-obat ini relatif aman dan memberikan efek yang diharapkan, yaitu menenangkan dan membantu tidur.
Tetapi jika dosisnya makin meningkat, apalagi jika sampai over dosis, maka dapat muncul efek-efek lain akibat penekanan system syaraf pusat, seperti bingung, nggliyeng, gangguan penglihatan, kelemahan, bicara melantur, gangguan koordinasi, susah bernafas, bahkan bisa sampai koma.
Yang menarik, gejala penyalahgunaan obat benzodiazepine secara kronis dapat menyerupai gejala-gejala yang merupakan indikasi/ tujuan penggunaan obat ini pertama kali, yaitu kecemasan, tidak bisa tidur (rebound insomnia), tidak doyan makan, sakit kepala, lemas.
Hal ini menyebabkan penderita cenderung mengkonsumsi lebih banyak lagi.
Hal yang sama juga dapat terjadi ketika obat tiba-tiba dihentikan, akan terjadi gejala putus obat (Sakaw). Beberapa gejala umum ketika terjadi putus obat golongan obat benzodiazepine adalah kecemasan, gangguan tidur, kekakuan otot, gelisah.
Gejala lain yang lebih jarang terjadi adalah mual, lemah, mimpi buruk, gangguan koordinasi otot, dll. Dapat juga terjadi kejang akibat putus obat benzodiazepine, terutama pada mereka yang menggunakan dalam dosis tinggi ,waktu lama, dan ada penggunaan obat lain yang menurunkan ambang kejang.
Karena itu, sebaiknya penghentian obat benzodiazepine tidak dilakukan secara tiba-tiba, tetapi bertahap.
Bagaimana penggunaan dumolid yang tepat?
Yang pasti obat ini harus digunakan di bawah pengawasan dokter. Lama penggunaan obat ini harus sependek mungkin yang tetap bisa memberikan efek terapi sesuai dengan indikasinya, tetapi tidak boleh lebih dari 4 minggu, termasuk waktu penghentiannya secara bertahap.
Setelah 4 minggu, terapi sebaiknya tidak diteruskan sebelum dilakukan evaluasi terhadap kondisi pasien. Jika memang diperlukan terapi jangka panjang, maka kebutuhan pasien harus dipantau secara reguler.
Pada dasarnya obat golongan benzodiazepine bisa membantu penderita yang membutuhkan, tetapi harus berhati-hati untuk tidak menjadi tergantung kepadanya. Lebih baik menghindari daripada mengobati ketika sudah kecanduan.
Tulisan ini pernah dimuat di tribunnews.com dengan link berita berikut ini: Tora Sudiro dan Sindrom Tourette, Mengapa Harus Pilih Dumolid? Ini Jawaban Medisnya
Penulis | : | Saeful Imam |
Editor | : | Saeful Imam |
KOMENTAR