Dari 200 kolam milik Maman, 100 di antaranya ia urus sendiri, sedangkan 100 lainnya diserahkan kepada 10 pekerja tetap yang bertugas merawat lele sejak larva sampai panen.
“Sebanyak 10 pekerja lainnya saya bayar harian untuk membersihkan kolam termasuk mengganti air. Mereka bekerja untuk 200 kolam saya ditambah sekitar 100 kolam milik peternak lainnya yang digadaikan pada saya,” tutur Maman.
Pekerja harian ini tugasnya tidak seberat para pekerja tetap.
“Ke-20 pekerja ini bekerja mulai pukul 08.00–16.30. Untuk pekerja harian, tidak setiap hari bekerja. Mereka bekerja sesuai kebutuhan,” ucap Maman.
Baca Juga : Atas Dasar Cinta dan Uang, Oknum Pegawai Rutan Cipinang Bantu Napi Kabur dari Penjara
Saat ini, setiap hari Maman memanen lele lebih dari 7 ton. Jika harga terendah sekilogram lele dari peternak Rp 15.000 seperti sekarang, maka pendapatan kotor Maman setiap hari 7.000 (1 ton=1000Kg, jadi 7 ton= 7000Kg) x Rp 15.000=Rp 105 juta.
Sekurangnya ada tiga juragan lele sekelas Maman di Desa Krimun. Sementara desa tetangganya, Puntang, memiliki sekurangnya dua juragan lele sekelas Maman.
Itu artinya, setiap hari di kedua desa tersebut panen lele sampai puluhan ton.
“Tapi jangan bayangkan usaha budidaya lele ini selalu lancar ya. Sampai sekarang saya masih sering tertipu para pengepul lele di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), terutama Jakarta. Saat ini uang saya yang masih tercecer di antara mereka masih sekitar Rp 500 juta. Puluhan juta lainnya lenyap,” ungkapnya.
Maman lalu bercerita, saat satu truk lele dibawa ke pengepul, lele hanya dibayar separuh bahkan kadang sepertiga dari harga yang sudah disepakati.
Saat satu truk lele berikutnya dibawa lagi, pengepul bahkan nyaris membatalkan pembelian, kecuali boleh berutang.
“Saya tidak bisa membawa pulang kembali lele yang sudah tiba di lokasi. Sebab, itu berarti merusak jadwal tabur benih dan panen lele saya secara keseluruhan,” ucap Maman.
Belajar dari pengalaman pahit itu, Maman terus berusaha menambah jaringan pengepul. Celakanya, kadang sebagian jaringan pengepul baru ternyata juga menipu para pemasok lele seperti dirinya.
“Setelah utangnya menumpuk, si pengepul menghilang dari pemasok lele yang lama dan menjalin usaha dengan pemasok lele yang baru. Begitu seterusnya,” ungkap Maman.
Membeli larva
Saat menebar benih, Maman tidak membeli lele berumur sebulan dengan panjang 46 sentimeter dengan harga per ekor Rp 150 seperti kebanyakan dilakukan peternak lele.
“Saya membeli lele yang masih larva seharga Rp 5 per ekor.
“Sekali menanam, saya menebar 100.000 larva. Dari jumlah tersebut saya hanya berharap, 20.000 larva bisa tumbuh dan siap panen kelak,” ujar Maman.
Jadi, lanjutnya, modal pertama menebar dan merawat larva sekitar Rp 1,4 juta. Uang sebanyak Rp 900.000 untuk membeli tiga zak makanan selama sebulan, dan Rp 500.000 untuk membeli 100.000 larva.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR