Nakita.id – Dimulai dari panggilan guru di Sekolah, mengatakan bahwa Si Kecil ternyata menjadi pengganggu temannya di sekolah.
Kemungkinan besar orangtua akan mengatakan 'Tidak mungkin, itu bukan anak saya'," kata Jennifer Cannon, terapis keluarga di Newport Beach, California.
Tetapi Moms harus tahu bahwa setiap anak mampu melakukan intimidasi kepada temannya sendiri, bahkan yang menurut Moms Si Kecil seperti malaikat.
Jadi, mengapa anak-anak bisa mengganggu?
Baca Juga : 5 Cara Efektif Hilangkan Rasa Pahit pada Pare, Buktikan Moms!
Ronald Mah, terapis keluarga di San Leandro, California, dan penulis buku "Getting Beyond Bullying and Exclusion PreK-5", menjelaskan dua alasan berbeda mengapa anak-anak menjadi pengganggu.
Salah satu alasannya adalah ketika anak-anak yang populer dan berkuasa menggunakan bullying untuk mempertahankan kekuatan dan popularitas mereka.
Alasan lainnya adalah ketika anak-anak yang mengalami rasa kekurangan merasa berhak untuk menindas anak-anak lain.
Anak-anak juga mengamati contoh perilaku bullying setiap hari melalui media, politik, reality show TV, anak-anak lain di sekolah, dan bahkan keluarga sendiri.
Mereka mungkin tidak mengerti bahwa perilaku seperti itu tidak dapat diterima di mana saja.
Tarik napas dalam-dalam, kumpulkan fakta tentang apa yang sebenarnya terjadi, dan biarkan sekolah tahu bahwa Moms ingin bekerja sama untuk hasil yang positif.
Pada kesempatan yang sama, pastikan anak diperlakukan yang adil mengenai kedisiplinan di sekolah.
Nilai tindakan anak tanpa terburu-buru, dan fokus pahami perilaku sebelum memutuskan konsekuensi yang sesuai.
Kabar baiknya, anak-anak dapat melupakan perilaku bullying, dan Moms dapat membantu untuk mengubah sifat mereka.
Baca Juga : Gisel Gugat Cerai Gading Marten, Peneliti Sebut Terlalu Mesra Saat Menikah Bisa Jadi Penyebab Perceraian!
1. Akui perbuatan mereka
Duduklah bersama anak, bicara dengan tenang, tegas, tanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa ia sampai berperilaku seperti itu.
Anak-anak perlu memahami bahwa tidak apa-apa mengakui perbuatan ketika mereka membuat kesalahan.
Ajukan pertanyaan untuk memahami bagaimana perilakunya memengaruhi orang lain.
Walter Roberts, profesor pendidikan konselor di Minnesota State University, Mankato dan penulis "Working with Parents of Bullies and Victims" memberikan sarannya.
Tekankan perlakuan yang adil terhadap semua orang dengan mengatakan keluarga menghormati orang lain dan tidak ingin memperlakukan hal tersebut kepada orang lain.
2. Fokus terhadap konsekuensi
Bantu anak memahami tentang tanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.
"Buat garis besar tentang apa yang harus ditindaklanjuti dan fokus terhadap konsekuensi tentang perilaku mereka, setidaknya seminggu sekali," saran Cannon.
Tergantung keadaannya, Moms dapat menghilangkan sesuatu yang anak cintai sehingga konsekuensinya akan signifikan.
Baca Juga : Lunasi Cicilan Motor Gading Marten, Gisel Beberkan Penghasilan Gempi!
Seperti mengambil ponselnya, menghilangkan atau mengurangi waktu menonton TV atau video, atau mencegah partisipasi dalam acara sosial.
Lebih baik lagi, ubah bullying menjadi momen yang bisa mengajarkan anak dengan mendiskusikan cara-cara positif di masa depan nanti.
Mintalah anak menulis sebuah paragraf yang menjelaskan bagaimana rasanya berada di posisi anak lain atau menulis surat permintaan maaf.
3. Konsultasikan dengan pihak terkait
Guru di sekolah bekerja sangat baik saat mereka melihat orangtua benar-benar ingin memperbaiki situasi.
"Jangan merasa bahwa akan dinilai sebagai orangtua yang buruk, karena sangat sulit untuk membesarkan anak-anak dengan sempurna," kata Roberts.
Jadi, jangan takut bekerjasama dengan pihak sekolah untuk membantu mengubah perilaku anak menjadi lebih baik.
Baca Juga : Setelah Putus Reino Barack Baru Mau Bongkar Rasanya Tahu Kebenaran Masa Lalu Luna Maya dengan Ariel NOAH
Mulailah bertemu guru, lalu dengan kepala sekolah, atau konselor untuk memberhentikan anak Moms melakukan bullying.
Tanyakan apakah konseling atau komunitas lainnya bersedia membantu Si Kecil, dan tetap berkomunikasi dengan sekolah untuk mengetahui perkembangan anak.
4. Bangun keterampilan sosial dan emosional
Budayakan anak membangun keterampilannya untuk menyelesaikan konflik dan menangani situasi sulit.
Baca Juga : Okie Agustina Dinikai Pesepak Bola Usai Cerai dari Pasha, Intip Rumahnya yang Sederhana
Pembelajaran sosial dan emosional meliputi kesadaran diri, manajemen diri, ketahanan, kelincahan sosial, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Carilah komunitas atau ekstrakurikuler yang memberikan peraturan untuk mengembangkan hubungan yang positif.
Meningkatkan keterampilan hubungan yang positif sekarang saat anak masih di sekolah dasar akan membuat Moms senang di kemudian hari.
(Natasha Nur Ananda/Nakita.id)
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | parents.com |
Penulis | : | Amelia Puteri |
Editor | : | Amelia Puteri |
KOMENTAR