Nakita.id.- Misal, bayi perempuan dianggap lebih cengeng daripada laki-laki, atau bayi laki-laki dianggap lebih kuat tendangannya ketimbang bayi perempuan. Nah, apakah hal itu mitos atau fakta? Untuk mengetahui jawabannya, mari kita simak penjelasan dr. Nahari Arifin, SpA dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Muhammadiyah Taman Puring, Jakarta Selatan.
Baca juga: 5 Mitos Seputar Pertumbuhan Gigi Bayi
- Bayi laki-laki lebih banyak mengisap ASI.
Bayi laki-laki seolah lebih kuat dan banyak mengisap ASI, tetapi tidak ada penelitian ilmiah yang cukup untuk membuktikan mitos tersebut. Pada dasarnya, berat badan mayoritas bayi (baik laki-laki dan perempuan) pasti akan bertambah satu kilogram pada saat bulan-bulan pertama.
Logikanya, jika bayi laki-laki lebih banyak mengisap ASI, berat dan ukuran badannya akan lebih besar dari bayi perempuan. Faktanya, berat badan mereka sama-sama akan bertambah, tidak ada perbedaan yang signifikan. Jadi, tidak dapat dikatakan jika bayi laki-laki lebih banyak mengisap ASI.
- Bayi perempuan lebih cengeng.
Dari awal pembentukan dan pertumbuhan, bayi laki-laki dan perempuan sudah memiliki pemisahan hormon-hormon dan perbedaan fungsi otak. Bayi perempuan akan lebih banyak memiliki kemampuan untuk menangkap emosi, sehingga lebih peka dan mudah berempati. Perasaannya pun lebih halus dibandingkan dengan bayi laki-laki.
Meskipun begitu, tidak dapat dikatakan jika bayi perempuan lebih cengeng dibandingkan dengan bayi laki-laki. Tidak ada penelitian yang dapat membuktikan mitos tersebut. Ada pula bayi laki-laki yang memiliki kemampuan emosional sehingga ia lebih mudah menangis dan peka terhadap kondisi sekitarnya.
- Bayi laki-laki lebih sering mengompol.
Kalau ada bayi laki-laki yang sering mengompol, itu tentu tidak terkait dengan jenis kelamin, tetapi karena tubuhnya menyerap banyak cairan dan makanan yang mengandung air sehingga dikeluarkan pada sistem sekresi (dalam bentuk mengompol). Prinsipnya, semakin banyak cairan yang masuk, akan semakin banyak juga cairan yang keluar.
Oleh karena itu, bayi yang lebih banyak mengisap ASI cenderung akan lebih sering mengompol atau buang air kecil. Tidak terbatas pada bayi berjenis kelamin laki-laki, bayi perempuan juga ada yang suka mengompol karena banyak mengisap ASI.
Sekali lagi, mengompol tidak bergantung pada jenis kelamin karena keduanya memiliki fungsi organ tubuh yang sama. Seperti halnya manusia biasa, semakin banyak ia minum air, maka akan semakin sering juga ia buang air kecil.
- Bayi laki-laki lebih kuat tendangannya.
Secara umum, bayi laki-laki memiliki fungsi saraf motorik kasar yang lebih kuat dibandingkan dengan bayi perempuan. Oleh karena itu, tidak jarang kita melihat bayi laki-laki lebih agresif, lebih aktif bergerak, dan juga lebih ingin mengeksplorasi keadaan sekitar. Bayi laki-laki akan lebih aktif bergerak dibandingkan dengan bayi perempuan.
Bayi perempuan lebih memiliki fungsi saraf motorik halus, sehingga tidak bergerak seaktif bayi laki-laki. Bayi perempuan lebih membatasi geraknya. Selain itu, bayi perempuan lebih melibatkan perasaan halus dan ikatan emosional ketika berinteraksi. Meskipun begitu, ada pula bayi perempuan yang terkadang memiliki gerakan-gerakan yang kuat.
Terlepas dari itu, ada yang lebih penting diwaspdai oleh kita, yakni tatkala si kecil (baik laki-laki dan perempuan) lambat atau bahkan kurang aktif bergerak. Bisa jadi hal tersebut menandakan ada sesuatu yang terjadi dengan si kecil, atau bisa juga merupakan gejala awal autisme.
- Bayi perempuan lebih sering sakit.
Tidak benar, tidak dapat dikatakan jika bayi perempuan lebih sering sakit dibandingkan dengan bayi laki-laki. Baik bayi laki-laki dan perempuan bisa saja terkena penyakit, seperti demam, batuk pilek, diare, dan sebagainya.
Meski memang ada beberapa penyakit yang dipengaruhi oleh genetika laki-laki atau perempuan (misal, hemophilia yang kerap terjadi pada bayi laki-laki), namun umumnya seorang bayi jatuh sakit tidak dipengaruhi oleh jenis kelaminnya.
Hal tersebut lebih dipengaruhi oleh metode perawatan dan pengasuhan bayi, keadaan lingkungan, dan juga pola makan yang diterapkan. Seorang bayi akan lebih rentan terkena penyakit jika tidak dirawat dengan baik.
- Bayi laki-laki lebih kencang tangisannya.
Keras atau pelannya suara bayi dipengaruhi oleh susunan genetika dan keturunan dari orangtuanya, bukan berdasarkan jenis kelamin. Bisa saja seorang bayi perempuan bersuara lantang dan keras. Ada pula bayi laki-laki yang suara tangisannya lebih melengking.
Jadi, tidak bisa dikatakan jika suara tangis bayi laki-laki lebih kencang daripada bayi perempuan. Secara umum, memang lebih banyak bayi laki-laki yang suaranya lebih kencang. Namun, hal tersebut tidak dapat digeneralisasikan bahwa hanya bayi laki-laki saja yang suara tangisannya lebih kencang.
- Bayi laki-laki lebih aktif bergerak.
Memang betul, secara umum bayi laki-laki lebih aktif bergerak karena memiliki saraf motorik kasar. Hal tersebut menyebabkan bayi laki-laki terlihat lebih agresif. Pada awalnya, mungkin bayi umur 0—12 bulan belum bisa berjalan secara tegak.
Namun, dapat terlihat dari usaha dan gerakan-gerakan kecilnya yang menandakan bahwa ia ingin berjalan. Bisa dimulai dari bergoyang ke kiri dan kanan, menggerakkan kaki dan tangan, ataupun mengubah posisi menjadi tengkurap.
Lagi-lagi perlu diwaspadai jika bayi cenderung malas untuk bergerak. Bisa jadi hal tersebut disebabkan oleh bayi yang kegemukan atau karena penyakit tertentu. Jika melihat si kecil kurang aktif bergerak padahal sudah berumur di atas 3 bulan, segera periksakan bayi ke dokter.
- Bayi perempuan lebih cepat bicara.
Secara ilmiah, bayi perempuan memiliki kemampuan untuk menguasai kosakata lebih dulu dibandingkan dengan bayi laki-laki. Namun, perbedaannya tidak terlalu signifikan, hanya berselang satu bulan. Umumnya, bayi berjenis kelamin perempuan lebih cakap dalam kemampuan yang bersifat verbal, terlebih dengan hal-hal yang berhubungan dengan kata.
Selain itu, bayi perempuan memiliki kemampuan kontak mata yang baik. Ia akan lebih fokus ketika diajak berbicara. Berbeda dengan bayi perempuan, bayi laki-laki cenderung memiliki kemampuan fisik, seperti melindungi diri, membela diri, dan sebagainya. Oleh karena itu, kebanyakan penderita autisme berjenis laki-laki, bukan perempuan.
Namun, tugas kita sebagai orangtua tetap berkewajiban untuk mengajari si kecil (baik ia laki-laki maupun perempuan) dalam mengenal kata, menghafal kata, dan juga melafalkan kata. Ibu dan Ayah dapat mulai mengajari bayi berbicara dari kata-kata sederhana. Mungkin pada awalnya, bayi akan lebih sering bergumam dengan bahasa yang kurang dimengerti. Seiring waktu, ia akan bisa mengucapkan kata yang lebih jelas, tentu saja jika diajari dengan cara pelafalan yang benar oleh orangtuanya.
- Bayi laki-laki lebih cepat besar.
Pertumbuhan dan ukuran besar tubuh bayi tidak dipengaruhi jenis kelaminnya. Ada variabel tertentu yang memengaruhi pertumbuhan tubuhnya, misal, asupan makanan dan juga vitamin.
Sebisa mungkin, vitamin yang diberikan kepada bayi merupakan vitamin alami dan berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan. Hindari suplemen sintetis atau buatan karena jika tidak cocok akan menimbulkan gangguan pada kesehatan bayi.
- Bayi laki-laki lebih sulit disapih.
Hal mendasar yang memengaruhi proses menyapih pada bayi adalah kesiapan serta kondisi psikologis dari ibu dan bayi. Secara umum, memang bayi laki-laki memiliki sifat “keras kepala” dan lebih terlihat posesif terhadap keinginannya. Bayi akan merasa lebih nyaman ketika sedang disusui oleh ibunya sendiri. Ketika hal tersebut dihentikan, secara otomatis perasaan “nyaman” itu akan terganggu.
Oleh karena itu, Ibu harus mulai membiasakan diri dan mencari cara agar dapat siap menyapih bayinya. Proses menyapih memang diperlukan dan wajib dilakukan karena setelah enam bulan, ASI sudah tidak memiliki manfaat secara optimal. Ibu harus mencari asupan makanan pengganti lain, seperti makanan padat, agar bayi tetap mendapatkan gizi yang sesuai. ASI berperan sebagai asupan makanan tambahan.
Hindari cara-cara menyapih yang “memaksa” sehingga bayi merasa terganggu dan “tidak dianggap”, seperti menempelkan dedaunan pahit pada daerah puting susu. Jika dilakukan secara terus-menerus, hal tersebut dapat mengganggu kondisi psikologis bayi. Mulailah dari kebiasaan yang halus, seperti mengurangi frekuensi menyusui dan juga mulai memberikan makanan padat pengganti ASI. (*)
Bantu Kurangi Tanda Penuaan Dini, Collagena Hadir Penuhi Kebutuhan Kolagen Sebagai Kunci Awet Muda
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR