"Pada bulan Agustus muncul kembali hal serupa namun pada bulan September tidak ada laporan masuk, lalu memasuki bulan oktober kembali muncul praktik kawin paksa atau dijodohkan kalau ditotal ada 4 kasus selama Januari hingga Desamber 2018," katanya, Senin (1/4/2019).
Padahal, seharusnya perkawinan harus disetujui oleh kedua calon mempelai.
Hal ini seperti yang tertuang pada Peraturan perundangan yaitu Pasal 6 ayat 1 UU no 1/1974 tentang perkawinan.
Baca Juga : Hunian Nikita Mirzani Senilai Rp10 M Disebut Super Mahal, 'Rumah Itu Dijual lagi, Gue Nggak Usah Kerja'
Terlebih, banyak kasus perceraian yang terjadi akibat kawin paksa.
"Harus ada persetujuan antara kedua belah pihak hal tersebut dimaksudkan agar setiap orang bebas memilih pasangannya untuk berumah tangga dalam ikatan perkawinan, kawin paksa juga sebagai penyumbang penyebab terjadinya perceraian walaupun angkanya masih cenderung kecil," ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (P3AKBPD) Gunungkidul Sudjoko mengatakan pihaknya terus melakukan upaya pencegahan perceraian sedini mungkin.
"Kami terus berupaya menekan angka perceraian semua pihak harus berperan aktif. Pencegahan juga harus dilauakn sedini mungkin bisa saja dimulai dari menularkan jiwa tanggung jawab kepada anak-anak," ucapnya.
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
Source | : | psychcentral.com,Tribun Jateng |
Penulis | : | Kirana Riyantika |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR