Yang perlu Ibu lakukan: Tidak ada yang namanya paparan bahasa yang terlalu banyak selama tahap awal anak belajar. Seringlah ajak bayi bicara. Jadilah kreatif dan bersabarlah jika anak tak langsung merespon dengan cepat dan mudah.
2. Perbanyak paparan bahasa. Seiring waktu, semakin banyak kata yang akan didengar anak, akan semakin baik. Seringlah bercakap-cakap dengan anak untuk menstimulasi otaknya.
Para ahli mengatakan banyaknya jumlah paparan bahasa tidak menjadi masalah bagi perkembangan bahasa bayi. Pakar modern setuju bahwa semakin banyak kata yang anak-anak kita dengar saat otak mereka berkembang paling signifikan, semakin baik.
Yang perlu Ibu lakukan: Salah satu cara terbaik untuk mencapai perkembangan bicaranya adalah dengan menggunakan "self-talk", istilah klinis untuk kegiatan bermain sehari-hari, kata Dr. Larry. "Bayangkan diri Ibu sebagai penyiar radio yang menyiarkan rincian dunianya kepada pendengar terpenting," katanya.
Dr. Larry menambahkan, bila pendekatannya terasa sangat canggung di awal dan Ibu merasa konyol, orangtua dapat mengubah rutinitas menjadi pengalaman belajar berbasis bahasa yang menyenangkan.
(Baca juga : Agar Anak Lancar Bicara, Lakukan Langkah Ini Sejak Bayi)
3. Buat percakapan. Interaksi akan semakin konsisten seiring bertambahnya usia anak. Hanya karena anak sudah semakin memahami banyak hal, tidak berarti Ibu meluangkan lebih banyak waktu menggunakan gadget dan mengurangi paparan bahasa pada anak.
Inilah saatnya untuk menekankan sifat percakapan yang memberi dan menerima: berbicara dan mendengarkan. Ibu bisa memilih permainan bahasa interaktif yang dirancang untuk memicu pembelajaran. Faktanya, ledakan bahasa yang sebenarnya terjadi pada anak antara usia 20 dan 24 bulan.
Yang bisa Ibu lakukan: Pertama, saat berbicara dengan anak, izinkan ia memberi jawaban, bahkan jika ia belum cukup usia atau cukup verbal dalam melakukannya.
Kedua, bersabarlah. Jika anak salah mengidentifikasikan warna atau benda tertentu, pastikan untuk mengakui usaha mereka.
Kemudian, matikan televisi. Janice Im, senior director of programs dari Zero to Three, Washington, D.C., mengatakan, program "pendidikan" pun tidak bisa menjadi pengganti interaksi langsung satu lawan satu.
"Kita semua mulai belajar apa yang kita ketahui tentang percakapan sejak usia dini," kata Linda Nelson, senior curriculum developer di sebuah perusahaan.
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR