Nakita.id - Umumnya, orang dewasa akan melakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk meminimalkan risiko adanya penyakit berbahaya.
Namun, hal ini juga penting dilakukan oleh bayi yang baru lahir ke dunia.
Secara umum, skrining yaitu deteksi yang dilakukan dokter untuk mencari tahu apakah ada masalah pada bayi yang patut diwaspadai.
Melansir laman Kidspot.co.nz, ada beberapa jenis skrining yang sebaiknya dilakukan ibu baru pada bayinya yang baru lahir, yaitu sebagai berikut:
1. Apgar
Pada bayi yang baru lahir, skrining apgar dilakukan sebanyak dua kali yaitu menit pertama dan kelima setelah bayi lahir.
Tes apgar adalah serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai kemampuan bayi baru lahir dalam beradaptasi terhadap kehidupan di luar rahim ibu.
Terdapat lima hal yang diperiksa dalam tes ini, yaitu appearance (warna kulit), pulse (frekuensi denyut jantung), grimance (pernapasan), activity (aktif atau tidaknya tonus otot), dan reflex (reaksi terhadap rangsangan).
Nantinya, dokter akan memberikan nilai terkait kondisi bayi.
Nilai 0-7 bayi artinya bayi secara keseluruhan bermasalah dan membutuhkan perawatan segera, nilai 4-7 bayi mengalami beberapa masalah pada tubuhnya serta dibutuhkan perawatan, dan nilai 7-10 menandakan bayi normal.
2. Tes pendengaran
Tes pendengaran pada bayi terdiri dari dua jenis, yaitu Otoacoustic Emissions (OAEs) dan Auditory Brainstem Response (ABR).
Tes ini biasanya akan berlangsung selama 10 menit.
3. Penyakit kuning
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar bilirubin pada bayi melalui tes darah atau menggunakan light meter, yang bisa mendeteksi bilirubin melalui kulit.
4. Pulse oximetry
Tes ini dilakukan untuk mengecek kadar oksigen dalam darah bayi.
Penting untuk diketahui, jika kadar oksigen dalam darah rendah atau fluktuatif, hal tersebut bisa menandakan adanya Critical Congenital Heart Defect (CCHD) atau penyakit jantung bawaan kritis.
Baca Juga : #WelcomeMyLovelyBaby: Berkat Dukungan Baim, Artika Sari Devi Lebih Percaya Diri Saat Mengurus Anak
Penyakit jantung bawaan biasanya terjadi tanpa gejala, namun bisa menyebabkan kematian jika tidak segera dilakukan tindakan yang tepat.
5. Hipotiroid kongenital
Hipotiroid kongenital bisa membuat penderitanya mengalami gangguan pertumbuhan atau keterbelakangan mental.
Untuk itu, skrining ini sangat penting dilakukan karena biasanya gejala baru akan timbul setelah anak berusia kurang lebih satu tahun.
Skrining hipotiroid kongenital paling baik dilakukan saat bayi berumur 48-72 jam, atau sebelum bayi dibawa pulang oleh orangtua.
Selain yang telah disebutkan diatas, beberapa skrining lain yang sebaiknya dilakukan pada bayi baru lahir yaitu skrining untuk fenilketonuria, galaktosemia, penyakit sel sabit, defisiensi biotinidase, hiperplasia adrenal kongenital, tirosinemia, cystic fibrosis, defisiensi MCAD, imunodefisiensi gabungan berat, dan toxoplasmosis.
Yang tak kalah penting yaitu skrining check list tulang untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang, sendi serta penunjang seperti otot dan saraf.
Baca Juga : #WelcomeMyLovelyBaby: Pentingnya Proses Inisiasi Menyusui Dini dan Kolostrum untuk Bayi Baru Lahir
"Check list tulang ini sangat penting ya, pemeriksaan dilakukan dari atas hingga bawah tubuh bayi untuk mengantisipasi adanya kelainan tulang yang berbahaya," ungkap dr. Faisal Miraj, Sp OT dalam wawancara eksklusif dengan Nakita.id di Rumah Sakit Mayapada Jakarta Selatan, Selasa (11/12).
Faisal menuturkan, kelainan tulang terbagi menjadi dua yaitu kelainan bawaan dan kelainan yang didapat.
Kelainan tulang bawaan muncul saat bayi baru lahir dan sebenarnya bisa dilihat oleh mata telanjang oleh orang awam, namun ada juga yang harus diobservasi lebih detail.
Secara menyeluruh, skrining ini dilakukan secara sistematik mulai dari mengecek kulit apakah ada bercak atau pigmentasi yang bisa mengarah pada kelainan kulit, bentuk kepala apakah ada hidrosefalus, lalu leher, bahu, lengan atas hingga sendi pergelangan tangan dan tungkai bawah.
Ungkap Faisal, proses check list tulang hanya membutuhkan waktu 3-5 menit untuk memeriksa tubuh bayi secara menyeluruh.
Namun, Faisal menyayangkan urgensi skrining yang ternyata belum menjadi prioritas di Indonesia baik untuk pihak rumah sakit maupun pihak orangtua sendiri.
"Belum banyak memang rumah sakit yang mewajibkan skrining ini, karena biasanya setelah ibu melahirkan hanya didampingi oleh dokter anak. Ortopedi itu baru dilibatkan ketika ditemukan adanya kelainan tertentu," ujar Faisal.
Baca Juga : #WelcomeMyLovelyBaby: Waspada! Kenali Penyakit Kuning pada Bayi Baru Lahir dan Cara Mengatasinya
Padahal, penting bagi orangtua melakukan proses skrining bagi bayinya yang baru lahir untuk mendeteksi kelainan tulang.
Dengan begitu, orangtua dan selanjutnya dokter dapat mengantisipasi langkah yang sebaiknya dilakukan jika ada kondisi yang tidak diinginkan.
Selain itu, skrining sangat membantu menghindari bayi dari kecacatan yang sulit diperbaiki di waktu mendatang dan gangguan fungsi tubuh di masa tumbuh kembangnya.
Misalnya kelainan pada panggul karena urat bayi masih amat lembut dan sensitif, sehingga kondisi ini baru disadari saat anak nantinya belajar berdiri dan berjalan.
"Juga menghindari kelainan tulang lain seperti kaki yang pengkor, juga sindrom langka yang mengakibatkan kelainan pada jantung dan langit-langit mulut," sambung Faisal.
Di samping itu, kelainan yang bisa dicermati oleh orangtua antara lain kondisi leher miring ke satu sisi dan tidak bisa diluruskan, sendi kaku seperti boneka kayu, juga jari yang jumlahnya berlebihan dan berdempet.
"Lakukanlah skrining minimal sekali setelah bayi lahir, lalu penting juga untuk orangtua memerhatikan pertumbuhan alat gerak dan cara berjalan bayi pada 3 tahun pertama kehidupan bayi karena itulah masa yang paling krusial," pungkas Faisal.
Rekomendasi Sunscreen untuk Si Kecil: Gently Sunscreen SPF50+ PA++++ dengan Serum Anti-Polusi!
Source | : | Kidspot.co.nz |
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR