Dari fenomena yang terjadi di atas, garis lurus dari insiden tersebut yakni adanya rasa ketidakpuasan sang istri dalam menjalani biduk rumah tangga.
Ketidakpuasan ini merupakan ketidakpuasan ekonomi yang ia rasakana.
Hal ini harusnya tak boleh ia lakukan, mengingat suami telah bekerja keras dan bersusah payah mencari rezeki untuk menghidupinya.
Dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), biasanya faktor ekonomi memang jadi penyebabnya.
Keterbatasan ekonomi keluarga menjadi penyebab utama KDRT dan perceraian.
Seperti yang dilansir dari Tribun Manado, menurut Psikolog Orley Charity Sualang S.Psi,. M.A., faktor ekonomi memang jadi pemicu KDRT.
"Kurangnya finansial dalam keluarga bisa menyebabkan kekerasan dalam keluarga. Hal ini biasanya istri memiliki banyak tuntutan, sedangkan suami tidak bisa memenuhinya. Padahal suami juga mendapatkan tekanan pada saat bekerja sehingga akan terjadi cekcok dalam keluarga tersebut," ujarnya.
Jika terus menerus terjadi akan meningkat menjadi kekerasan fisik, karena biasanya laki-laki tidak bisa berdebat.
Biasanya akan ada kekerasan seperti melakukan pelemparan, pemukulan dan lain-lain.
Begitu pula jika terjadi adanya faktor pengambaian, yaitu suami tidak lagi memberikan nafkah karena berbagai faktor, hal ini menyebabkan hubungan tidak harmonis sehingga terjadi kekerasan fisik.
Kekerasan fisik terjadi karena kekesalan yang terpendam, sehingga akan memuncak menimbulkan tindakan yang terjadi seperti penusukan maupun kekerasan lain.
Tindakan tersebut jika dibiarkan akan berpengaruh kepada perkembangan anak-anak, bila mereka sudah memiliki anak dalam pernikahan.
Sehingga mereka akan memiliki kehidupan yang tak sempurna atau broken home.
Selain itu, jika saat ini istri yang menjadi korban, kedepannya bisa saja istrinya menjadi pelaku karena melakukan pelampiasan kepada anaknya.
Karena anaknya menurunkan gen suaminya. Sehingga ketika anaknya berbuat kesalahan mengingatkan kepada suaminya.
Atau bisa juga istri merasa tak terima dengan keadaan ekonomi, dan memicu suaminya berbuat kekerasan demikian, bahkan hingga pembunuhan.
Baca Juga : Begini Cara Pelaku Pembunuhan di Bekasi Habisi Dua Keponakannya, 'Tidur Lagi Sana, Mama Cuma Sakit Kok'
Tentu hal ini bukan satu-satunya peristiwa.
Di luar kasus DR, masih banyak fenomena pembunuhan atau KDRT karena ketidakpuasan pasangan terhadap perekonomian keluarga.
Baik karena dipicu sikap istri, maupun ia yang merasa kekurangan dalam faktor ekonomi.
Dan pembunuhanlah yang akhirnya ia pilih karena telah putus asa menerima sikap.
Defisiensi Zat Besi pada Anak Sebabkan Gangguan Perkembangan Kognitif dan Motorik
Source | : | Kompas.com,Tribun Jateng,Tribun Manado |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR