Nakita.id.- Di awal kehamilan, dokter menghitung hari perkiraan lahir (HPL) akan terjadi maksimal 40 minggu dari hari pertama menstruasi terakhir Ibu.
Meski begitu, Ibu tak perlu cemas bila sudah mendekati HPL, si buah hati tak kunjung menunjukkan tanda-tanda akan lahir.
Berdasarkan riset, dari total kelahiran di dunia, jumlah bayi yang lahir sesuai dengan HPL ternyata hanya sekitar 5%. Separuh dari jumlah itu lahir saat usia kandungan Ibu memasuki bulan ke-10 atau lebih dari 40 minggu.
Baca juga: Tanggal Perkiraan Persalinan Bisa Berubah Ini Penyebabnya
Kecenderungan bayi lahir telat waktu akan semakin besar jika anak pertama. Hal ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Allen Downey, profesor komputer dan teknologi di Franklin W. Olin College of Engineering di Nedham, Massachusetts, Amerika Serikat.
Downey melakukan survei pada 2.002 pusat pengendalian dan pencegahan penyakit terhadap 7.643 perempuan dan 9.148 kelahiran hidup.
Dari data tersebut terungkap, anak pertama lebih banyak mengalami telat waktu, yaitu ketika usia kehamilan mencapai 41 minggu atau lebih.
Dibandingkan anak kedua, ketiga dan seterusnya, kemungkinan anak pertama mengalami keterlambatan lahir sebesar 15%-16%.
Sedangkan pada bayi berikutnya, memiliki kemungkinan untuk lahir lebih bulan sebesar 9%- 10% persen saja.
Menariknya, studi tersebut juga menunjukkan, anak pertama memiliki pula kemungkinan mengalami kelahiran kurang bulan, yaitu di usia 37 minggu atau kurang.
“Jadi secara umum, anak pertama jarang sekali mengalami kelahiran tepat waktu,” kata Downey.
Selain merupakan kelahiran pertama, menurut dr. Intan Nabila Al Mansyuri dari Poli AMS, RSIA Kemang Medical Care, ada beberapa faktor lain yang dapat menyebabkan bayi lahir lewat waktu (postterm/postmatur).
Penyebab itu antara lain riwayat persalinan sebelumnya yang lewat HPL, memiliki kerabat perempuan yang pernah melahirkan lewat dari HPL, atau bumil sendiri dilahirkan pada usia kehamilan di atas 40 minggu, berat badan Ibu yang overweight, dan kekeliruan estimasi perhitungan usia kehamilan.
Berdasarkan teori, kehamilan yang usianya lebih dari 42 minggu (lewat waktu) memiliki risiko komplikasi persalinan yang tinggi. Sebab, plasentanya sudah tua, fungsinya pun menurun, sehingga tidak bagus lagi untuk mentransfer makanan.
Akibatnya, bayi bisa kekurangan pasokan nutrisi (dan juga oksigen) sehingga berat badannya menyusut, gerakannya berkurang, kesejahteraan bayi berkurang.
“Risiko terburuk dari kondisi ini, setelah lahir, bayi akan mengalami masalah gizi, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara berkala,” jelas dr. Merry, SpOG dari Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan
Risiko lainnya adalah air ketuban keburu habis atau bisa juga cairan ketuban menjadi hijau sehingga berbahaya bagi janin, karena bisa menimbulkan keracunan. Inilah yang bisa meningkatkan risiko bayi meninggal di dalam kandungan.
Tak hanya itu, bayi yang lahir lewat waktu juga meningkatkan kemungkinan menelan dan menghirup mekonium (tinja pertama), yang dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi paru-parunya dan mengalami gejala kesulitan bernapas setelah lahir.
Baca juga: 5 Hal Ini Membuat Jumlah Air Ketuban Sedikit
Untuk mencegah kelahiran lewat bulan ataupun kurang bulan, ada beberapa hal yang penting Ibu lakukan:
# Rutin mengontrol kehamilan, sehingga dokter obgin dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan janin.
# Terapkan gaya hidup sehat. Misalnya, mulai membiasakan jalan pagi sejak awal kehamilan. Bila sudah trimester 2, Ibu bisa ikut senam prenatal dan di trimester 3 melakukan senam hamil sebagai persiapan persalinan. Bumil juga sebaiknya melakukan olahraga yang tidak membutuhkan kecepatan dan kekuatan, melainkan melatih kelenturan, seperti stretching dan renang.
# Hindari stres dan nantikan kehadiran si kecil dengan penuh kebahagiaan. Ketika Ibu bahagia, si kecil juga akan merasa bahagia sehingga dia akan merasa nyaman dan siap lahir. (*)
Bobo Fun Fair dan Jelajah Kuliner Bintang Jadi Ajang Nostalgia di Uptown Mall BSBCity Semarang
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
KOMENTAR